Senin, 26 September 2016

Biografi Sahabat Nabi, Sa’id Bin Zaid : Data-Data Pribadi Dan Keturunannya Yang Penuh Berkah (Seri 13)


1. Ayahnya Zaid bin Amru bin Nufail

Zaid adalah orang yang paling bijaksana di Quraisy, paling bersih pikirannya, dan paling tinggi pemikirannya, serta paling suci fitrahnya. Dia orang yang paling menjaga kebersihan diri, dan satu diantara mereka yang mempunyai kepribadian yang lurus, yang meninggalkan agama quraisy, mencampakan berhala-berhala dan menjauhkan diri dari kemusyrikan. Ia memilih untuk mengikuti agama Ibrahim Alaihissalam, dan sangat menantikan diutusnya seorang Nabi dari keturunan IsmailAlaihissalam. Namun kematian menghalanginya untuk mencapai cita-citanya tersebut. Ia wafat lima tahun sebelum kenabian, (Dan Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam telah melihatnya di surga, memohonkan ampun baginya, dan memintakan rahmat  Allah untuknya).
Al-Bukhari meriwayatkan dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu’anhuma, “Bahwasanya NabiShallallahu’alaihi wa Sallam pernah bertemu Zaid bin Amru bin Nufail di bawah Baldah (sebuah lembah yang terletak di jalan antara Tan’im dan Mekah), sebelum turunnya wahyu. Kemudian diberikan kepada Nabi sebuah makanan, namun beliau menolak untuk memakannya (makanan tersebut berasal dari orang-orang quraisy yang diberikan kepada Nabi Shallallahu’alaihi wa Sallam, namun beliau menolak untuk memakannya. Kemudian Nabi Shallallahu’alaihi wa Sallammemberikannya kepada Zaid bin Amru, dan diapun menolak untuk memakannya). Lalu Zaid berkata, “Aku tidak akan memakan apa yang kalian sembelih untuk patung-patung kalian, dan aku tidak akan memakan kecuali yang disebut nama Allah padanya.” Zaid bin Amru sering mencela Quraisy atas sembelihan-sembelihan mereka, dan berkata, “Kambing itu diciptakan oleh Allah yang menurunkan air dari langit untuknya, dan menumbuhkan tumbuhan dari bumi untuknya. Kemudian kalian menyembelihnya tanpa menyebut nama Allah!”. Ini dilakukannya sebagai sebuah pengingkaran atas perbuatan Quraisy tersebut, dan betapa ia melihat hal itu sebagai perkara yang sangat besar.
Al-Bukhari juga meriwayatkan dari Ibnu Umar, “Bahwasanya Zaid bin Amru bin Nufail pergi menuju Syam untuk mencari sebuah agama yang akan ia ikuti, ia bertemu dengan seorang ulama yahudi, dan bertanya tentang agama mereka, ia berkata, “Sungguh, siapa tahu aku akan memeluk agama kalian, maka beritahukanlah kepadamu.” Ia menjawab, “Engkau tidak akan memeluk agama kami, sampai engkau mendapatkan bagianmu kemurkaan dari Allah.” Zaid berkata, “Justru dari kemurkaan Allah-lah aku lari, dan aku tidak akan pernah membawa kemurkaan Allah selamanya, dan bagaimana mungkin aku bisa? Dapatkah engkau menunjukkan padaku agama lain?” ia menjawab, “Tidak ada lagi yang aku ketahui, kecuali sebuah agama yang lurus.” Zaid bertanya, “Dan apa itu agama yang lurus?” Ia menjawab, “Tidak ada lagi yang aku ketahui, kecuali sebuah agama yang lurus.” Zaid bertanya, “Dan apa itu agama yang lurus?” Ia menjawab, “Agama Ibrahim, dia bukanlah seorang yahudi atau nasrani, dan dia hanya menyembah Allah.” Zaid pun pergi melanjutkan perjalanan dan bertemu dengan seorang ulama nasrani. Ia pun bertanya hal yang sama. Dan ia menjawab, “Engkau tidak akan memeluk agama kami, sampai engkau mendapatkan laknat dari Allah.” Zaid berkata, “Justru laknat dari Allah-lah aku lari, dan aku tidak akan pernah membawa laknat dan kemurkaan Allah selamanya, dan bagaimana mungkin aku bisa? Dapatkah engkau menunjukkan padaku agama lain?” Ia menjawab, “Tidak ada lagi yang aku ketahui, kecuali sebuah agama yang lurus.” Zaid bertanya, “Dan apa itu agama yang lurus?” Ia menjawabm “Agama ibrahim, dia bukanlah seorang yahudi atau nasrani, dia hanya menyembah Allah.” Ketika Zaid mendengar apa yang mereka katakan tentang Ibrahim Alaihissalam, ia keluar. Dan ketika berada di luar, dia mengangkat kedua tangannya dan berkata, “Ya Allah, sesungguhnya aku bersaksi bahwa aku memeluk agama Ibrahim.”
Al-Bukhari meriwayatkan dan sekaligus mengomentari, dan dilanjutkan oleh Ibnu Sa’ad dan yang lainnya, dari Asma binti Abu Bakar Radhiyallahu’anhuma, berkata, “Aku pernah melihat Zaid bin Amru berdiri, menyandarkan punggungnya di Ka’bah, dan berkata, “Wahai orang-orang Quraisy, demi Allah, tak seorangpun di antara kalian yang memeluk agama Ibrahim selainku,” Zaid adalah seorang yang senantiasa menolong anak-anak wanita yang akan dikuburkan hidup-hidup oleh orang tua mereka. Ketika ada seseorang yang akan membunuh anak perempuannya, ia berkata, “Janganlah kau bunuh dia, aku yang akan mencukupkan kebutuhannya untukmu.” Lalu ia mengambil anak tersebut. Dan apabila anak tersebut mulai tumbuh besar, ia akan berkata kepada ayahnya, “Kalau engkau mau maka aku akan mengembalikannya kepadamu, atau kalau kau mau, aku hanya akan mencukupkan kebutuhannya.”
Ibnu Sa’ad, Al-Fakihi, dan Ibnu Asakir meriwayatkan dari Amir bin Rabiah, ia berkata, “Zaid bin Amru berkata kepadaku, sungguh aku telah menyelisi kaumku, dan aku telah mengikuti agama Ibrahim dan ismail, dan apa yang telah mereka sembah, dan mereka shalat dengan menghadap kiblat ini. Aku sedang menunggu seorang nabi yang akan diutus dari keturunan Ismail, namun aku merasa tidak akan dapat mendapatkannya. Tapi aku beriman kepadanya, membenarkannya, dan bersaksi bahwa ia adalah seorang Nabi. Kalau nanti umurmu panjang maka sampaikanlah salamku kepadanya.” Amir berkata, “Ketika aku masuk Islam, aku memberitahukan kepada Nabi Shallallahu’alaihi wa Sallamtentangnya. Dan beliau membalas salamnya, mendoakannya, dan berkata “Sungguh aku telah melihatnya di surga menarik ujung bajunya.”
An-Nasa’i meriwayatkan dari Asma binti Abu Bakar, bahwasanya Nabi Shallallahu’alaihi wa Sallammenyebutkan nama Zaid bin Amru bin Nufail dan bersabda, “Dia akan dibangkitkan pada hari kiamat sendirian sebagai sebuah umat, antara Aku dan Isa.”
Dan Ibnu Asakir meriwayatkan dengan sanad hasan dari Aisyah, dari Nabi Shallallahu’alaihi wa Sallam“aku memasuki surga dan melihat Zaid bin Amru bin Nufail mempunyai dua pohon yang sangat besar.”

2. Ibunya

Fathimah binti Ba’jah, dari Bani Khuza’ah

3. Saudari Perempuannya

Atikah binti Zaid, istri dari Zubair bin Awwam, dan telah diceritakan tentangnya sebelumnya

4. Istri-istrinya

  1. Fathimah binti Khaththab, Sebagian menyebutnya, Ramlah dan yang lain memanggilnya Ummu Jamil. Dia adalah seorang shahabiyah yang mengagumkan. Adik dari Al-Faruq dan masuk Islam sebelumnya. Bahkan dialah penyebab masuk Islamnya Umar, sehingga dia memeluk Islam di rumahnya Radhiyallahu’anhuma. Dia adalah satu di antara wanita yang pertama kali masuk Islam. Tidak ada yang mendahuluinya selain ummul mukminin Khadijah. Dan dikatakan, sebelum Khadijah dan Ummul Fadhl istri dari Abbas bin Abdul Muththalib.
  1. Hazmah binti Qais bin Khalid Al-Fihriyyah, seorang shahabiyah, saudari dari Fathimah binti Qais dan Adh-Dhahhak bin Qais.
  2. Jalisah binti Suwaidh bin Ash-Shamit
  3. Umamah binti Ad-Dujaij, dari Ghassan
  4. Dhimk binti Al-Ashbagh Al-Kalbiyyah
  5. Ummu Basyir binti Abu Mas’ud Al-Anshari
  6. Ummul Aswad, dan binti Qurbah, mereka berdua dari Bani Taghlib
  7. Dan Ummu Khalid, ummu walad.

5. Anak-anaknya

Disebutkan bahwa Sa;id memeilih tiga puluh empat anak, lima belas laki-laki dan sembilan belas perempuan
Adapun yang laki-laki adalah Abdullah Al-Akbar, Abdullah Al-Ash-ghar, Abdurrahman Al-Akbar, Abdurrahman Al-Ashghar, Ibrahim Al-Akbar, Ibrahim Al-Ashghar, Amru Al-Akbar, Amru Al-Ashghar, Muhammad, Thalhah, Khalid, Zaid, Al-Aswad, Umar, dan Hisyam.
Dan yang perempuan adalah Ummul Hasan Al-Kubra, Ummul Hasan Ash-Shughra, Ummu Habib Al-Kubra, Ummu Habib Ash-Shughra, Ummu Zaid Al-Kubra, ummum Zaid Ash-Shughra, Aisyah, Atikah, Hafshah, Zainab, Ummu Salamah, Ummu Musa, Ummu Sa’id Ummu An-Nu’man, Ummu Khalid, Ummu Shalih, Ummu Abdul Haula’. Zajlah, dan Asma.
Keturunannya berada di Kufah, dan tidak ada lagi anak keturunannya yang berada di Madinah.
Asma adalah seorang shahabiyah, dan tidak diragukan bahwa beberapa anaknya juga adalah seorang shahabat. Sa’id telah menikah sejak awal dakwah Islam dimulai dan mendampingi NabiShallallahu’alaihi wa Sallam selama dua puluh tiga tahun. Maka tidak masuk akal kalau seluruh anak-anaknya lahir setelah wafatnya Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam.
Tidak diketahui adanya anak-anak Sa’id yang menjadi ulama, dan mungkin ini menjadi salah satu sebab tidak adanya pembahasan tentang mereka.
Selamat bagi Sa’id atas kebersamaannya yang panjang dan penuh berkah bersama RasulullahShallallahu’alaihi wa Sallam, dan pembelaannya atas beliau, serta jihadnya di baah panji beliau. Kemudian selamat baginya bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam telah memberikan kabar gembira dengan surga. Dan bersaksi baginya bahwa ia termasuk mereka yang jujur, dan saat beliau wafat, beliau ridha kepadanya.
S e l e s a i . . .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar