Selain aqidah dan ibadah maka islam juga punya kekuatan lain yang mengatur tentang sikap dan sifat manusia untuk hidup secara baik diantaranya hubungan antar sesama manusia, hal itu disebut dengan akhlak, walaupun sebenarnya akhlak bukan hanya mengatur hubungan itu saja, akhlak kepada Allah, akhlak kepada Rasul dan kepada lingkungan juga merupakan aturan yang diajarkan.
Syariah Islam adalah syariah yang sempurna yang menekankan pada pembinaan pribadi yang Islami dari segala aspeknya, sebagaimana yang di Sabdakan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam:“Orang yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya.” (HR. Ahmad, Abu Dawud dan Tirmidzi)
Akhlak yang mulia merupakan refleksi iman dan buahnya, iman tidak akan menampakkan buahnya tanpa akhlak. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan bahwa tujuan terbesar diutusnya adalah untuk menyempurnakan akhlak-akhlak yang mulia, beliau bersabda:“Sesungguhnya saya di bangkitkan untuk menyempurnakan akhla-akhlak yang mulia.” (HR. Bukhari dan Ahmad)
Oleh sebab itu Allah menyanjung Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan akhlak yang baik, Allah berfirman yang artinya:“Dan sesungguhnya engkau ( Muhammad) benar-benar berakhlak yang agung.” (Al-Qalam 4)
Setiap kali seorang pelajar muslim mempunyai budi pekerti Islami dalam tingkah lakunya, semakin dekatlah ia kepada kesempurnaan yang dicita-citakan yang dapat mendorong untuk semakin bernilai dan semakin dekat kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Sebaliknya bila ia semakin jauh dari budi pekerti dan etika Islami, maka pada hakekatnya ia semakin jauh dari ruh dan system dasar Islam, sehingga ia menjadi manusia robot yang tiada memiliki ruh dan perasaan. Maka timbullah tawuran antar pelajar yang sekarang marak terjadi.
Ibadah-ibadah dalam Islam sangat erat kaitannya dengan akhlak. Setiap ibadah tidak bernilai bila tidak tergambarkan dalam bentuk akhlak yang utama. Shalat misalnya dapat memelihara manusia dari perbuatan keji dan munkar; puasa yang dapat mengantarkan kepada takwa, zakat dapat membersihkan hati, mensucikan dan membebaskan jiwa dari penyakit bakhil, haji merupakan lapangan nyata untuk membersihkan dan mensucikan diri dari penyakit iri dan dengki.[ Choirul Hisyam,Inilah Akhlaq Islam, 3 December 2011,Nahi Munkar.com].
Rasulullah saw, bersabda,”Haram hukumnya bagi seorang mukmin merongrong harta, kehormatan atau jiwa muslim yang lain. Seseorang telah dicatat melakukan suatu kejahatan jika menghina saudaranya sesama muslim.”[HR. Abu Dawud].
Rasulullah saw, bersabda,”Janganlah saling mendengki, menyiarkan aib orang lain, dan saling membelakangi [bermusuh-musuhan]. Selain itu, janganlah seseorang membeli [barang] yang telah dibeli oleh orang lain, tapi jadilah kalian hamba Allah yang saling bersaudara. Seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lain. Oleh karena itu,dia tidak boleh menzhaliminya, merendahkannya, maupun menghinanya. Takwa itu berada di sini [sambil menunjuk ke dada beliau tiga kali]. Seorang muslim sudah dipandang melakukan kejahatan jika dia mengejek saudaranya sesame muslim. Seorang muslim diharamkan mengganggu jiwa, harta, maupun kehormatan muslim yang lain.”[HR. Ahmad].
Hadits di atas mengajarkan kepada kita sebagian syarat-syarat ukhuwah Islamiyah yang harus dipenuhi oleh setiap muslim, di antaranya:
Larangan Saling Mendengki
"Dan janganlah kalian saling mendengki". Berkata Ibnu Rajab Al-Hambali dalam kitabnya Jami'ul Ulum wal Hikam, "Tidak boleh saling mendengki sebagian kalian terhadap sebagian yang lain. Dengki yaitu perasaan tidak suka kalau ada orang lain mengunggulinya dalam salah satu keutamaan yang dimilikinya". Asy-Syaikh Al-'Allamah Muhammad Hayat As-Sindi berkata dalam kitabnya Syarh Arba'in Nawawiyah, "Tidak boleh sebagi an di antara kamu mengharapkan lenyapnya kenikmatan dari sebagian yang lain, karena perbuatan itu akan menjadikannya ingkar terhadap Allah, yaitu terhadap apa-apa yang telah Allah bagi dan tentukan dengan hikmah dan ketentuanNya. Dengki itu dapat menyebarkan permusuhan, ghibah dan namimah. Orang yang suka mendengki itu hatinya selalu sedih dan gundah, sebab dia akan selalu tersiksa oleh perbuatannya setiap kali melihat orang yang didengkinya mendapat kenikmatan."
Larangan Saling Menipu
"Janganlah saling menipu." Ibnu Rajab Al-Hambali dalam kitabnya Jami'ul Ulum wal Hikam berkata, "Banyak sekali ulama yang menafsirkan kata 'an-najsy' di sini dengan arti meninggikan penawaran harga barang yang dilakukan oleh orang yang tidak akan membelinya, mungkin untuk memberikan manfaat bagi penjual dengan adanya tambahan harga, atau untuk mencelakakan pem beli dengan meninggikan harga yang harus dibayar." Dari Ibnu Umar, dari Nabi r, bah wa beliau melarang menawar barang melebihi harganya (dengan tujuan menipu pembeli lain). (HR. Al-Bukhari dan Muslim), Ibnu Abi Aufa berkata, "Pelaku tipu menipu (seperti ini) adalah pema kan riba dan pengkhianat." Ibnu Abdil Barr mengatakan, "(Ijma' para ulama menyebutkan) bahwa yang melakukan perbuatan ini berarti melakukan maksiat kepada Allah jika dia telah mengetahui larangan ini."
Larangan Saling Membenci
"Dan janganlah kalian saling membenci." Asy-Syaikh Al-'Allamah Al-Imam Muhammad Hayat As-Sindi rahimahullah berkata, "Janganlah kalian melakukan apa yang akan menyebabkan saling membenci karena itu akan menyebab kan bermacam-macam kerusakan di dunia dan bencana di akhirat." Al-Imam Al-Hafizh Rajab Al-Hambali berkata, "Sesama muslim dilarang saling membenci dalam hal selain karena Allah, apalagi atas dasar hawa nafsu, karena sesama muslim itu telah dijadikan Allah bersaudara dan persaudaraan itu saling cinta bukan saling benci." Rasulullah r bersabda, "Demi Dzat yang jiwaku berada di TanganNya, tidaklah kalian masuk Surga sehingga kalian beriman dan tidaklah kalian beriman sehingga saling mencintai. Maukah kalian aku tunjukkan sesuatu, jika kalian lakukan akan saling mencintai? Sebarkanlah salam di antara kalian." (HR. Muslim)
Larangan Saling Memutuskan Hubungan (Silaturahim)
"Janganlah kalian putuskan hubungan." Al-Imam Al-'Allamah Ibnu Daqiqil 'Ied berkata, "Makna 'tadabaru' adalah saling bermusuhan, dan ada pula yang mengatakan saling memu tuskan hubungan karena masing-masing saling membelakangi." Asy-Syaikh Al-'Allamah Muhammad Hayat As-Sindi berkata, "Tidak diperbo lehkan sebagian kalian berpaling dari sebagian yang lain, tetapi seharusnya kalian menghadapi mereka dengan wajah berseri-seri, hati yang bersih dari kedengkian dan permusuhan serta dengan tutur kata yang manis." Nabi bersabda, "Tidak halal bagi seorang muslim memutuskan hubungan dengan saudaranya lebih dari tiga hari, keduanya bertemu tidak saling menyapa, sebaik-baik di antara kedua nya adalah yang memulai salam." (HR. Al-Bukhari dan Muslim). Memutuskan hubungan yang dimaksud hadits ini adalah dalam masalah duniawiyah. Adapun dalam masalah diniyah dibolehkan memu tuskan hubungan lebih dari tiga hari sebagaimana dilakukan Imam Ahmad dll., seperti terhadap ahli bid'ah, kaum munafik dan yang mengajak memper turutkan hawa nafsu.
Larangan Menyerobot Transaksi Saudara Sesama Muslim
Asy-Syaikh As-Sindi berkata, "Ada salah seorang di antara kamu mengatakan kepada orang yang mena war dagangan orang lain, 'tinggalkan lah, aku akan jual kepadamu dengan harga yang lebih murah', atau menga takan kepada orang yang hendak menjual dagangannya kepada sese orang, 'tinggalkanlah, aku akan membeli darimu dengan harga yang lebih tinggi'."
Semua perbuatan di atas menafi kan ukhuwah Islamiyah, karena seorang mukmin itu mencintai apa yang untuk saudaranya seperti apa yang untuk dirinya. Jadilah hamba-hamba Allah yang bersaudara.
Hendaklah setiap orang di antara kamu melakukan mu'amalah ukhuwah (persaudaraan) dengan sebenar-benarnya dengan cara menghendaki kebaikan untuk saudaranya sebagaimana menghen daki untuk dirinya, dan membenci kejahatan yang ada pada saudaranya seperti membenci kejahatan itu menimpa dirinya.
Al-Hafizh Ibnu Rajab mengata kan, "Di dalam lafazh itu menunjukkan bahwa mereka meninggalkan saling mendengki, menipu, membenci, memutuskan hubungan silaturahim dan menyerobot transaksi saudaranya, dengan demikian mereka bersaudara. Dalam hadits ini juga diperintahkan untuk mencari apa saja yang dapat menjadikan orang-orang muslim bersaudara secara mutlak. Seorang muslim adalah saudara muslim yang lain." Allah berfirman, "Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu." (Al-Hujurat: 10). Jika orang-orang mukmin itu bersaudara mereka diperintahkan untuk dapat melunakkan hati dan mempersatukannya, dilarang melaku kan apa yang dapat menyebabkan perpecahan dan perselisihan.
Berkata Syaikh Muhammad Hayat As-Sindi, "Persaudaraan Islam itu lebih kuat dari persaudaraan karena nasab." Karena itu tidak boleh menzha limi saudaranya sesama muslim dalam bentuk apapun. Tidak boleh mendiam kan untuk tidak menolongnya jika melihat ia dizhalimi, karena setiap mukmin diperintahkan saling tolong-menolong seperti sabda Nabi, "Tolong lah saudaramu dalam keadaan zhalim atau dizhalimi", ia berkata (Abu Hurairah), 'wahai Rasulullah, aku tolong dia dalam keadaan dizhalimi, lalu bagaimanakah aku menolongnya dalam keadaan zhalim?', beliau bersabda, "Kamu cegah dia dari kezhaliman nya maka itulah pertolonganmu kepada nya." (HR. Al-Bukhari)
Kemudian harus selalu berkata dan bersikap benar (jujur) kepadanya. Tidak boleh meremehkannya, sebab sikap meremehkan orang lain itu tumbuh dari kesombongan dirinya sebagaimana sabda Nabi, "Kesom bongan itu menolak kebenaran dan menghinakan orang." (HR. Muslim)
Allah berfirman, "Wahai orang-orang yang beriman, jangan lah satu kaum mengolok-olokkan kaum yang lain karena boleh jadi yang diolok-olokkan itu lebih baik dari yang mengolok-olokkan dan jangan pula wanita-wanita mengolok-olokkan wanita yang lain, karena boleh jadi wanita-wanita yang diperolok-olok itu lebih baik daripada yang mengolok-olok." (Al-Hujurat: 11)
Orang yang sombong akan memandang dirinya sempurna dan memandang orang lain serba kekurangan kemudian mencela, meremehkan dan tidak mau menerima kebenaran yang datang dari orang lain.
Taqwa Letaknya di Dada, Sabda Rasulullah, "Taqwa itu di sini", seraya menunjuk ke dadanya tiga kali."
Dalam kalimat ini menunjukkan bahwa kemuliaan makhluk di sisi Allah itu dengan ketakwaan. Allah berfirman, "Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah yang paling bertakwa." (Al-Hujurat: 13)
Sabda Nabi, "Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada sosokmu dan hartamu, tetapi Dia akan melihat kepada hatimu dan amalanmu." (HR. Muslim)
Dari ayat Al-Qur'an dan hadits di atas diketahui bahwa ketakwaan itu ada di dalam hati dan dilihat dari amalannya. Di antara kejahatan seorang muslim adalah melakukan penghinaan terhadap saudaranya. Cukup seseorang itu (dikatakan) melakukan kejahatan dengan menghinakan saudaranya sesama muslim, sebab menghina adalah kesombongan yang merupakan salah satu bentuk kejahatan.
Sabda Nabi, "Tidak akan masuk Surga orang yang di dalam hatinya ada seberat dzarrah dari kesombongan." (HR. Muslim)
Orang Muslim itu Diharamkan Darah, Harta dan Kehormatannya, Nabir pernah bersabda pada waktu haji Wada' yang disaksikan oleh sebagian besar sahabatnya, di antara pesan beliau adalah, "Sesungguh nya harta, darah dan kehormatan kamu haram atas kamu seperti kemuliaan harimu ini dalam bulanmu ini di negerimu ini." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Hadits di atas menunjukkan bahwa darah, harta dan kehormatan seorang muslim tidak boleh diganggu. Banyak sekali nash yang menunjukkan tentang larangan ini dan tidak terbatas pada waktu dan tempat. Allah I telah menjadikan orang-orang mukmin itu bersaudara agar mereka saling kasih-mengasihi dan sayang-menyayangi. Sabda Nabi, "Perumpamaan orang-orang mukmin dalam saling cinta-mencintai, sayang-menyayangi dan kasih-mengasihi seperti tubuh, jika salah satu anggota tubuh terasa sakit, maka seluruhnya akan tidak bisa tidur dan demam." (Muttafaq 'Alaih) [disadur dari materi dengan judul Ukhuwah oleh Ibrahim Sa'id, Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia].
Akhlak mulia seorang muslim dalam pergaulan sehari-hari adalah memperhatikan hak dan kewajiban masing-masing diantaranya tidak merugikan hak orang lain. Banyak akhlak mulia yang layak kita munculkan dalam hidup berinteraksi dengan orang lain yang intinya tidak merugikan bahkan membahagiakan dan menyenangkan orang lain sebagaimana yang ditulis oleh Abu Mushlih Ari Wahyudi, dalam judul Kiat Menggapai Akhlak Mulia yang dipublikasikan olehwww.muslim.or.id pada tanggal 14 September 2008 diantaranya;
Sikap adil akan menuntun kepada ketepatan perilaku. Tidak melampaui batas dan tidak meremehkan. Adil akan melahirkan kedermawanan yang berada di antara sikap boros dan pelit. Adil akan melahirkan sikap tawadhu’ (rendah hati) yang berada di antara sikap rendah diri dan kesombongan. Adil juga akan melahirkan sikap berani yang berada di antara sikap pengecut dan serampangan. Adil pun akan melahirkan kelemahlembutan yang berada di antara sikap suka marah dengan sifat hina dan menjatuhkan harga diri.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Senyummu kepada saudaramu (sesama muslim) adalah sedekah untukmu.”(HR. Tirmidzi, disahihkan Al Albani dalam Ash Shahihah: 272). Beliau juga bersabda, “Janganlah kamu meremehkan kebaikan meskipun ringan. Walaupun hanya dengan berwajah yang ramah ketika bertemu dengan saudaramu.” (HR. Muslim). Senyuman akan mencairkan suasana dan meringankan beban pikiran. Orang yang murah senyum akan ringan dalam menunaikan tanggung jawabnya. Kesulitan baginya merupakan tantangan yang harus dihadapi dengan tenang dan pikiran positif. Berbeda dengan orang yang suka bermuka masam. Dia akan menghadapi segala sesuatu dengan penuh kerepotan dan pandangan yang sempit. Apabila menemui kesulitan maka nyalinya mengecil dan semangatnya menurun. Akhirnya dia mencela kondisi yang ada dan merasa tidak puas dengan ketentuan (takdir) Allah lantas dia pun melarikan diri dari kenyataan.
Mudah memaafkan dan mengabaikan ketidaksantunan orang lain merupakan akhlak orang-orang besar dan mulia. Sikap inilah yang akan melestarikan rasa cinta dan kasih sayang dalam pergaulan. Sikap inilah yang akan bisa memadamkan api permusuhan dan kebencian. Inilah bukti ketinggian budi pekerti seseorang dan sikap yang akan senantiasa mengangkat kedudukannya.
Hilm atau tidak suka marah merupakan akhlak yang sangat mulia. Akhlak yang harus dimiliki oleh setiap orang yang memiliki akal pikiran. Dengan akhlak inilah kehormatan diri akan terpelihara, badan akan terjaga dari gangguan orang lain, dan sanjungan akan mengalir atas kemuliaan perilakunya. Hakikat dari hilm adalah kemampuan mengendalikan diri ketika keinginan untuk melampiaskan kemarahan bergejolak. Bukanlah artinya seorang yang memiliki sifat ini sama sekali tidak pernah marah. Namun tatkala perkara yang memicu kemarahannya terjadi maka ia bisa menguasai dirinya dan meredakan emosinya dengan sikap yang bijaksana.
Hal ini menunjukkan kemuliaan diri seseorang dan ketinggian cita-citanya. Sebagaimana yang dikatakan oleh orang-orang bijak,“Kemuliaan diri yaitu ketika kamu dapat menanggung hal-hal yang tidak menyenangkanmu sebagaimana kamu sanggup menghadapi hal-hal yang memuliakanmu.” Diriwayatkan bahwa suatu ketika Khalifah Umar bin Abdul Aziz sedang pergi berangkat ke masjid pada waktu menjelang subuh (waktu sahur, suasana masih gelap). Ketika itu dia berangkat dengan disertai seorang pengawal. Ketika melewati suatu jalan mereka berdua berpapasan dengan seorang lelaki yang tidur di tengah jalan, sehingga Umar pun terpeleset karena tersandung tubuhnya. Maka lelaki itu pun berkata kepada Umar, “Kamu ini orang gila ya?”. Umar pun menjawab, “Bukan.”Maka sang pengawal pun merasa geram terhadap sang lelaki. Lantas Umar berkata kepadanya, “Ada apa memangnya! Dia hanya bertanya kepadaku, ‘Apakah kamu gila?’ lalu kujawab bahwa aku bukan orang gila.”
Dari akhlak yang disebutkan diatas, intinya mengajak ummat ini agar senantiasa memupuk ukhuwah islamiyah yaitu persaudaraan muslim sebaik-baiknya, janganlah karena sesuatu lain hal melakukan tindakan yang merugikan saudara kita sendiri, ibaratnya dalam persaudaraan itu adalah bila kita sakit kalau dicubit maka demikian pula dengan saudara kita akan merasakan hal yang sama, wallahu ‘alam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar