Tesis utama yang disampaikan oleh Harun Nasution menyatakan bahwa
munculnya cabang-cabang teologi dalam Islam didorong oleh persoalan
politik.
Aliran-aliran teolog Islam awal ada 4 yaitu: Al-Khawarij, Al-Murjiah, Al Qadariyah, dan Al Jabariyah. Keempat aliran pemikiran ini merupakan “siklus reaksi-aksi dan reaksi”.
Aliran-aliran teolog Islam awal ada 4 yaitu: Al-Khawarij, Al-Murjiah, Al Qadariyah, dan Al Jabariyah. Keempat aliran pemikiran ini merupakan “siklus reaksi-aksi dan reaksi”.
1. Aliran Khawarij adalah reaksi terhadap perang Shiffin (Juli 657 M)
yang melibatkan kelompok khalifah al-khulafa ur Rasyidin ke-4 Ali bin
Abi Thalib dan Gubenur Damaskus Muawiyah bin Abi Sufyan. Dalam
mengakhiri perang keduanya bersepakat menyelesaikannya dengan jalan
tahkim (arbitrase). Hasil arbitrase tersebut dinilai menyimpang dari
Islam dan mendorong munculnya pemikiran kaum Al-Khawarij. Inti pemikiran
tersebut adalah baik golongan Ali maupun Muawiyah telah menyimpang dari
Islam dan karena itu tidak berhak menyatakan diri sebagai bagian diri
dari kaum muslim.
2. Aliran Murjiah lahir dengan gagasan pokok menetralisasikan
radikalisme al Khawarij dengan berpendapat bahwa kendatipun seseorang
telah berdosa besar, sekali menjadi mukmin ia akan tetap berada di dalam
Islam.
3. Aliran Qadiriyah, lahir sebagai perwujudan dari tesis dan anti
tesis pemikiran kedua di atas. Aliran Qadiriyah ini seakan-akan
menemukan konvergensinya. Pendapat aliran Qadiriyah bahwa manusia secara
total tidak tergantung kepada Allah. Manusia bertanggung jawab atas
perbuatannya sendiri sementara Allah hanya memberi petunjuk-petunjuk
umum tentang hal-hal yang benar dan salah.
4. Aliran Jabariyah lahir sebagai anti tesis dari aliran qadiriyah
yang terkesan menekankan independensi total manusia dari intervensi
harian Tuhan yang dianggap radikal. Tesis utama Jabariyah bahwa manusia
tidak mempunyai kekuasaan apapun kecuali ditentukan oleh Allah. oleh
karena itu bukan saja manusia tidak berhak menyatakan seseorang telah
berbuat dosa, melainkan juga segala kebajikan dan keburukan seseorang
berasal dari Allah semata-mata. kontra dengan Qadiriyah, aliran ini
menganut paham fatalisme radikal.
siklus aksi reaksi yang melahirkan empat aliran inilah yang tampaknya
memberikan dasar-dasar fundamental pemikiran Islam. Ujung besar dari
siklus ini melahirkan aliran MUKTAZILAH. Dalam perkembangannya, Al
Muktazilah mampu mengembangkan struktur argumen yang didasarkan pada
akal/rasio secara canggih, gagasan awalnya diformulasikan kaum
Qadiriyah.
Apa yang kita tangkap dari siklus aksi reaksi pemikiran Islam
tersebut? kita melihat pantulan pengaruh agama atas pemikiran dan
membentuk sistem sikap dan struktur mental manusia. Dapat dikatakan
hingga kini agama telah menjadi variabel independen dalam menyusun dan
membentuk persepsi manusia untuk memperlakukan diri dan dunia di
sekelilingnya.
Pertanyaan penting yang perlu diajukan adalah jenis pengaruh apakah yang melahirkan pemikiran Islam tersebut di atas?
Hal ini mengingat reaksi pertama atas peristiwa politik yang melahirkan pemikiran Al Khawarij pada 657M tersebut berselang kurang dari tiga dekade setelah Nabi Muhammad wafat (632M). kelahiran Al Khawarij berada di ujung masa Khulafaur Rasyidin (632 – 661). Saat itu setting dan struktur tatanan spiritual dan ekonomi politik serta sosial masyarakat kala itu sudah berkembang sedemikian rupa. Dalam konteks keagamaan, kehadiran Allah dan Muhammad telah begitu tertanam di dalam struktur kesadaran kolektif masyarakat.
Hal ini mengingat reaksi pertama atas peristiwa politik yang melahirkan pemikiran Al Khawarij pada 657M tersebut berselang kurang dari tiga dekade setelah Nabi Muhammad wafat (632M). kelahiran Al Khawarij berada di ujung masa Khulafaur Rasyidin (632 – 661). Saat itu setting dan struktur tatanan spiritual dan ekonomi politik serta sosial masyarakat kala itu sudah berkembang sedemikian rupa. Dalam konteks keagamaan, kehadiran Allah dan Muhammad telah begitu tertanam di dalam struktur kesadaran kolektif masyarakat.
Diantara kedua itu terdapat Al quran. Dalam struktur relasional, Al
Quran menjadi media antara Allah dengan manusia melalui Muhammad. Secara
fungsional, teks spiritual ini bukan saja merupakan kitab suci
melainkan juga sebagai sumber hukum absolut. Dengan tiga hal; Allah,
Muhammad dan Al Quran merupakan bangunan dasar spiritual bagi
terbentuknya sebuah masyarakat.
Dari segi non agama, pengaruh politik dan militer Islam telah sangat
ekspansif ke luar jazirah semenanjung Arab. Dalam kesadaran kolektif
suku-suku Arab utama yang memeluk agama baru ini, pertumbuhan dan
perkembangan politik Islam tersebut adalah tak berpreseden dan karena
itu bersifat watershed yang memisahkan secara diametral sejarah masa
sebelum Islam dengan masa kini. Bergabung dengan kemantapan tatanan
keagamaan di atas, fenomena luar biasa ini dikerangkai Goitein dalam
perspektif religious-based political entity.
“It had often been said that Muhammad created The Arab nation,
that by his prophetical leadership he transformed a motley group of
unruly and mutually hostile tribes into a cohesive and orderly
community. In this respect, Muhammad and the Arabs have been compared to
Moses and the ancient the Israelites.”on this very day, say Moses in
the Book of Deuteronomy, to the children of Israel you have become a
people to the Lord, your God. In other word, through the relevation
separate tribes were converted into a spiritual and, in due cource, a
political unit.”
Abdul Aziz mengartikan terbentuknya bangsa Arab dan kesatuan politik
berdasarkan kesamaan agama ini sebagai penanda atau diikuti oleh
lahirnya lembaga politik baru apa yang disebutnya sebagai chiefdom.
Chiefdom merupakan pengejawantahan institusionalisasi otoritas politik
pasca sistem hubungan sosial egaliter seperti yang tampak pada
masyarakat kesukuan.Dalam arti lain, Abdul Aziz menekankan bahwa
sepanjang kepemimpinan Muhammad di Madinah (622 – 632 M) organisasi
politik masyarakat Arab tidak lagi didasarkan pada struktur “republik
kesukuan” yang egaliter. Melainkan walaupun belum sampai pada tingkat
negara/state, telah menjadi organisasi berstruktur hierarkis dan
ditandai oleh adanya a simple division of labour. Disini menurut Abdul
Aziz, Muhammad menjadi pimpinan chiefdom terutama pasca atau didasarkan
pada hasil Mitsaaak al Madinah (Piagam Madinah) yang terjadi pada 620-an
M.
Melalui terbentuknya pemerintahan model chiefdom inilah transformasi
politik dan struktur sosial terjadi. Dengan otoritas sebagai pemimpin
agama, Muhammad mengkonsentrasikan kekuasaan dan kepemimpinan ke dalam
tangannya dan karena itu, secara gradual terjadi likuidasi pengaruh
struktur relasi al ‘ashabiyah al’qabaliyah, yaitu loyalitas kolektif
didasarkan pada keanggotaan sebuah suku. Bersamaan dengan itu, melalui
ketetapan agama, “otonomi individual” ditekankan terutama yang berkaitan
dengan tanggung jawab perbuatan pribadi, baik semasa hidup maupun di
akhirat.
Kini, supremasi kekuasaan Islam dalam membentuk geopolitik tak lagi
berkinerja. Bukan saja otoritas-otoritas politik masyarakat-masyarakat
non muslim telah terstruktur dalam negara-bangsa (nation-state),
melainkan juga otoritas-otoritas politik masyarakat-masyarakat muslim
(yang dalam nomenklatur masa lalu disebut dar al-Islam) telah terbagi
ke dalam negara-bangsa, dengan tapal batas dan hak-hak kewenangan yang
tegas.
Dalam konteks perubahan sosial diluar kontrol umat Islam, kita
menemukan Jejak struktural untuk merumuskan pemikiran Islam alternatif
yang berpijak pada realitas otoritas-otoritas politik dan kekuasaan
kekinian, yang telah jauh berubah dibandingkan dengan masa Khawarij dan
aliran-aliran pemikiran Islam lainnya.
Pengantar Fachry Ali
dalam SEJARAH PEMIKIRAN ISLAM
Teologi – Kalam
dalam SEJARAH PEMIKIRAN ISLAM
Teologi – Kalam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar