Jihad jalan kami,
oleh Embun Tarbiyah
Allahu goyatuna (Allah tujuan kami), Muhammad qudwatuna (Muhammad tauladan kami), Al Quran dusturuna (Al Qur’an penuntun kami), Jihad sabiluna (Jihad jalan kami), Syahid asma ’amalina(Syahid cita kami tertinggi).
Itu adalah lima semboyan kaum muslimin yang perlu kita segarkan kembali. Banyak orang yang ragu-ragu atau tidak berani mengaplikasikannya terutama untuk dua point terakhir. Hanya menjadi muslim yang duduk, bukan menjadi muslim pejuang.
Ada seorang akh yang punya cita-cita seperti Khalid bin Walid. Dia ingin jika suatu saat nanti Allah memanggilnya, dia tidak sedang berada di atas tempat tidur atau di rumah sakit karena sakit, tetapi ketika sedang menjalankan amanah dakwah. Beranikah kita bercita-cita seperti itu? Tentu saja cita-cita butuh usaha biar ga sekedar mimpi…
Banyak orang yang memandang hidup ini sebuah perjalanan. Manusia-manusia yang berada di dalamnya adalah musafir. Ia hanya sebentar saja melewati fase dunia ini. Kepentingannya yang utama adalah mengumpulkan perbekalan untuk memudahkan perjalanan selanjutnya yang lebih panjang dan melelahkan. Demikian pula Islam memandang kehidupan. Dan Allah menegaskan perbekalan yang paling baik disiapkan adalah ketakwaan (QS. 2: 197). Pelaksanaan kelima semboyan tersebut menjadi parameter ketaqwaan seorang hamba. Kita pasti meyakini Allah sebagai Rabb. Kita tentu bersaksi Muhammad teladan kita. Kita jelas mengakui Al-Qur’an pedoman hidup kita. Namun apakah kita sudah menjadikan jihad sebagai komitmen harian kita dan syahid sebagai cita-cita tertinggi kita.
Jika kita tersadar dari tidur malam, kita belum memiliki orientasi seperti itu maka komitmen tersebut hanya sebatas semboyan.
Jihad sebagai jalan kehidupan menuntut sebuah komitmen perjuangan. Semakin besar keberpihakan kita kepada kehidupan yang bersih berarti semakin besar nilai jihad tersebut.
Apabila kondisi tersebut mengiringi semua kehidupan kita maka demikianlah jihad sebagai jalan kehidupan.
Sa’id Hawwa dalam bukunya, Membina Angkatan Mujahid, menuliskan bahwa peringkat pertama jihad adalah pengingkaran dengan hati dan peringkat terakhirnya adalah berperang di jalan Allah. Diantara keduanya terdapat jihad dengan pena, tangan, dan lisan berupa kta-kta yang benar di hadapan penguasa yang zalim.
Bagaimanakah kehiupan kita dengan komitmen jihad tersebut? Sudahkah kita mengupayakan kehidupan yang bersih untuk diri kita, keluarga kita? Sudahkah semua manah berupa jabatan kita tegakkan di atas komitmen kebenaran? Sudahkah emosi kemarahan kita tersulut diiringi dengan kebencian hati yang besar melihat semua konspirasi menghancurkan Islam. Jika belum darisinilah kita memulainya.
Imam Hasan Al Banna berkata, ”Yang saya maksud dengan jihad adalah sebuah kewajiban yang hukumnya tetap hingga hari kiamat. Ini merupakan kandungan dari apa yang disabdakan oleh Rasulullah SAW, ”Barangsiapa mati, sedangkan ia belum pernah berperang atau berniat untuk berperang, maka ia mati dalam keadaan jahiliyah.
Dengan demikian jelas bagi kita bahwa jihad menjadi jalan kehidupan karena kedudukannya sebagai kewajiban. Allah SWT berfirman, ”Berjihadlah di jalan Allah dengan sebenar-benar jihad.” (QS.Al-Hajj:78). Semakin jelas bagi kita untuk memahami slogan abadi ”Jihad adalah jalan kami”
Jika itu semua kita terapkan dalam kehidupan, maka kematian kapanpun datangnya sekedar sebagai seremonial menyematkan gelar syahid untuk diri kita. Setelah itu tuntaslah cita-cita tertinggi yang kita idamkan.
Niatkan seluruh aktifitas kita sehari-hari sebagai jihad di jalan Allah, ketika belajar, kuliah, bekerja, dakwah, syuro’, menulis,, silaturahim, dll. Tanamkan diri kita untuk punya cita-cita syahid di jalan Allah.
Referensi: Majalah Al Izzah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar