Rabu, 04 Maret 2020

Pejuang

*PEJUANG MINIMALIS*
Yang penting masih disebut pejuang lah...

by al faqir abu zaid

Tanpa kita sadari seringkali dalam dakwah ini kita mengambil porsi MINIMALIS. Tentu saja dengan berbagai alasan pembenar. Utamanya yang paling sering terdengar adalah alasan sibuk. Khususnya lagi sibuk urus dunia. Sibuk nyari duit alias sibuk kerja. Akibatnya aktivitas dakwah kita ala kadarnya saja. Sekedar agar masih bisa disebut pejuang Syariah dan Khilafah. Sekedar masih diakui sebagai bagian dari komunitas pejuang. Itu saja.

*Ciri paling pokok pejuang MINIMALIS*

Minimal waktu. Ini yang paling sering terjadi. Inilah penyebab pokok mengapa bisa menjadi pejuang MINIMALIS. Mengapa? Karena waktu merupakan modal paling penting untuk berjuang. Minim waktu berarti Minim segalanya.

Ketika kita sediakan pengorbanan waktu minim untuk berjuang maka pengorbanan yang lain pastinya akan otomatis Ikut ikutan minim. Karena minim waktu maka lumrahnya pengorbanan tenaga, pikiran,  uang bahkan resiko pun ikutan minim. Apa yang bisa kita harapkan dari *Seorang pejuang* yang dalam sepekan kerja 6 hari dan dakwah hanya dua jam itupun ngaji doang? Yang pasti yah dia masih diakui dan disebut pejuang. Itu saja. Tanpa kontribusi untuk kemajuan perjuangan sama sekali.

Sibuk kerja, itu alasan klisenya. Padahal, kalo mau sedikit berpikir normal, coba tanya pada diri sendiri, siapa yang meyuruh kita sibuk? Siapa yang mengharuskan kita sibuk? Maka jawabannya yang pasti adalah diri kita sendiri. Bukan orang lain.
Karena kita sendirilah yang memilih Pekerjaan tsb dan kita sendirilah yang menentukan seberapa besar kadar waktu untuk bekerja.

Tidak ada yang salah sama sekali dengan kita bekerja. Apalagi sebagai suami dan ayah memang kita wajib bekerja mencari nafkah. Jika Pekerjaan itu normal, misalnya mulai jam 8 pagi pulang jam 5 sore tiap hari pun masih ok. Artinya malam hari masih bisa melaksanakan kewajiban dakwah. Ngaji, kontak, ngisi daurah, buat konten video dll. Waktu yang masih sangat longgar bukan?

Namun jika kerja atau usaha pagi sampai sore di kantor atau pasar. Malam masih buka warung di rumah. Atau nambah lagi dengan ngojek dll sehingga waktu abis tanpa sempat dakwah kecuali ngaji dua jam sepekan. maka dengan alasan apa kita masih ingin disebut sebagai seorang pejuang ?

Ada lagi misalnya kita seorang dokter. Pagi sampai sore di rumah sakit...malam masih praktek di rumah atau tempat lain. Sehingga ga ada waktu lagi untuk aktivitas dakwah...

Ada lagi misalnya kita seorang guru atau Dosen, pagi sampai siang di sekolah atau kampus terus malam masih ngajar kursus dll...

Atau misal kita seorang pekerja bangunan yang mborong mbangun rumah. Tiap hari lembut supaya rumah cepat jadi karena mau ngajar proyek berikutnya. Bahkan ngaji seminggu sekalipun akhirnya lewat.

Maka dengan sengaja kita sendirilah yang membuat diri sibuk sehingga tidak ada waktu tersisa untuk dakwah. Kecuali dua jam sepekan. Kejamnya lagi, setelah sengaja sibuk kemudian menjadikan sibuk tsb sebagai alasan untuk tidak optimal berjuang. Dengan alasan sibuk (yang dibuat sendiri) maka kita sering menolak amanah dakwah. Sungguh alasan yang sangat tidak pantas bagi orang berakal.

*tipuan dunia*

Alasan paling utama mereka yang memaksa diri sibuk adalah mengajar kebutuhan dunia. Anak sekolah atau mondok di sekolah atau pondok favorit butuh biaya besar. Operasional mobil dan kebutuhan rumah tangga lain butuh biaya besar. Kalau biaya makan minum sih standar saja. Trus pertanyaan nya, siapa yg milih gaya hidup yang mahal tersebut? Pastinya kita sendiri Bukan? Trus mengapa kesalahan sendiri dipakai untuk alasan menolak kewajiban? Aneh bukan?

Lalu, apakah mereka yang hidupnya pas pasan tapi optimal berjuang tidak ingin anak anaknya bisa sekolah dibsekolah Bagus yang mahal? Atau kuliah di kampus ternama dengan biaya selangit? Atau anaknya mondok di pondok mahal karena dikenal hebat? Pastinya ingin juga kan? Namun mereka memilih anaknya sekolah, mondok dan kuliah di tempat yang mereka mampu bayar. Bukan tempat yang sekedar sesuai keinginan. Mereka sengaja memilih Pekerjaan atau usaha yang mempermudah bagi mereka untuk optimal dakwah.

*Ditunggangi atau menunggangi?*

Betapa banyak manusia yang binasa karena fitnah dunia. Sedikit manusia yg selamat melewati fitnah dunia. Apa bedanya? Apa kuncinya?

Maka kunci paling penting agar kita tidak ditunggangi dunia adalah, untuk urusan dunia pilihlah yang mudah pilih yang ringan jangan sekalipun memilih yang sulit lagi berat.

Pekerjaan pilihlah yang mudah. Mudah dikerjakan, mudah diatur dan mudah utk dikompromikan dengan dakwah. Aplagi kalo kita kerja sendiri. Punya usaha sendiri. Maka akan sangat mudah diatur bukan?

Gaya hidup pun pilihlah yang ringan. Rumah, kendaraan, sekolah dan kuliah anak pilihlah yang ringan. Sehingga kita tidak seperti dikejar-kejar setan karena beban hidup yang berat Diluar kemampuan. Atau mampu tapi dengan konsekuensi menjadi pejuang MINIMALIS karena tuntutan gaya hidup.

Disinilah kita harus memilih. Menunggangi dunia atau ditunggangi dunia. Jadi, agar tidak menjadi pejuang MINIMALIS? Tunggangilah dunia jangan sekali kali kita ditunggangi dunia. Selamat berjuang Sob, semoga kita selamat dari posisi pejuang MINIMALIS...aamiin.

Kirimkan Komentar yang membangun

Tidak ada komentar:

Posting Komentar