Sabtu, 29 September 2018

tentang wudhu

Berwudu merupakan bersucinya umat Muslim dari hadas kecil. Yakni dimulai dari niat, membasuh wajah, kedua tangan, mengusap sebagian kepala, membasuh kaki dan tertib. Lalu dalam kondisi apa saja umat muslim harus memiliki wudu?
Ada tiga kondisi seseorang wajib berwudu terlebih dahulu.
Pertama, salat. Allah Swt. berfirman
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan salat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki(Q.S. Al-Maidah/5: 6).
Rasulullah saw. bersabda:
لَا يَقْبَلُ اللَّهُ صَلَاةَ أَحَدِكُمْ إِذَا أَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّأَ
Allah tidak akan menerima salatnya salah seorang dari kalian jika berhadas sampai ia berwudu. (H.R. Al-Bukhari). Berdasarkan ayat dan hadis tersebut menunjukkan bahwa syarat sahnya salat adalah harus memiliki wudu.
Kedua, tawaf. Hal ini dikarenakan tawaf itu seperti salat yang wajib dalam kondisi suci. Rasulullah saw. bersabda:
الطَّوَافُ حَوْلَ الْبَيْتِ مِثْلُ الصَّلَاةِ إِلَّا أَنَّكُمْ تَتَكَلَّمُونَ فِيهِ فَمَنْ تَكَلَّمَ فِيهِ فَلَا يَتَكَلَّمَنَّ إِلَّا بِخَيْرٍ
Tawaf di sekitar Baitullah itu seperti salat (ketentuannya), kecuali kalian berbicara di saat tawaf. Maka janganlah kalian berbicara kecuali kebaikan.” (H.R. At-Tirmidzi)
Ketiga, menyentuh dan membawa mushaf Alquran. Allah Swt. berfirman
لَا يَمَسُّهُ إِلَّا الْمُطَهَّرُونَ
Tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan. (Q.S. Al-Waqiah/56: 79)
Demikianlah tiga kondisi seorang muslim wajib dalam keadaan suci alias memiliki wudu. Wa Allahu A’lam bis Shawab.
Kirimkan Komentar yang membangun

Ini Pola Makan Sehat Rasulullah

Rasulullah bukan hanya teladan dalam perkara agama saja. Beliau Shallallahu‘alaihi wa sallam juga menjadi contoh sempurna untuk gaya hidup sehat. Pola makan Rasulullah merupakan salah satu yang menjadi sorotan utama untuk ditiru.
IlustrasiIbnul Qayyim Al Jauziyyah dalam Zaad Al Ma’ad menyebutkan, pola makan Rasulullah sangatlah beragam. Beliau tidak membatasi diri dengan memakan satu jenis makanan saja. Sering kali satu makanan disertai dengan penyeimbang atau yang saat ini dikenal dengan istilah food balancing. Mengintip dapur nabi, berikut pola makan sehat ala Rasulullah.
1. Madu dengan air dingin
Rasulullah meminum madu yang sudah dicampur dengan air dingin. Beliau pula mencampurkan madu ketika memakan manisan.
2. Ruthab dan Tamr
Saat memakan kurma, Rasulullah mencampurkan antara kurma muda dan segar yang telah matang (ruthab) dengan kurma kering (tamr).
3. Ruthab dengan Semangka
Rasulullah biasa memakan ruthab bersama semangka. Beliau pernah bersabda, “Kami memecah panasnya ini (ruthab) dengan dinginnya ini (semangka) dan dinginnya ini (semangka) dengan panasnya ini (ruthab).” (HR. Abu Dawud).
4. Ruthab dengan Mentimun
Selain mencampur ruthab dengan tamr atau semangka, nabiyullah pula mencontohkan umatnya untuk mengonsumsi mentimun. Dari Abdullah bin ja’far, ia berkata, “Aku melihat Rasulullah makan mentimun dengan ruthab.” (HR. Al Bukhari dan Muslim).
5. Menyukai Utruj
Utruj yakni sejenis buah jeruk, limau, atau citron. Rasulullah bahkan memperumpamakan seorang mukmin seperti buah utruj, “Perumpamaan orang mukmin yang membaca Al-Qur’an seperti limau, rasanya manis dan aromanya harum.” (HR. Al Bukhari dan Muslim).
6. Menyenangi Kurma Ajwa
Dari Jabir dan Abu Said, Rasulullah pernah bersabda, “Kurma ‘ajwa berasal dari surga, ia merupakan penangkal racun, daging buahnya manis, yang airnya merupakan obat mata.” (HR. An-Nasa’i dan Ibnu Majah).
7. Tin dan Delima
Dua buah yang disebut dalam Al Qur’an, tin dan delima pula menjadi makanan yang dikonsumsi Rasulullah.
8. Khall dengan Roti
Khall yaitu sejenis cuka. Rasulullah gemar menjadikan khall sebagai santapan pendamping saat makan. Beliau pula menyantapnya bersama roti. Nabiyullah bersabda, “Sebaik-baik lauk adalah cuka.” (HR. Muslim).
9. Minyak Zaitun
Selain khall, Rasulullah juga menjadikan minyak zaitun sebagai pendamping makan. Sang uswatun hasanah bersabda, “Berlauklah dengan minyak zaitun dan jadikanlah ia sebagai minyak oles, karena ia berasal dari pohon yang diberkahi.” (HR. Ibnu Majah).
10. Hidangan Silqh
Yaitu sejenis hidangan sayur yang dimasak dengan cara merebusnya. Hal ini pernah diajarkan Rasulullah saat beliau dan Ali berkunjung ke rumah Ummul Mundzir. Rasulullah menyuruh Ali untuk memakan Silqh yang dihidangkan sang shahabiyyah. “Wahai Ali, makanlah, karena ini lebih baik bagimu.” (HR. Tirmidzi dan Abu Dawud).
11. Menggemari Syawiyy
Syawiyy merupakan daging yang dipanggang. Rasulullah menyukainya dan ini merupakan salah satu hidangan istimewa. Sebagaimana hidangan ini pula yang disajikan Nabi Ibrahim saat didatangi para tamu malaikat berwujud manusia. “Dan ia (Ibrahim) bersegera melayani mereka dengan daging anak sapi yang dipanggang.” (QS. Hud: 69).
12. Segala Jenis Daging
Rasulullah sangat menggemari santapan daging baik daging merah seperti unta, kambing, keledai liar, ataupun daging putih seperi ayam. Beliau pula menyukai daging hewan laut atau seafood.
13. Meminum Susu
Terkadang Rasulullah meminum susu yang masih murni, di lain waktu beliau juga meminum susu yang telah dicampur. Kedua jenis susu tersebut sama-sama dinikmati Rasulullah.
14. Tidak mencampur Susu dengan Ikan
Rasulullah tidak pernah mencampur susu dengan ikan ataupun susu dengan makanan yang bersifat masam. Hal ini sebagaimana disebutkan Ibnul Qayyim dalam Ath-Thibbun Nabawi, “Barang siapa yang mencermati tentang makanan dan segala sesuatu yang dimakan oleh Rasulullah, pasti dia akan mendapati bahwa Rasulullah tidak pernah menggabungkan antara susu dengan ikan atau antara susu dengan makanan masam.”
15. Memakan Buah
Selain kurma, buah yang disantap Rasulullah yakni semangka dan anggur.
Masih ada beberapa pangan lain yang belum disebutkan. Namun selain jenis dan bahan makanan, perlu pula diperhatikan tentang bagaimana cara Rasulullah menyantapnya. Beliau biasa menerapkan adab makan dan minum yang ternyata baik untuk kesehatan. Hal ini pula menunjang menu-menu dalam pola makan Rasulullah. Di antaranya yakni makan dengan tangan, makan dengan duduk, minum dengan jeda untuk bernafas, dan lain sebagainya.

Kirimkan Komentar yang membangun

Wasiat Nabi tentang Meredam Amarah

Dalam dinamika kehidupan, setiap orang memiliki reaksi yang berbeda-beda dalam menyikapi keadaan. Terkhusus dalam hal menyikapi sesuatu yang tidak disenangi, ada yang langsung menghujat/ melabrak, ada pula yang meredam perasaan dengan menyembunyikan amarahnya di dalam hati, atau berusaha berlapang dada memaafkan orang yang telah membuatnya marah.
Yang saya sebutkan terakhir merupakan karakter sosok agung yang patut ditiru oleh semua umat manusia yakni Nabi Muhammad Saw. Dalam sebuah riwayat dikisahkan bahwa Shafwan bin Umayyah merupakan sosok yang paling membenci Nabi Saw. Kendati demikian, Nabi tidak membalasanya dengan amarah, beliau memaafkan bahkan senantiasa melakukan kebaikan hingga hati Shafwan bin Umayyah luluh.
Dalam hadis disebutkan :
عَنْ صَفْوَانَ بْنِ أُمَيَّةَ ، قَالَ :  أَعْطَانِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ حُنَيْنٍ ، وَإِنَّهُ لَأَبْغَضُ النَّاسِ إِلَيَّ ، فَمَا زَالَ يُعْطِينِي حَتَّى صَارَ ، وَإِنَّهُ أَحَبُّ النَّاسِ إِلَيَّ
Dari Shafwan bin Umayyah ia berkata: Rasulullah Saw memberikan sesuatu kepadaku pada perang Hunain dan ketika itu beliau adalah orang yang paling aku benci, beliau terus memberiku pemberian hingga beliau menjadi sosok yang paling aku cintai. (HR Ahmad)
Sejarah mencatat bahwa Shafwan bin Umayyah merupakan sosok pembesar Quraisy yang pada masa jahiliyah paling benci terhadap Rasulullah Saw, hingga pada akhirnya beliau masuk Islam dan menjadi pembela islam yang gigih. Itu semua salah satunya berkat perlakuan Nabi yang ketika ada orang yang tidak suka atau membencinya bahkan beliau membalas hal tersebut dengan kebaikan-kebaikan hingga hati yang membencinya menjadi luluh.
Anggapan bahwa Islam merupakan agama yang rahmat bagi semesta alam bukanlah isapan jempol semata. Hal ini setidaknya terlihat dari kisah yang dinarasikan dalam hadis di atas, bagaimana Nabi Muhammad Saw, sebagai sosok pembawa risalah telah memberikan contoh yang baik dalam mnegatur emosi.
Dalam kitab sunan an-Nasa’i pada kitab yang membahas masalah kebaikan dan kiat beretika (al-birr wal adab) diriwayatkan sebuah hadis sebagai berikut :
 عن أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ عَلِّمْنِي شَيْئًا وَلَا تُكْثِرْ عَلَيَّ لَعَلِّي أَعِيهِ قَال لَا تَغْضَبْ فَرَدَّدَ ذَلِكَ مِرَارًا كُلُّ ذَلِكَ يَقُولُ لَا تَغْضَبْ
Artinya : Dari Abu Hurairah (W.57 H) ia berkata; Seorang laki-laki menghadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam seraya berkata, “Ajarkanlah sesuatu kepadaku, namun jangan engkau memperbanyaknya, sehingga aku mudah untuk mengingatnya.” Maka beliau pun bersabda: “Janganlah kamu marah.” Lalu beliau mengulang-ngulang ungkapan itu. (HR Bukhari dan al-Nasa’i)
Dalam surah an-Nisa juga dijelaskan bahwa di antara ciri orang bertakwa adalah piawai meredam amarah dan berlapang dada untuk memaafkan kesalahan manusia. Allah berfirman :
وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ (133) الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa. (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang meredam amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. (An-Nisa’ : 133-134)
Terakhir mari kita berharap semoga Allah menganugerahkan kita dengan mendapatkan sifat-sifat mulia yang disebutkan di atas. Meredam amarah melahirkan keramahan dan menghilangkan ketegangan antara kita dengan sesama. Wallahu A’lam.

Kirimkan Komentar yang membangun

Belajar Hakikat Tawakal dari Seekor Burung


Hakikat tawakal adalah kemantapan hati terhadap zat yang mengatur segala sesuatu, yaitu Allah. Sekiranya hati terasa tenang,  jauh dari kebingungan ketika berbagai sebab-sebab duniawi sulit terwujud, karena yakin dan percaya kepada zat yang maha menciptakan segala sebab. Dalam hal ini Uwais Al-Qarni berujar:


لَوْ عَبَدْتَ اللهَ عِبَادَةَ أَهْلِ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ لَا يُقْبَلُ مِنْكَ حَتَّى تَكُوْنَ أَمِنًا بِمَا تَكَفَّلَ اللهُ مِنْ أَمْرِ رِزْقِكَ وَتَرَى جَسَدَكَ فَارِغًا لِعِبَادَتِهِ. قَالَ تَعَالَى وَعَلَى اللهِ فَتَوَكَّلُوْا اِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِيْنَ
“Andaikan engkau beribadah kepada Allah sebagaimana ibadahnya penghuni langit dan bumi, maka ibadahmu tidak akan diterima darimu sehingga engkau percaya terlebih dulu dengan urusan rejekimu yang telah dijamin oleh Allah dan engkau lihat tubuhmu memiliki waktu luang (yang banyak) untuk beribadah kepada-Nya. Allah Ta’ala berfirman: ‘Dan hanya kepada Allah hendaknya kalian semua bertawakal, jika kalian semua benar-benar orang beriman”
Menurut riwayat dari sebagian ulama, makhluk paling tawakal kepada Allah adalah burung, sedangkan yang paling tamak adalah semut. Kita bisa belajar hakikat tawakal dari seekor burung. Burung yang pergi pagi hari dan pulang sore hari demi mencari rejeki untuk bertahan hidup. Burung tidak berpangku tangan dan bermalas-malasan. Sebuah isyarat bahwa tawakal itu tidak berarti meninggalkan usaha. Rasulullah bersabda:
لَوْ أَنَّكُمْ تَتَوَكَّلُونَ عَلَى اللهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرَزَقَكُمْ كَمَا يَرْزُقُ الطَّيْرَ، تَغْدُو خِمَاصًا وَتَرُوحُ بِطَانًا
“Seandainya kalian semua bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benarnya, niscaya Allah akan memberi kalian rejeki sebagaimana Allah memberi rejeki pada burung. Burung keluar (mencari makan) di waktu pagi dalam kedaan perut kosong dan pulang di waktu sore dalam kondisi kenyang.”
Hadis tersebut mengisyaratkan kepada kita bahwa apabila manusia bersandar kepada pemberian Allah saat pulang pergi mencari rejeki, dan yakin bahwa kebaikan hanya berada di bawah kekuasaan Allah, maka ia tidak akan pulang terkecuali meraih kesuksesan dan keselamatan.
Sikap tawakal kepada Allah seperti itu akan mencukupi dirinya, sehingga sebenarnya ia tidak butuh menyimpan harta, sebagaimana burung yang juga tidak mempunyai simpanan makanan. Namun, umumnya manusia bersandar pada kekuatan dan usahanya sendiri, yang justru bertolak belakang dengan hakikat tawakal yang sebenarnya.
Dalam kitab Fath Al-Bari, Ibn Hajar Al-‘Asqalani menceritakan bahwa Imam Ahmad pernah ditanya tentang orang yang hanya diam berpangkuh tangan di rumah atau hanya beribadah di masjid tanpa berusaha mencari rejeki. Imam Ahmad menyebut orang yang seperti itu dengan orang yang tahu hakikat tawakal. Lebih lanjut Imam Ahmad berkata, tidakkah Rasulullah bersabda dengan jelas:
وَجُعِلَ رِزْقِي تَحْتَ ظِلِّ رُمْحِي.رواه البخاري
“Sungguh Allah jadikan mayoritas rejekiku di bawah bayangan tombakku.”
Dengan begitu, jelas sudah bahwa tawakal itu bukan masalah berpasrah diri tanpa usaha sebelumnya. Melainkan sebuah totalitas hati dalam kepasrahan pernuh kepada Allah, sembari berusaha dan bekerja semampu diri. Layaknya seekor burung yang juga mengais rejeki dari pagi hingga sore, terbang kesana kemari.
bincangsyariah.com/khazanah/belajar-hakikat-tawakal-dari-seekor-burung/
Kirimkan Komentar yang membangun

Kata Nabi, Anak yang Aktif adalah Anak yang Cerdas

Anak-anak biasanya suka bergerak dan berlarian ke sana ke mari. Dia tdak bisa atau jarang berdiam di satu tempat dalam waktu yang lama.
Nabi Muhammad saw. bersabda,
عرامة الصبي في صغره زيادة في عقله عند كبره. رواه الترمذي
Artinya: Aktifnya anak kecil akan menambah akalnya ketika dia dewasa nanti (H.R. Tirmizi)
Imam Al-Bani dalam Jami’u al-Shahih wa al-Dhaif menghukumi hadis ini sebagai hadis yang daif. Namun banyak para ulama atau penggiat parenting Islami yang mencoba menjelaskan hadis di atas sebab pada realitanya anak kecil memang cenderung sangat aktif tidak bisa diam dan senang bermain-main
Menurut Muhammad Ali dalam Shalah al-Buyut fi Juhdi al-Nabi mengutip Imam Munawi mengatakan bahwa aktifnya anak kecil maksudnya kepekaan dan ketajaman instingnya  laksana burung gagak yang tangkas dan cepat, keaktifan adalah tanda kecerdasannya.
Muhammad Baqir al-Majlisi dalam Miratul Uqul fi Syarh Akhbari Ali al-Nabi menjelaskan bahwa maksud dari keaktifan anak kecil adalah kecenderungan anak yang senang bermain-main dan itu mengasah kecerdasan anak.
Anak yang suka bergerak, bermain dan tidak bisa diam seperti naik, memanjat, turun berlarian cenderung tumbuh menjadi pribadi yang pintar karena dia banyak mencoba dan belajar dari aktivitas-aktivitas yang ia lakukan.
Sebaliknya, jelas Muhammad Said Mursi dalam kitabnya yang berjudul Fannu Tarbiyati al-Aulad fi al-Islam,anak pendiam yang suka menyendiri dan tidak terlalu aktif cenderung tumbuh menjadi anak yang pasif, lemah, dan takut mencoba hal-hal baru.
Jadi jangan sampai berlebihan memarahi anak kecil yang tidak bisa diam atau terlalu aktif. Tapi arahkan keaktifan  sang anak tersebut untuk mengerjakan hal-hal yang positif  dan mendidik. Sebaliknya doronglah anak-anak yang suka diam dan agak pasif untuk aktif dan membuka diri.
https://bincangsyariah.com/khazanah/kata-nabi-anak-yang-aktif-adalah-anak-yang-cerdas/
Kirimkan Komentar yang membangun

Kyai Berpolitik di Pilpres 2019, Pilih Atau Jangan ? - Buya Yahya Menjawab


 Kirimkan Komentar yang membangun

Empat Sumber Hukum Fikih Islam


Hukum Fikih Islam merupakan hukum-hukum syariat yang Allah menuntut hamba-hambaNya untuk melaksanakannya. Hukum-hukum tersebut bersumber pada empat sumber. Yakni Alquran, Sunah, Ijma’ dan Qiyas.

Empat_Sumber_Hukum_Fikih_Islam
Pertama, Alquran. Alquran adalah firman Allah swt. yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. untuk mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya yang tertulis dalam lembaran-lembaran. Alquran merupakan sumber utama untuk hukum fikih Islam. Oleh karena itu, maka kita harus merujuk kepada Alquran jika terdapat suatu masalah apapun itu. Jika kita temukan di dalamnya, maka kita ambil dan jika kita belum menemukannya, maka kita ambil dari sumber-sumber yang lainnya.

Misalnya kita mencari hukum khamr/arak. Maka kita mencari di dalam Alquran. Dan ternyata kita menemukan firman Allah swt.
يا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالأَنصَابُ وَالأَزْلاَمُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. (Q.S. Al-Maidah/5: 90)
Berdasarkan ayat tersebut, maka khamr adalah termasuk benda yang terlarang dalam bingkai Islam.
Meskipun Alquran adalah sumber pertama dalam menetapkan hukum fikih Islam. Tetapi di dalam ayat-ayat Alquran tidak seluruhnya menunjukkan permasalahan yang rinci, dan tidak menjelaskan semua hukum.
Teks ayat-ayat Alquran memang menjelaskan secara rinci masalah akidah. Tetapi dalam masalah ibadah, muamalah dan gambaran langkah-langkah menjalani hidup bagi umat muslim hanya diterangkan secara global saja. Namun, hal itu dijelaskan secara rinci di dalam sunah Nabi saw.
Misalnya perintah tentang salat ada di dalam Alquran. Tetapi tidak dijelaskan tata cara melaksanakan Alquran, jumlah rakaatnya dan lain sebagainya. Namun hal tersebut dijelaskan secara rinci di dalam sunah Nabi saw. Begitu pula dalam masalah zakat dan lain sebagainya.
Kedua. Sunah/Hadis. Sunah adalah semua ucapan, perbuatan dan ketetapan yang berasal dar Nabi saw. Contoh ucapan/sabda Nabi saw.
عن النبي- صلى الله عليه وسلم – قال: ” سِبَابُ الْمسْلِمِ فُسُوقٌ، وقِتالُهُ كُفْرٌ”. رواه البخاري ومسلم
Dari Nabi saw., beliau bersabda: “Mencela orang muslim adalah kefasikan, dan membunuhnya adalah kekufuran”. (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Adapun contoh perbuatan Nabi saw. adalah suatu hari Aisyah ditanya tentang apa yang dilakukan Nabi dirumah. Aisyah r.a. menjawab:
كَانَ يَكونُ في مَهْنَةِ أَهْلَهِ، فَإذا حَضَرَتِ الصَّلاةُ قَامَ إلَيْها. رواه البخاري.
“Nabi saw. selalu mengerjakan pekerjaan keluarganya, lalu ketika datang waktu salat, maka beliau melaksanakannya.” (HR. Al-Bukhari).
Sementara contoh ketetapan Nabi saw. adalah hadis riwayat Abu Daud sebagaimana berikut.
أنَّ النبي – صلى الله عليه وسلم – رأى رجلاً يصلي بعد صلاة الصبح ركعتين، فقال:” صلاة الصبح ركعتان”، فقال الرجل: إني لم أكن صليت الركعتين التي قبلهما فصليتهما الآن، فسكت رسول الله – صلى الله عليه وسلم.
Bahwasannya Nabi saw. melihat ada seorang laki-laki yang salat dua rakaat setelah salat subuh. Lalu Nabi saw. bersabda: “Salat Shubuh itu dua rakaat.” Laki-laki tersebut menjawab:“Sungguh saya tadi belum melaksanakan salat qabliyyah (salat sunnah sebelum) shubuh, maka saya laksanakan setelah salat Shubuh.” Rasulullah saw. pun diam. Diamnya Nabi saw. tersebut menunjukkan bahwa salat sunah qabliyah itu boleh dilakukan setelah salat fardu bagi yang belum sempat melaksanakannya sebelum salat fardu tersebut.
Kedudukan sunah ini menjadi sumber kedua dalam penetapan hukum Islam. Awalnya kita akan merujuk kepada Alquran. Namun, jika kita tidak menemukan hukum di dalamnya, maka kita merujuk kepada Sunah, dengan syarat sunah tersebut dengan sanad yang sahih.
Sementara tugas sunah adalah sebagai penjelas atas apa yang ada di dalam Alquran yang masih bersifat global atau umum. Dengan demikian maka sunah hadir sebagai perinci dari tata cara salat baik dari segi bacaannya maupun gerakannya. Sunah juga hadir sebagai penjelas tata cara haji dan ibadah-ibadah lainnya yang masih global penjelasannya di dalam Alquran. Sunah juga bertugas menjelaskan hukum yang tidak dibicarakan di dalam Alquran. Seperti haramnya memakai cincin emas dan menggunakan sutra bagi laki-laki.
Ketiga. Ijma’. Ijma’ adalah kesepakatan seluruh ulama mujtahid dari umat Nabi saw. di suatu masa atas hukum syariat. Oleh karena itu, kesepakatan mereka baik di masa sahabat atau setelahnya tentang suatu hukum dari hukum-hukum syariat, maka hal itu dinamakan ijma’, dan umat Muslim wajib melaksanakannya. Hal ini berdasarkan hadis riwayat Abu Basrah Al-Ghifari bahwa Rasulullah saw. bersabda: “
” سَأَلْتُ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ أَنْ لاَ يَجْمَعَ أُمَّتي عَلى ضَلالَةٍ فَأَعْطَانيها”.
Aku minta kepada Allah azza wajalla agar umatku tidak bersepakat tentang kesesatan, lalu Allah memberikannya kepadaku tentang hal itu. (HR. Ahmad).
Contoh ijma adalah kesepakatan para sahabat Nabi saw. tentang seorang kakek itu mendapatkan bagian waris seperenam dari tirkah jika bersama dengan anak laki-laki dan tidak adanya bapak.
Sehingga kedudukan ijma’ itu berada pada posisi ketiga sebagai rujukan atau sumber hukum Islam. Jika kita tidak menemukan hukum di dalam Alquran dan sunah, maka kita melihat, mengambil dan mengamalkan kesepakatan/ijma’ ulama tentang masalah tersebut.
Keempat. Qiyas. Qiyas adalah menyamakan suatu hal yang belum ditemukan hukum syariatnya dengan hal lain yang telah ada penjelasan hukumnya karena adanya suatu alasan yang sama antara keduanya. Qiyas merupakan alternatif setelah kita tidak menemukan hukum atas suatu masalah di dalam Alquran, sunah, maupun ijma’.
Adapun rukun atau komponen yang ada di dalam qiyas ada empat. Yakni masalah yang diqiyaskan (far’), masalah yang dijadikan rujukan qiyas (asl), hukum dari asl, dan adanya persamaan sebab (illat) antara far’dan asl.
Sedangkan contoh qiyas adalah tentang masalah khamr. Allah swt. telah tegas mengharamkan khamr di dalam Alquran. Sebab keharamannya adalah karena khamr memabukkan yang dapat menghilangkan kesadaran akal. Oleh karena itu, jika kita menemukan minuman lain meskipun berbeda label atau namanya, yakni tidak disebut khamr, tetapi disebut bir, wisky, narkoba dan lain sebagainya. Maka, jika kita menemukan minuman (dengan nama lain) tersebut memabukkan. Maka, hukumnya adalah haram, karena diqiyaskan/dianalogkan/disamakan dengan khamr. Hal ini disebabkan adanya unsur keharaman yang sama, yakni memabukkan. Di mana hal itu berada baik di minuman ini maupun di khamr. Wa Allahu A’lam bis Shawab.
https://bincangsyariah.com/khazanah/empat-sumber-hukum-fikih-islam/
Kirimkan Komentar yang membangun

Kondisi Masjid Apung di Kota Palu usai Diterjang Tsunami

Kirimkan Komentar yang membangun

Mesjid Terapung Kota Palu


Beginilah rupa Masjid Arkam Babu Rahman sebelum terkena tsunami. Masjid terapung yang juga jadi daya tarik wisatawan saat berkunjung ke Palu (Afif Farhan/detikTravel)
 Mesjid terapung di kota palu, menjadi ikon kota palu yang letaknya di pantai taman ria kota Palu sulawesi tengah.  Beginilah rupa Masjid Arkam Babu Rahman sebelum terkena tsunami. Masjid terapung yang juga jadi daya tarik wisatawan saat berkunjung ke Palu.  Mesjid ini sangat megah, menarik dan sejuk sehingga banyak jamaah berbondong-bondong datang setiap waktu shalat pardu berjamaah.  Saya sendiri baru satu kali mendatangi mesjid itu ssekitar tahun 2013. dan ternyata keadaaannya sekarang menjadi korban gempa berskala 7.4 SR. menurut info BMKG dan diterjang tsunami pada jumat sore.  sehingga menjadi keadaannya berubah seperti ini.





Gempa berkekuatan 7,4 SR mengguncang Donggala dan disusul tsunami di Palu pada Jumat (28/9) kemarin. Banyak bangunan rusak di palu, termasuk Masjid Arkam Babu Rahman yang juga dikenal sebagai masjid terapung (dok. istimewa)

Gempa berkekuatan 7,4 SR mengguncang Donggala dan disusul tsunami di Palu pada Jumat (28/9) kemarin. Banyak bangunan rusak di palu, termasuk Masjid Arkam Babu Rahman yang juga dikenal sebagai masjid terapung 

Kominfo: Korban Meninggal Gempa dan Tsunami Palu 405 Orang

Kominfo: Korban Meninggal Gempa dan Tsunami Palu 405 OrangSalakan, Data jumlah korban meninggal akibat gempa dan tsunami di Palu, Sulawesi Tengah, bertambah. Data terbaru menyebutkan jumlah korban tewas 405 orang.

"Jumlah korban meninggal yang terdata di sejumlah rumah sakit: 405 orang. Korban luka mencapai 150 orang," kata Plt. Kepala Biro Humas Kementerian Kominfo, Ferdinandus Setu, dalam keterangan tertulis, Sabtu (29/9/2018).

Data ini dipaparkan dalam rapat koordinasi yang dilakukan di tenda gubernuran Sulteng bersama Sulteng, Mendagri, dan BPBD Sulteng. Sejumlah pejabat melakukan tinjauan ke Palu di antaranya Menhub, Panglima TNI, Menkominfo, Menteri Sosial, Wakapolri.
Saat ini kondisi listrik mati total, sedangkan sambungan telepon selueler berfungsi di beberapa lokasi.

"Lebih dari 500 BTS tidak berfungsi akibat pasokan listrik dari PLN terhenti," katanya.

Selain itu banyak bangunan instansi dan lembaga rusak. Sementara akses menuju Palu sangat terbatas.

"Bandara Palu dibuka terbatas untuk kepentingan penanganan bencana," sambungya.

Dalam rakor di Palu, Menko Polhukam Wiranto meminta agar pemakaman korban meninggal dilakukan secara layak setelah diketahui identitasnya melalui DVI, face recognition, dan sidik jari.

Pencarian korban di puing-puing bangunan yang hancur akibat gampa dan terus dilanjutkan.

Sedangkan bantuan kemanusiaan untuk korban gempa akan dibelanjakan di Makassar dan akan diangkut dengan pesawat Hercules menuju Palu.

"Kementerian Sosial segera bangun Dapur Umum di 10 tempat pengungsian. Kementerian Kominfo diminta mempercepat pemulihan jalur komunikasi di Sulawesi Tengah," sambung Ferdinandus.
Sumber detik news.com

Kirimkan Komentar yang membangun

Senin, 06 Agustus 2018

keadilan sistem khilafah

Sistem Khilafah adalah sistem pemerintahan yang bersumber dari syariah Islam. Khilafah adalah ajaran Islam. Karena bersumber dari syariah Islam maka terpancar banyak kemaslahatan ketika Khilafah ditegakkan. Kemaslahatan Khilafah terpancar dengan baik, salah satunya dalam praktik bidang hukum dan peradilan. Siapa yang tak kenal Umar bin Khattob. Sosok Khalifah yang tegas dan berwibawa. Karakter yang melekat pada Umar lebih karena Umar senantiasa bersandar pada syariah Islam. Umar totalitas menerapkan syariah Islam, baik dalam konteks pribadi maupun dalam pelaksanaan roda pemerintahan ketika menjabat sebagai khalifah. Dalam buku The Great Leader of Umar bin al-Khaththab, Ibnul Jauzi meriwayatkan bahwa Amr Bin al-Ash pernah menerapkan sanksi hukum (had) minum khamr terhadap Abdurrahman bin Umar (Putra Khalifah Umar). Saat itu Amr bin Al-Ash menjabat sebagai gubernur Mesir. Biasanya, pelaksanaan sanksi hukum semacam ini diselenggarakan di sebuah lapangan umum di pusat kota. Tujuannya agar penerapan sanksi semacam ini memberikan efek jera bagi masyarakat. Namun. Amr bin al-Ash menerapkan hukuman terhadap putra Khalifah, yakni Abdurrahman bin Umar, justru bukan seperti tuntunan syariah yang ada, tetapi dilaksanakan di dalam sebuah rumah. Ketika informasi ini sampai kepada Umar, ia langsung melayangkan sepucuk surat kepada Amr bin al-Ash. Surat tersebut berbunyi: Dari hamba Allah, Umar, Amirul Mukminin, ditujukan kepada si pendurhaka, putra al-Ash. Aku heran terhadap tindakan Anda, wahai putra al-Ash. Aku juga heran terhadap kelancangan Anda terhadapku dan pengingkaran Anda terhadap perjanjianku. Aku telah mengangkat sebagai penggantimu dari orang-orang yang pernah ikut dalam Perang Badar. Mereka lebih baik dari Anda. Apakah Aku memilihmu untuk membangkangku? Aku perhatikan Anda telah menodai kepercayaanku. Aku berpendapat lebih baik mencopot jabatanmu. Anda telah mencambuk Abdurrahman bin Umar didalam rumahmu, sedangkan Anda sudah mengerti bahwa tindakan semacam ini menyalahi aturanku. Abdurrahman itu tidak lain adalah bagian dari rakyatmu. Anda harus memperlakukan dia sebagaimana Anda memperlakukan Muslim lainnya. Akan tetapi, Anda katakana, “Dia adalah putra Amirul Mukminin.” Anda sendiri sudah tahu bahwa tidak ada perbedaan manusia di mataku dalam hal-hal yang berkaitan dengan hak yang harus bagi Allah. Bila Anda telah menerima suratku ini maka suruh dia (Abdurrahman) mengenakan mantel yang lebar hingga dia tahu bahwa keburukan perbuatan yang telah dia ODNXNDQ 1 Setelah itu Abdurrahman digiring ke sebuah lapangan di pusat kota. Amr bin al-Ash lalu mencambuk Abdurrahman di depan publik. Riwayat ini juga dirawikan bin Saad dari bin az-Zubair, juga dirawikan Abd ar-Razzaq dengan sanad yang statusnya shahih dari Ibnu Umar.2 Begitulah sikap Khalifah Umar. Dengan berpegang pada syariah Islam, beliau mengimplementasikan bahwa setiap masyarakat mempunyai persamaan di hadapan hukum Islam. Tidak peduli dia putra Khalifah ataukah bukan. Ketika putranya sendiri melakukan kesalahan maka hukum Islam ditegakkan dan dilaksanakan. Tidak ada nepotisme dan intervensi hukum untuk menghapuskan permasalahan hukumnya apalagi meringankannya. Si tersangka (putra Amirul Mukminin) tetap mendapatkan hukuman sebagaimana kadar hukuman yang ada. Tidak berkurang sedikitpun. Lebih dahsyatnya lagi, Umar juga menghukum pejabat yang main mata dalam hukum. Amr bin al-Ash mendapat teguran keras dan hukuman yang setimpal atas kecerobohan dan kelalaian tindakannya tersebut. Syariah Islam tidak memberikan peluang sedikitpun nepotisme dan intervensi hukum atas nama keluarga pejabat atau pejabat pendukung rezim. Dalam kasus lain, Khalifah Umar juga memberlakukan hal yang sama. Jabalah adalah pemimpin terakhir Bani Ghassan yang tunduk kepada Imperium Romawi. Bani Ghassan tinggal di wilayah Syam di bawah kekuasaan Imperium Romawi. Penguasa Romawi selalu mendorong Bani Ghassan untuk mencaplok Jazirah Arabia, khususnya setelah Islam turun. Setelah wilayah-wilayah pembebasan Islam semakin luas dan pasukan kaum Muslim dapat mengalahkan Imperium Romawi maka kabilahkabilah Arab yang berada di wilayah Syam mengikrarkan diri masuk Islam. Pemimpin Bani Ghassan masuk Islam. Para pengikutnya juga turut masuk Islam. Jabalah, pemimpin Bani Ghassan, mengirimkan sepucuk surat kepada Khalifah Umar untuk meminta izin akan berkunjung ke Madinah. Khalifah Umar sangat senang dengan kabar keislaman Jabalah dan niat kunjungannya ke Madinah. Jabalah datang ke Madinah. Di sana ia tinggal dalam tempo cukup lama. Khalifah Umar menjamu dan menyambut dia dengan senang hati. Kemudian Jabalah ingin menunaikan Haji. Waktu tawaf di Ka’bah, sarung Jabalah diinjak oleh seorang laki-laki dari Bani Fazarah. Jabalah marah dan menempeleng laki-laki itu hingga tulang hidungnya patah. Laki-laki dari Bani Fazarah itu lalu menemui Khalifah Umar dan mengadukan apa yang dialaminya. Khalifah Umar lalu mengutus seorang utusan untuk memanggil Jabalah. Kemudian Khalifah Umar menanyakan tentang kejadian tersebut kepada Jabalah. Jabalah mengakui perbuatannya. Kemudian terlibatlah dialog berikut antara Khalifah Umar dan Jabalah: Umar: “Jabalah, mengapa Anda menganiaya saudaramu sendiri hingga tulang hidungnya sampai patah?” Jabalah: “Aku sudah cukup sabar terhadap tindakan si Badui itu. Sekiranya bukan karena kehormatan Ka’bah sudah ku congkel kedua mata si Badui itu.” Umar: “Anda telah mengakui perbuatan Anda. Sekarang mana yang Anda pilih, Anda meminta maaf kepada si Badui itu atau Aku laksanakan hukum qishash kepada Anda?” Jabalah: “Bagaimana Anda akan menerapkan hukuman itu pada saya. Bukanlah dia itu seorang rakyat jelata, sementara saya adalah seorang raja?” Umar: “Islam telah menyamakan kalian berdua.” Jabalah: “Amirul Mukminin, aku kira setelah aku masuk Islam, aku akan menjadi lebih mulia dibanding pada masa jahiliah.” Umar: “Buang jauh-jauh pemikiran semacam itu! Bila Anda tidak meminta maaf kepada orang itu, aku akan menjalani hukuman qishash pada Anda.” Jabalah: “Kalau begitu aku masuk Nasrani saja.” Umar: “Bila Anda masuk Nasrani maka akan kupenggal lehermu, karena Anda telah masuk Islam. Bila Anda murtad maka Anda akan kuperangi.” 3 Dari sikap Umar ini, Jabalah sadar bahwa membantah dan mengelak dari Umar tidak ada gunanya karena syariah Islam telah mengatur demikian. Jabalah selanjutnya memohon kepada Umar untuk memikirkan masalah ini sejenak. Umar mengizinkan Jabalah untuk pergi. Jabalah berpikir dan menemukan keputusan. Keputusan Jabalah tidak sesuai dengan keputusan Umar. Jabalah dan pengikutnya memutuskan untuk meninggalkan Makkah pada malam hari yang gelap gulita menuju Konstantinopel. Jabalah dan pengikutnya sampai di Konstantinopel dengan selamat. Sesampai di Konstantinopel Jabalah menyesali keputusannya tersebut. Terhadap penyesalannya, ia menyusun bait-bait syair yang sangat indah, di mana sejarah masih sering mengulang dan menceritakan hal ini. Begitulah indahnya syariah Islam jika ditegakkan melalui kontitusi negara. Keadilan hukum akan tegak. Semua masyarakat dengan berbagai macam status adalah sama kedudukannya dalam hukum Islam. WalLâhu a’lam bi ash-shawâb. [Abu Umam

Catatan kaki: 1 Ibnu al-Jauzi, Manaqib Amirul Mukminin, hlm. 235.
 2 Yahya Al Yahya, A- Khilâfah ar-Râsyidah wa ad-Dawlah al-Islâmiyah, hlm. 345. 
3 Ibnu Khaldun, 2/281. Riwayat ini dikutip dari Al-Qasimi, Nizhâm al-Hukm, 1/ 90
Kirimkan Komentar yang membangun

pendidik professional

Untuk menjadi guru yang memiliki sertifikat pendidik professional  pada dasarnya tidaklah terlalu rumit, cukup dengan memenuhi persyaratan administrasi yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang dalam masalah sertifikasi guru serta mengikuti ujian kompetensi guru, pelatihan atau prosedur lain yang diadakan oleh pihak penyelenggara.
Namun, untuk menjadi guru yang betul-betul profesional dan tampil secara optimal, kendala yang paling mungkin terjadi adalah dalam mengajar. Dapat melaksanakan pembelajaran dengan baik. Meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran. Mampu membelajarkan siswa melalui perannya sebagai motivator, fasilitator dan pembimbing dalam pembelajaran.
Guru yang optimal mengajar adalah pengajar dan pendidik yang menguasai dan menerapkan kompetensi dasar guru dalam melaksanakan pembelajaran.
Lalu, bagaimana caranya untuk menjadi guru yang tampil secara otimal dalam mengajar?
5 tips menjadi guru yang tampil secara otimal dalam mengajar di dalam kelas

1.Menguasai 4 kompetensi dasar

Yang paling utama dilakukan adalah menguasai konsep-konsep guru profesional sehingga tampil secara optimal. Kemudian secara berangsur-angsur dan berkesinambungan menerapkannnya dalam pembelajaran di kelas. 
Seperti diketahui ada 4 kompetensi dasar yang harus dikuasai guru, yaitu: kompetensi profesional, pedagogik, sosial dan kopetensi kepribadian.

2.Selalu belajar dan update informasi
Guru profesional perlu terus belajar, mengupdate informasi terbaru tentang tugas keguruan. Menambah wawasan pengetahuan melalui media massa, media cetak maupun elektronik, dan media jaringan. Dengan demikian guru tidak akan ketinggalan informasi terkini.
3.Disiplin dalam mengajar
Disiplin dalam mengajar adalah kunci sukses seorang guru dalam melaksanakan pembelajaran. Guru yang disiplin akan menjadi panutan bagi siswa sehingga siswa tidak mau main-main dalam belajar.
Dalam hal ini bukan sembarang disiplin, atau disiplin yang kaku. Melainkan disiplin yang menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi sekolah, karakter peserta didik dan lingkungan sosial sekolah.

4.Menguasai kelas dengan baik

Sukses mengajar seorang guru ditandai dengan keberhasilannya menguasai kelas dengan baik ketika mengajar. Guru profesional dan tampil optimal harus mampu mengelola kelas sehingga pembelajaran menjadi menyenangkan. Ujung-ujungnya kelas jadi mudah dikelola oleh guru.
5.Menguasai administrasi pembelajaran
Administrasi mengajar merupakan komponen penting dalam melaksanakan pembelajaran. Guru yang tampil optimal dalam mengajar harus mahir dalam merencanakan pembelajaran sampai mengevaluasi kegiatan pembelajaran. Hal itu dituangkan dalam buku perangkat pembelajaran yang aplikabel. diva pendidikan.....
Kirimkan Komentar yang membangun

[3in1] Iwan Fals, Ebiet G. Ade & Chrisye - Terbaik Dari Sang Legenda - H...


KATA EBIT, KITA HARUS TETAP SETIA,
 Kirimkan Komentar yang membangun

Rabu, 01 Agustus 2018

FULL ALBUM NISSA SABYAN SHOLAWAT TERBARU YA MAULANA | NISSA SABYAN DEEN ...


sejuk dihati sejuk dimata dengerin lagu ini ,,,udh cantik,,suaranya bgs,,mantaplah,
 Kirimkan Komentar yang membangun

Minggu, 29 Juli 2018

Tips Menghindari Suul Khatimah

Dikisahkan ada seorang ulama besar di masa Nabi Musa. Dia memiliki banyak pengikut dan doanya selalu diijabah Allah SWT. Para ulama menyebut dia memperoleh asma Allah yang agung, yang kalau dia sebutkan, Allah pasti mengijabah doanya. Setelah dia menjadi ulama besar, setelah dia memperoleh ayat-ayat Allah, setelah dia mengetahui nama Allah yang agung, kemudian di akhir hayatnya dia tertarik kepada dunia, lalu dia bergabung dengan Firaun.
Dia diminta berdoa untuk kecelakaan kaum nabi Musa. Berangkatlah dia ke sebuah tanah lapang untuk membacakan doa bersama untuk kecelakaan bagi nabi Musa. Waktu dia berangkat ke tanah lapang, dia mengendarai keledai. Ajaib keledai itu tidak mau berangkat. Dia mogok.
Walaupun dia pukuli keledainya, tetap ia tidak mau berjalan. Kemudian Allah membuat keledai itu berbicara: “Celaka kamu, kenapa kamu pukuli aku. Apakah kamu ingin aku mendatangi bersama kamu suatu tempat agar kamu mendoakan kejelekan bagi nabi Allah dan kaum mukminin.” Tidak henti-hentinya dipukuli keledai itu sampai akhirnya keledai itu mati.
Allah memberikan perumpamaan dengan keledai itu, untuk memberi pelajaran, bahwa seorang ulama yang bisa dibeli dengan dunia, ia menjual agamanya karena dunia, derajatnya lebih rendah dari keledai. Keledai yang ditungganginya bisa masuk surga tapi ulamanya masuk neraka.
Alquran memberikan perumpamaan ulama yang mengalami suul khatimah itu, dengan perumpamaan yang paling keras. Perumpamaan dia, kata Alquran seperti perumpamaan anjing, kalau kau serang dia, dia julurkan lidahnya; kalau kau tinggalkan dia, dia tetap julurkan lidahnya.
Akhir dari kisah perjalanan di dunia ini hanya ada dua macam, berakhir dengan baik atau berakhir dengan buruk. Karena itu yang menentukan keberhasilan dalam mencapai kebahagiaan di akhirat nanti adalah ujung amal-amal kita. Ali bin Abi Thalib pernah mengatakan, “Seluruh dunia ini tidak lain adalah kebodohan kecuali tempat-tempat ilmu. Dan seluruh ilmu itu dapat menjadi hujjah yang mencelakakan (di hari akhirat nanti) kecuali bila ilmu itu diamalkan.
Dan seluruh amal itu adalah riya kecuali yang dilakukan dengan ikhlas. Dan yang dilakukan dengan ikhlas pun berada di tepi bahaya yang besar sampai seorang hamba yakin akan akhir amal-amalnya.”Ucapan Imam Ali ini mengisyaratkan bahwa belum tentu orang yang salih sekalipun akan berakhir dengan baik dalam pencapaian amalnya. Ini artinya harus ada kehati-hatian dalam beramal agar tidak terjerumus ke dalam su’ul khatimah.
Untuk berlindung dari hal itu, hal pertama yang harus kita lakukan, menurut al-Ghazali adalah menghindari segenap perasaan cukup akan kesucian diri. Tidak merasa puas dan senantiasa merasa bahwa kita belum mencapai apa-apa dalam perjalanan mendekati Tuhan harus selalu dipupuk dalam sanubari kita. Jangan pernah sekalipun merasa diri yang paling benar dan menganggap orang lain sesat.
Kedua, kita harus memandang bahwa penyucian diri sebagai sebuah jalan tanpa ujung, proses tanpa batas. Setiap kali kita merasa cukup, ketahuilah bahwa kita belum cukup. Ketiga, kita mesti senantiasa merendah diri di hadapan Allah SWT dan memohon kepada-Nya agar kita diberi husnul khatimah, akhir yang baik. Permohonan ini seharusnya diucapkan dalam setiap doa yang kita panjatkan supaya Dia meneguhkan langkah-langkah kita.
Alquran bahkan mengajarkan doa supaya kita terhindar dari suul khatimah: Ya Allah, janganlah Kau gelincirkan hati kami setelah Kau beri petunjuk kepada kami, anugerahkanlah kepada kami kasih-sayang-Mu, sesungguhnya Kau Maha Pemberi Anugerah.
Kirimkan Komentar yang membangun

Tiga Ciri Orang yang Ikhlas dalam Beramal

Kita sering mendengar orang berkata dengan mudahnya:”kalau beramal itu harus ikhlas, agar amalnya diterima oleh Allah”. Padahal orang yang mengatakan demikian belum tentu ia masuk kategori ke dalam orang-orang yang ikhlas. Memang betul, kata ”Ikhlas” mudah diucapkan, namun susah dipraktikkan. Apa sebetulnya hakikat dari ikhlas itu sendiri?
Imam Qusyairi dalam kitab Arrisalah Al Qusyairiyah mengutip penjelasan gurunya yang menyatakan bahwa ikhlas adalah mengesakan Allah dalam ketaatan dengan tujuan untuk mendekatkan diri kepadaNya, tanpa ada embel-embel kepentingan lain yang berkaitan dengan manusia, atau ingin mencari pujian dan popularitas.Menurut Dzun Nun Al Misri, ada tiga ciri orang yang ikhlas dalam beramal, yaitu:
Pertama, ketika dipuji atau dihina, sikapnya sama saja, tak ada perbedaan dalam perilakunya.Kedua, melupakan amalan yang telah ia lakukan, ia tak mau mengingatnya lagi, seperti ketika telah memberi shadaqah atau bantuan kepada orang lain, maka ia tak mengungkitnya lagi, agar amalnya tak sirna gara-gara al mannu (menyebut kembali amalan yang telah dikerjakan atau diberikan).
Ketiga, melupakan pahala amal akhirat, sehingga ia berusaha beramal sebanyak-banyaknya, karena selalu merasa kurang, serta tak pernah membanggakan amalnya.
Menurut pendapat Imam Fudhail bin Iyadh: meninggalkan amalan karena manusia maka itu riya’ (pamer) namanya, sedangkan beramal dengan tujuan agar dipuji manusia, maka itu masuk kategori syirik, adapun ikhlas yaitu ketika Allah menyelamatkanmu dari keduanya.
Begitu juga Sahal bin Abdillah saat ditanya tentang sesuatu yang dirasa nafsu paling berat, beliau langsung menjawab dengan simple, yaitu ikhlas, karena tak ada kedudukan yang lebih tinggi dari itu. Berbeda dengan pendapat Hudzaifah Al Mura’syi, yang menyatakan bahwa ketika perilaku, perbuatan seorang hamba sudah sama lahir dan batinnya, baik di kala sendirian atau dalam suasana keramaian, maka kondisi seperti ini dinamakan ikhlas.Dari penjelasan di atas, untuk mecapai tingkatan (maqam) ikhlas dibutuhkan keseriusan, keyakinan yang tinggi, yang selalu dilatih, dipupuk tiap saat, agar tak kendor, dan teledor dari tujuan akhir manusia, yaitu bahwa salat, ibadah, hidup dan mati hanya tertuju untuk Allah sebagai Dzat yang menciptakan segalanya, serta yang patut disembah, dan ditaati. Ada beberapa hikmah yang terkandung dalam ikhlas, di antaranya:
Orang yang telah mencapai derajat keikhlasan yang tinggi, iblis tak mampu meggodanya, apalagi sampai menyesatkanya, hal ini seperti keterangan dalam Surat Al Hijr 39-40 yang berbunyi:
قَالَ رَبِّ بِمَا أَغْوَيْتَنِي لَأُزَيِّنَنَّ لَهُمْ فِي الْأَرْضِ وَلَأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ (39) إِلَّا عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ (40
Artinya: Iblis berkata: “Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan maksiat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya,(39) kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlis di antara mereka”.(40)
Imam Thobari dalam tafsirnya menjelaskan bahwa iblis bersumpah akan menggoda, dan menyesatkan semua manusia dari jalan kebenaran, ia merasa berat, tak mampu menggoda orang-orang yang ikhlas dalam segala amal perbuatannya. Imam Qurtubi mengutip hikayat dari Abu Tsumamah yang mengisahkan bahwa golongan Hawariyyin (para pengikut Nabi Isa yang beriman, dan membenarkan, dan mengikuti ajarannya) bertanya kepada Nabi Isa tentang tipe orang-orang yang ikhlas dalam beramal, Nabi Isa menjawab: yaitu orang yang beramal, berbuat kebaikan, tapi ia tak mencari pujian, popularitas dari manusia.
Orang yang ikhlas dalam beramal akan bertemu langsung dengan Allah, seperti penjelasan di Surat Al Kahfi Ayat 110:
قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِّثْلُكُمْ يُوحَىٰ إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَٰهُكُمْ إِلَٰهٌ وَاحِدٌ ۖ فَمَن كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
Artinya: Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: “Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa”. Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadat kepada Tuhannya”.(110)
Imam Ibnu Kasir menjelaskan bahwa ada dua syarat amal kebaikan akan diterima oleh Allah, pertama: amal perbuatan yang dilakukan harus sesuai tuntunan syariat Islam. Kedua, amal perbuatannya harus ikhlas karena Allah, bukan untuk kepentingan sesaat.
Semoga kita selalu dituntun oleh Allah agar selalu mendapat hidayah, dan dijadikan hamba yang ikhlas dalam beramal.
Kirimkan Komentar yang membangun

Belajar Ikhlas Dalam Beramal Dan Beribadah

Berbuat sesuatu diawali dengan niat, apakah itu niat baik atau niat tidak baik. Jika kita ingin mendapatkan ganjaran pahala dari apa yang akan kita kerjakan, maka tentu niatnya harus baik dulu, lalu kemudian niat baik itu dilaksanakan dengan ikhlas karena Allah Subhanahu wata’ala (lillahi ta’aala), bukan karena mengharapkan pujian dari manusia.
Setiap amal perbuatan baik yang kita lakukan akan memperoleh imbalan sesuai dengan tingkat kesulitannya. Semakin berat amalan itu untuk dilakukan maka pahalanyapun semakin besar. Karena pada sejatinya, saat kita berupaya secara maksimal untuk melaksanakan perintah Allah Subhanahu Wata’ala, saat itu pulalah kita sedang melakukan pertempuran yang maha dahsyat dengan menghadapi hawa nafsu.
Hawa nafsu adalah musuh yang amat berbahaya, selain karena dia tidak tampak saat menyerang. Dan hawa nafsu memiliki ribuan cara untuk mengelabuhi kita agar terperosok dalam hasutannya, bahkan terkadang dia mengelabuhi kita dengan asupan pahala yang justru kemudian untuk menyesatkan kita.
Dalam menyikapi tentang bahaya hawa nafsu ini Amirul Mukminm Ali bin Abi Thalib dalam Nahjul Balaghah nya berkata: “Sesungguhnya yang paling aku kuatirkan pada kalian adalah dua hal, yaitu taat hawa nafsu dan angan-angan panjang.”
Dan Allah pun memberi peringatan bagi kita tentang bahaya hawa nafsu dan konsekuensi bagi mereka yang terjebak dalam perangkap. Allah berfirman;
فَإِن لَّمْ يَسْتَجِيبُوا لَكَ فَاعْلَمْ أَنَّمَا يَتَّبِعُونَ أَهْوَاءهُمْ وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّنِ اتَّبَعَ هَوَاهُ بِغَيْرِ هُدًى مِّنَ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِي
“Maka jika mereka tidak Menjawab (tantanganmu) ketahuilah bahwa sesungguhnya mereka hanyalah mengikuti hawa nafsu mereka (belaka). Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikitpun. sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” [QS:Al-Qashas:50].
Melihat sifatnya seperti itu, maka tidak ada cara lain kecuali melawan dengan keras hawa nafsu.
Pertanyaannya, kenapa hawa nafsu harus dilawan?
Pertanyaan seperti ini memang jarang terdengar di telinga kita namun sesungguhnya amat penting untuk dijawab. Di antara alasannya adalah karena hawa nafsu itu datang dengan tujuan untuk menjauhkan hamba dengan Tuhannya, memisahkan perbuatan baik dari hakikatnya, menyamarkan sesuatu yang keji dengan topeng kebaikan, dan bahkan menyamarkan nurani dengana logika. Itulah alasannya, kenapa Allah selalu menyebut hawa nafsu sebagai suatu yang nista dalam Al-Quran.
Diakui atau tidak, melawan hawa nafsu memang amat berat, bahkabn lebih berat daripada berperang melawan orang kafir di medan laga, begitulah Rosulullah menyampaikan kepada salah satu sahabatnya.
Namun meski demikian, merupakan kewajiban kita sebagai seorang hamba untuk selalu waspada agar setiap amal baik kita diterima oleh Allah. Karena seperti apapun jenis amal baik kita jika didalam nya ada unsur nafsu yang terkadang merasuk dan bahkan mengganggu terhadap kemurnian ibadah kita maka amal baik itu tak ubahnya menulis diatas kertas hitam dengan menggunakan tinta yang berwarna hitam pula. Hawa nafsu datang dengan mengotori keikhlasan niat kita beramal baik, mengundang riya, sum’ah, takabbur dan seterusnya. Apa yang dihasilkan dari ibadah seperti itu? Tak ada lain terkecuali rasa capek.
Selanjutnya, dalam upaya melawan keberingasan nafsu ammaroh yang setiap kali datang mencampuri seriap perbuatan kita dalam segala aspek, kita dituntut untuk memurnikan niat kita dalam beribadah karena Allah, dalam Artian mengupayakan segala bentuk perbuatan sepnuh jiwa dan raga semata mata karena Allah. Dan inilah hakikat ibadah yang sebenarnya, yaitu saat seorang hamba mampu merefresentasikan amal baiknya dengan niat yang sebenarnya, sebagaimana Allah berfirman;
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاء وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus), dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus..” (QS Al-Bayyinah: 5).
Dan dari niat inilah ukuran keikhlasan seorang hamba bisa diketahui. Sebagaimana rosulullah bersabda “Sesungguhnya segala seuatu itu tergantung pada niatnya.” (HR. Muslim)
Beramal itu mudah, ikhlas itu Sulit
Banyak orang beranggapan bahwa shalat itu berat, tapi sebenarnya yang lebih berat itu bukan melakukan shalat, tapi mengikhlaskan niat dalam shalat. Kenapa ini bisa terjadi? Jawabannya adalah bahwa orang yang melaksanakan shalat secara ikhlas maka dia akan mampu menikmati indahnya shalat secara sempurna, karena dia melakukan shalat dengan khusyu’. Tidak hanya berbentuk amal jasadiyah tapi juga qolbiyah.
Allah berfirman dalam Al-Quran;
أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنسَوْنَ أَنفُسَكُمْ وَأَنتُمْ تَتْلُونَ الْكِتَابَ أَفَلاَ تَعْقِلُونَ
وَاسْتَعِينُواْ بِالصَّبْرِ وَالصَّلاَةِ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلاَّ عَلَى الْخَاشِعِينَ
الَّذِينَ يَظُنُّونَ أَنَّهُم مُّلاَقُوا رَبِّهِمْ وَأَنَّهُمْ إِلَيْهِ رَاجِعُونَ
“Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) berbakti, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, Padahal kamu membaca Al kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu berpikir?, Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. dan Sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’,(yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.” (QS. Al-Baqoroh : 44-46).
Begitulah Allah memberi tahukan kepada kita, bahwa berbuat baik itu memang mudah tapi memiliki niat yang baik karena Allah itulah yang amat sulit. Karena niat yang baik selalu dirongrongi oleh hawa nafsu, sehingga yang mulanya ikhlas kini menjadi riya. Dan ketahuilah bahwa riya’ adalah syirik kecil yang sangat ditakuti oleh Rosulullah.
Beramal baiklah sesuka hati, tapi ingatlah syaitan tidak akan menghalangi kita untuk melakukan kebaikan itu, justru dia datang dengan membawa rencana lain untuk kita lakukan.
Yang dia inginkan dari amal baik kita adalah terpisahnya antara amal baik itu dengan niat. Yang pada awalnya kita shalat karena Allah, kini berubah menjadi shalat karena orang lain. Bisa karena bos, karena martua, karena wanita dan karena karena yang lain.
Mudah-mudahan kita bisa ikhlas dalam beramal semata-semata karena Allah, aamiin
Sumber  : webarsyam.wordpress.com/2015/06/18/belajar-ikhlas-dalam-beramal-dan-beribadah/
Kirimkan Komentar yang membangun