Senin, 06 Agustus 2018

keadilan sistem khilafah

Sistem Khilafah adalah sistem pemerintahan yang bersumber dari syariah Islam. Khilafah adalah ajaran Islam. Karena bersumber dari syariah Islam maka terpancar banyak kemaslahatan ketika Khilafah ditegakkan. Kemaslahatan Khilafah terpancar dengan baik, salah satunya dalam praktik bidang hukum dan peradilan. Siapa yang tak kenal Umar bin Khattob. Sosok Khalifah yang tegas dan berwibawa. Karakter yang melekat pada Umar lebih karena Umar senantiasa bersandar pada syariah Islam. Umar totalitas menerapkan syariah Islam, baik dalam konteks pribadi maupun dalam pelaksanaan roda pemerintahan ketika menjabat sebagai khalifah. Dalam buku The Great Leader of Umar bin al-Khaththab, Ibnul Jauzi meriwayatkan bahwa Amr Bin al-Ash pernah menerapkan sanksi hukum (had) minum khamr terhadap Abdurrahman bin Umar (Putra Khalifah Umar). Saat itu Amr bin Al-Ash menjabat sebagai gubernur Mesir. Biasanya, pelaksanaan sanksi hukum semacam ini diselenggarakan di sebuah lapangan umum di pusat kota. Tujuannya agar penerapan sanksi semacam ini memberikan efek jera bagi masyarakat. Namun. Amr bin al-Ash menerapkan hukuman terhadap putra Khalifah, yakni Abdurrahman bin Umar, justru bukan seperti tuntunan syariah yang ada, tetapi dilaksanakan di dalam sebuah rumah. Ketika informasi ini sampai kepada Umar, ia langsung melayangkan sepucuk surat kepada Amr bin al-Ash. Surat tersebut berbunyi: Dari hamba Allah, Umar, Amirul Mukminin, ditujukan kepada si pendurhaka, putra al-Ash. Aku heran terhadap tindakan Anda, wahai putra al-Ash. Aku juga heran terhadap kelancangan Anda terhadapku dan pengingkaran Anda terhadap perjanjianku. Aku telah mengangkat sebagai penggantimu dari orang-orang yang pernah ikut dalam Perang Badar. Mereka lebih baik dari Anda. Apakah Aku memilihmu untuk membangkangku? Aku perhatikan Anda telah menodai kepercayaanku. Aku berpendapat lebih baik mencopot jabatanmu. Anda telah mencambuk Abdurrahman bin Umar didalam rumahmu, sedangkan Anda sudah mengerti bahwa tindakan semacam ini menyalahi aturanku. Abdurrahman itu tidak lain adalah bagian dari rakyatmu. Anda harus memperlakukan dia sebagaimana Anda memperlakukan Muslim lainnya. Akan tetapi, Anda katakana, “Dia adalah putra Amirul Mukminin.” Anda sendiri sudah tahu bahwa tidak ada perbedaan manusia di mataku dalam hal-hal yang berkaitan dengan hak yang harus bagi Allah. Bila Anda telah menerima suratku ini maka suruh dia (Abdurrahman) mengenakan mantel yang lebar hingga dia tahu bahwa keburukan perbuatan yang telah dia ODNXNDQ 1 Setelah itu Abdurrahman digiring ke sebuah lapangan di pusat kota. Amr bin al-Ash lalu mencambuk Abdurrahman di depan publik. Riwayat ini juga dirawikan bin Saad dari bin az-Zubair, juga dirawikan Abd ar-Razzaq dengan sanad yang statusnya shahih dari Ibnu Umar.2 Begitulah sikap Khalifah Umar. Dengan berpegang pada syariah Islam, beliau mengimplementasikan bahwa setiap masyarakat mempunyai persamaan di hadapan hukum Islam. Tidak peduli dia putra Khalifah ataukah bukan. Ketika putranya sendiri melakukan kesalahan maka hukum Islam ditegakkan dan dilaksanakan. Tidak ada nepotisme dan intervensi hukum untuk menghapuskan permasalahan hukumnya apalagi meringankannya. Si tersangka (putra Amirul Mukminin) tetap mendapatkan hukuman sebagaimana kadar hukuman yang ada. Tidak berkurang sedikitpun. Lebih dahsyatnya lagi, Umar juga menghukum pejabat yang main mata dalam hukum. Amr bin al-Ash mendapat teguran keras dan hukuman yang setimpal atas kecerobohan dan kelalaian tindakannya tersebut. Syariah Islam tidak memberikan peluang sedikitpun nepotisme dan intervensi hukum atas nama keluarga pejabat atau pejabat pendukung rezim. Dalam kasus lain, Khalifah Umar juga memberlakukan hal yang sama. Jabalah adalah pemimpin terakhir Bani Ghassan yang tunduk kepada Imperium Romawi. Bani Ghassan tinggal di wilayah Syam di bawah kekuasaan Imperium Romawi. Penguasa Romawi selalu mendorong Bani Ghassan untuk mencaplok Jazirah Arabia, khususnya setelah Islam turun. Setelah wilayah-wilayah pembebasan Islam semakin luas dan pasukan kaum Muslim dapat mengalahkan Imperium Romawi maka kabilahkabilah Arab yang berada di wilayah Syam mengikrarkan diri masuk Islam. Pemimpin Bani Ghassan masuk Islam. Para pengikutnya juga turut masuk Islam. Jabalah, pemimpin Bani Ghassan, mengirimkan sepucuk surat kepada Khalifah Umar untuk meminta izin akan berkunjung ke Madinah. Khalifah Umar sangat senang dengan kabar keislaman Jabalah dan niat kunjungannya ke Madinah. Jabalah datang ke Madinah. Di sana ia tinggal dalam tempo cukup lama. Khalifah Umar menjamu dan menyambut dia dengan senang hati. Kemudian Jabalah ingin menunaikan Haji. Waktu tawaf di Ka’bah, sarung Jabalah diinjak oleh seorang laki-laki dari Bani Fazarah. Jabalah marah dan menempeleng laki-laki itu hingga tulang hidungnya patah. Laki-laki dari Bani Fazarah itu lalu menemui Khalifah Umar dan mengadukan apa yang dialaminya. Khalifah Umar lalu mengutus seorang utusan untuk memanggil Jabalah. Kemudian Khalifah Umar menanyakan tentang kejadian tersebut kepada Jabalah. Jabalah mengakui perbuatannya. Kemudian terlibatlah dialog berikut antara Khalifah Umar dan Jabalah: Umar: “Jabalah, mengapa Anda menganiaya saudaramu sendiri hingga tulang hidungnya sampai patah?” Jabalah: “Aku sudah cukup sabar terhadap tindakan si Badui itu. Sekiranya bukan karena kehormatan Ka’bah sudah ku congkel kedua mata si Badui itu.” Umar: “Anda telah mengakui perbuatan Anda. Sekarang mana yang Anda pilih, Anda meminta maaf kepada si Badui itu atau Aku laksanakan hukum qishash kepada Anda?” Jabalah: “Bagaimana Anda akan menerapkan hukuman itu pada saya. Bukanlah dia itu seorang rakyat jelata, sementara saya adalah seorang raja?” Umar: “Islam telah menyamakan kalian berdua.” Jabalah: “Amirul Mukminin, aku kira setelah aku masuk Islam, aku akan menjadi lebih mulia dibanding pada masa jahiliah.” Umar: “Buang jauh-jauh pemikiran semacam itu! Bila Anda tidak meminta maaf kepada orang itu, aku akan menjalani hukuman qishash pada Anda.” Jabalah: “Kalau begitu aku masuk Nasrani saja.” Umar: “Bila Anda masuk Nasrani maka akan kupenggal lehermu, karena Anda telah masuk Islam. Bila Anda murtad maka Anda akan kuperangi.” 3 Dari sikap Umar ini, Jabalah sadar bahwa membantah dan mengelak dari Umar tidak ada gunanya karena syariah Islam telah mengatur demikian. Jabalah selanjutnya memohon kepada Umar untuk memikirkan masalah ini sejenak. Umar mengizinkan Jabalah untuk pergi. Jabalah berpikir dan menemukan keputusan. Keputusan Jabalah tidak sesuai dengan keputusan Umar. Jabalah dan pengikutnya memutuskan untuk meninggalkan Makkah pada malam hari yang gelap gulita menuju Konstantinopel. Jabalah dan pengikutnya sampai di Konstantinopel dengan selamat. Sesampai di Konstantinopel Jabalah menyesali keputusannya tersebut. Terhadap penyesalannya, ia menyusun bait-bait syair yang sangat indah, di mana sejarah masih sering mengulang dan menceritakan hal ini. Begitulah indahnya syariah Islam jika ditegakkan melalui kontitusi negara. Keadilan hukum akan tegak. Semua masyarakat dengan berbagai macam status adalah sama kedudukannya dalam hukum Islam. WalLâhu a’lam bi ash-shawâb. [Abu Umam

Catatan kaki: 1 Ibnu al-Jauzi, Manaqib Amirul Mukminin, hlm. 235.
 2 Yahya Al Yahya, A- Khilâfah ar-Râsyidah wa ad-Dawlah al-Islâmiyah, hlm. 345. 
3 Ibnu Khaldun, 2/281. Riwayat ini dikutip dari Al-Qasimi, Nizhâm al-Hukm, 1/ 90
Kirimkan Komentar yang membangun

pendidik professional

Untuk menjadi guru yang memiliki sertifikat pendidik professional  pada dasarnya tidaklah terlalu rumit, cukup dengan memenuhi persyaratan administrasi yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang dalam masalah sertifikasi guru serta mengikuti ujian kompetensi guru, pelatihan atau prosedur lain yang diadakan oleh pihak penyelenggara.
Namun, untuk menjadi guru yang betul-betul profesional dan tampil secara optimal, kendala yang paling mungkin terjadi adalah dalam mengajar. Dapat melaksanakan pembelajaran dengan baik. Meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran. Mampu membelajarkan siswa melalui perannya sebagai motivator, fasilitator dan pembimbing dalam pembelajaran.
Guru yang optimal mengajar adalah pengajar dan pendidik yang menguasai dan menerapkan kompetensi dasar guru dalam melaksanakan pembelajaran.
Lalu, bagaimana caranya untuk menjadi guru yang tampil secara otimal dalam mengajar?
5 tips menjadi guru yang tampil secara otimal dalam mengajar di dalam kelas

1.Menguasai 4 kompetensi dasar

Yang paling utama dilakukan adalah menguasai konsep-konsep guru profesional sehingga tampil secara optimal. Kemudian secara berangsur-angsur dan berkesinambungan menerapkannnya dalam pembelajaran di kelas. 
Seperti diketahui ada 4 kompetensi dasar yang harus dikuasai guru, yaitu: kompetensi profesional, pedagogik, sosial dan kopetensi kepribadian.

2.Selalu belajar dan update informasi
Guru profesional perlu terus belajar, mengupdate informasi terbaru tentang tugas keguruan. Menambah wawasan pengetahuan melalui media massa, media cetak maupun elektronik, dan media jaringan. Dengan demikian guru tidak akan ketinggalan informasi terkini.
3.Disiplin dalam mengajar
Disiplin dalam mengajar adalah kunci sukses seorang guru dalam melaksanakan pembelajaran. Guru yang disiplin akan menjadi panutan bagi siswa sehingga siswa tidak mau main-main dalam belajar.
Dalam hal ini bukan sembarang disiplin, atau disiplin yang kaku. Melainkan disiplin yang menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi sekolah, karakter peserta didik dan lingkungan sosial sekolah.

4.Menguasai kelas dengan baik

Sukses mengajar seorang guru ditandai dengan keberhasilannya menguasai kelas dengan baik ketika mengajar. Guru profesional dan tampil optimal harus mampu mengelola kelas sehingga pembelajaran menjadi menyenangkan. Ujung-ujungnya kelas jadi mudah dikelola oleh guru.
5.Menguasai administrasi pembelajaran
Administrasi mengajar merupakan komponen penting dalam melaksanakan pembelajaran. Guru yang tampil optimal dalam mengajar harus mahir dalam merencanakan pembelajaran sampai mengevaluasi kegiatan pembelajaran. Hal itu dituangkan dalam buku perangkat pembelajaran yang aplikabel. diva pendidikan.....
Kirimkan Komentar yang membangun

[3in1] Iwan Fals, Ebiet G. Ade & Chrisye - Terbaik Dari Sang Legenda - H...


KATA EBIT, KITA HARUS TETAP SETIA,
 Kirimkan Komentar yang membangun

Rabu, 01 Agustus 2018

FULL ALBUM NISSA SABYAN SHOLAWAT TERBARU YA MAULANA | NISSA SABYAN DEEN ...


sejuk dihati sejuk dimata dengerin lagu ini ,,,udh cantik,,suaranya bgs,,mantaplah,
 Kirimkan Komentar yang membangun

Minggu, 29 Juli 2018

Tips Menghindari Suul Khatimah

Dikisahkan ada seorang ulama besar di masa Nabi Musa. Dia memiliki banyak pengikut dan doanya selalu diijabah Allah SWT. Para ulama menyebut dia memperoleh asma Allah yang agung, yang kalau dia sebutkan, Allah pasti mengijabah doanya. Setelah dia menjadi ulama besar, setelah dia memperoleh ayat-ayat Allah, setelah dia mengetahui nama Allah yang agung, kemudian di akhir hayatnya dia tertarik kepada dunia, lalu dia bergabung dengan Firaun.
Dia diminta berdoa untuk kecelakaan kaum nabi Musa. Berangkatlah dia ke sebuah tanah lapang untuk membacakan doa bersama untuk kecelakaan bagi nabi Musa. Waktu dia berangkat ke tanah lapang, dia mengendarai keledai. Ajaib keledai itu tidak mau berangkat. Dia mogok.
Walaupun dia pukuli keledainya, tetap ia tidak mau berjalan. Kemudian Allah membuat keledai itu berbicara: “Celaka kamu, kenapa kamu pukuli aku. Apakah kamu ingin aku mendatangi bersama kamu suatu tempat agar kamu mendoakan kejelekan bagi nabi Allah dan kaum mukminin.” Tidak henti-hentinya dipukuli keledai itu sampai akhirnya keledai itu mati.
Allah memberikan perumpamaan dengan keledai itu, untuk memberi pelajaran, bahwa seorang ulama yang bisa dibeli dengan dunia, ia menjual agamanya karena dunia, derajatnya lebih rendah dari keledai. Keledai yang ditungganginya bisa masuk surga tapi ulamanya masuk neraka.
Alquran memberikan perumpamaan ulama yang mengalami suul khatimah itu, dengan perumpamaan yang paling keras. Perumpamaan dia, kata Alquran seperti perumpamaan anjing, kalau kau serang dia, dia julurkan lidahnya; kalau kau tinggalkan dia, dia tetap julurkan lidahnya.
Akhir dari kisah perjalanan di dunia ini hanya ada dua macam, berakhir dengan baik atau berakhir dengan buruk. Karena itu yang menentukan keberhasilan dalam mencapai kebahagiaan di akhirat nanti adalah ujung amal-amal kita. Ali bin Abi Thalib pernah mengatakan, “Seluruh dunia ini tidak lain adalah kebodohan kecuali tempat-tempat ilmu. Dan seluruh ilmu itu dapat menjadi hujjah yang mencelakakan (di hari akhirat nanti) kecuali bila ilmu itu diamalkan.
Dan seluruh amal itu adalah riya kecuali yang dilakukan dengan ikhlas. Dan yang dilakukan dengan ikhlas pun berada di tepi bahaya yang besar sampai seorang hamba yakin akan akhir amal-amalnya.”Ucapan Imam Ali ini mengisyaratkan bahwa belum tentu orang yang salih sekalipun akan berakhir dengan baik dalam pencapaian amalnya. Ini artinya harus ada kehati-hatian dalam beramal agar tidak terjerumus ke dalam su’ul khatimah.
Untuk berlindung dari hal itu, hal pertama yang harus kita lakukan, menurut al-Ghazali adalah menghindari segenap perasaan cukup akan kesucian diri. Tidak merasa puas dan senantiasa merasa bahwa kita belum mencapai apa-apa dalam perjalanan mendekati Tuhan harus selalu dipupuk dalam sanubari kita. Jangan pernah sekalipun merasa diri yang paling benar dan menganggap orang lain sesat.
Kedua, kita harus memandang bahwa penyucian diri sebagai sebuah jalan tanpa ujung, proses tanpa batas. Setiap kali kita merasa cukup, ketahuilah bahwa kita belum cukup. Ketiga, kita mesti senantiasa merendah diri di hadapan Allah SWT dan memohon kepada-Nya agar kita diberi husnul khatimah, akhir yang baik. Permohonan ini seharusnya diucapkan dalam setiap doa yang kita panjatkan supaya Dia meneguhkan langkah-langkah kita.
Alquran bahkan mengajarkan doa supaya kita terhindar dari suul khatimah: Ya Allah, janganlah Kau gelincirkan hati kami setelah Kau beri petunjuk kepada kami, anugerahkanlah kepada kami kasih-sayang-Mu, sesungguhnya Kau Maha Pemberi Anugerah.
Kirimkan Komentar yang membangun

Tiga Ciri Orang yang Ikhlas dalam Beramal

Kita sering mendengar orang berkata dengan mudahnya:”kalau beramal itu harus ikhlas, agar amalnya diterima oleh Allah”. Padahal orang yang mengatakan demikian belum tentu ia masuk kategori ke dalam orang-orang yang ikhlas. Memang betul, kata ”Ikhlas” mudah diucapkan, namun susah dipraktikkan. Apa sebetulnya hakikat dari ikhlas itu sendiri?
Imam Qusyairi dalam kitab Arrisalah Al Qusyairiyah mengutip penjelasan gurunya yang menyatakan bahwa ikhlas adalah mengesakan Allah dalam ketaatan dengan tujuan untuk mendekatkan diri kepadaNya, tanpa ada embel-embel kepentingan lain yang berkaitan dengan manusia, atau ingin mencari pujian dan popularitas.Menurut Dzun Nun Al Misri, ada tiga ciri orang yang ikhlas dalam beramal, yaitu:
Pertama, ketika dipuji atau dihina, sikapnya sama saja, tak ada perbedaan dalam perilakunya.Kedua, melupakan amalan yang telah ia lakukan, ia tak mau mengingatnya lagi, seperti ketika telah memberi shadaqah atau bantuan kepada orang lain, maka ia tak mengungkitnya lagi, agar amalnya tak sirna gara-gara al mannu (menyebut kembali amalan yang telah dikerjakan atau diberikan).
Ketiga, melupakan pahala amal akhirat, sehingga ia berusaha beramal sebanyak-banyaknya, karena selalu merasa kurang, serta tak pernah membanggakan amalnya.
Menurut pendapat Imam Fudhail bin Iyadh: meninggalkan amalan karena manusia maka itu riya’ (pamer) namanya, sedangkan beramal dengan tujuan agar dipuji manusia, maka itu masuk kategori syirik, adapun ikhlas yaitu ketika Allah menyelamatkanmu dari keduanya.
Begitu juga Sahal bin Abdillah saat ditanya tentang sesuatu yang dirasa nafsu paling berat, beliau langsung menjawab dengan simple, yaitu ikhlas, karena tak ada kedudukan yang lebih tinggi dari itu. Berbeda dengan pendapat Hudzaifah Al Mura’syi, yang menyatakan bahwa ketika perilaku, perbuatan seorang hamba sudah sama lahir dan batinnya, baik di kala sendirian atau dalam suasana keramaian, maka kondisi seperti ini dinamakan ikhlas.Dari penjelasan di atas, untuk mecapai tingkatan (maqam) ikhlas dibutuhkan keseriusan, keyakinan yang tinggi, yang selalu dilatih, dipupuk tiap saat, agar tak kendor, dan teledor dari tujuan akhir manusia, yaitu bahwa salat, ibadah, hidup dan mati hanya tertuju untuk Allah sebagai Dzat yang menciptakan segalanya, serta yang patut disembah, dan ditaati. Ada beberapa hikmah yang terkandung dalam ikhlas, di antaranya:
Orang yang telah mencapai derajat keikhlasan yang tinggi, iblis tak mampu meggodanya, apalagi sampai menyesatkanya, hal ini seperti keterangan dalam Surat Al Hijr 39-40 yang berbunyi:
قَالَ رَبِّ بِمَا أَغْوَيْتَنِي لَأُزَيِّنَنَّ لَهُمْ فِي الْأَرْضِ وَلَأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ (39) إِلَّا عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ (40
Artinya: Iblis berkata: “Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan maksiat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya,(39) kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlis di antara mereka”.(40)
Imam Thobari dalam tafsirnya menjelaskan bahwa iblis bersumpah akan menggoda, dan menyesatkan semua manusia dari jalan kebenaran, ia merasa berat, tak mampu menggoda orang-orang yang ikhlas dalam segala amal perbuatannya. Imam Qurtubi mengutip hikayat dari Abu Tsumamah yang mengisahkan bahwa golongan Hawariyyin (para pengikut Nabi Isa yang beriman, dan membenarkan, dan mengikuti ajarannya) bertanya kepada Nabi Isa tentang tipe orang-orang yang ikhlas dalam beramal, Nabi Isa menjawab: yaitu orang yang beramal, berbuat kebaikan, tapi ia tak mencari pujian, popularitas dari manusia.
Orang yang ikhlas dalam beramal akan bertemu langsung dengan Allah, seperti penjelasan di Surat Al Kahfi Ayat 110:
قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِّثْلُكُمْ يُوحَىٰ إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَٰهُكُمْ إِلَٰهٌ وَاحِدٌ ۖ فَمَن كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
Artinya: Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: “Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa”. Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadat kepada Tuhannya”.(110)
Imam Ibnu Kasir menjelaskan bahwa ada dua syarat amal kebaikan akan diterima oleh Allah, pertama: amal perbuatan yang dilakukan harus sesuai tuntunan syariat Islam. Kedua, amal perbuatannya harus ikhlas karena Allah, bukan untuk kepentingan sesaat.
Semoga kita selalu dituntun oleh Allah agar selalu mendapat hidayah, dan dijadikan hamba yang ikhlas dalam beramal.
Kirimkan Komentar yang membangun

Belajar Ikhlas Dalam Beramal Dan Beribadah

Berbuat sesuatu diawali dengan niat, apakah itu niat baik atau niat tidak baik. Jika kita ingin mendapatkan ganjaran pahala dari apa yang akan kita kerjakan, maka tentu niatnya harus baik dulu, lalu kemudian niat baik itu dilaksanakan dengan ikhlas karena Allah Subhanahu wata’ala (lillahi ta’aala), bukan karena mengharapkan pujian dari manusia.
Setiap amal perbuatan baik yang kita lakukan akan memperoleh imbalan sesuai dengan tingkat kesulitannya. Semakin berat amalan itu untuk dilakukan maka pahalanyapun semakin besar. Karena pada sejatinya, saat kita berupaya secara maksimal untuk melaksanakan perintah Allah Subhanahu Wata’ala, saat itu pulalah kita sedang melakukan pertempuran yang maha dahsyat dengan menghadapi hawa nafsu.
Hawa nafsu adalah musuh yang amat berbahaya, selain karena dia tidak tampak saat menyerang. Dan hawa nafsu memiliki ribuan cara untuk mengelabuhi kita agar terperosok dalam hasutannya, bahkan terkadang dia mengelabuhi kita dengan asupan pahala yang justru kemudian untuk menyesatkan kita.
Dalam menyikapi tentang bahaya hawa nafsu ini Amirul Mukminm Ali bin Abi Thalib dalam Nahjul Balaghah nya berkata: “Sesungguhnya yang paling aku kuatirkan pada kalian adalah dua hal, yaitu taat hawa nafsu dan angan-angan panjang.”
Dan Allah pun memberi peringatan bagi kita tentang bahaya hawa nafsu dan konsekuensi bagi mereka yang terjebak dalam perangkap. Allah berfirman;
فَإِن لَّمْ يَسْتَجِيبُوا لَكَ فَاعْلَمْ أَنَّمَا يَتَّبِعُونَ أَهْوَاءهُمْ وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّنِ اتَّبَعَ هَوَاهُ بِغَيْرِ هُدًى مِّنَ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِي
“Maka jika mereka tidak Menjawab (tantanganmu) ketahuilah bahwa sesungguhnya mereka hanyalah mengikuti hawa nafsu mereka (belaka). Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikitpun. sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” [QS:Al-Qashas:50].
Melihat sifatnya seperti itu, maka tidak ada cara lain kecuali melawan dengan keras hawa nafsu.
Pertanyaannya, kenapa hawa nafsu harus dilawan?
Pertanyaan seperti ini memang jarang terdengar di telinga kita namun sesungguhnya amat penting untuk dijawab. Di antara alasannya adalah karena hawa nafsu itu datang dengan tujuan untuk menjauhkan hamba dengan Tuhannya, memisahkan perbuatan baik dari hakikatnya, menyamarkan sesuatu yang keji dengan topeng kebaikan, dan bahkan menyamarkan nurani dengana logika. Itulah alasannya, kenapa Allah selalu menyebut hawa nafsu sebagai suatu yang nista dalam Al-Quran.
Diakui atau tidak, melawan hawa nafsu memang amat berat, bahkabn lebih berat daripada berperang melawan orang kafir di medan laga, begitulah Rosulullah menyampaikan kepada salah satu sahabatnya.
Namun meski demikian, merupakan kewajiban kita sebagai seorang hamba untuk selalu waspada agar setiap amal baik kita diterima oleh Allah. Karena seperti apapun jenis amal baik kita jika didalam nya ada unsur nafsu yang terkadang merasuk dan bahkan mengganggu terhadap kemurnian ibadah kita maka amal baik itu tak ubahnya menulis diatas kertas hitam dengan menggunakan tinta yang berwarna hitam pula. Hawa nafsu datang dengan mengotori keikhlasan niat kita beramal baik, mengundang riya, sum’ah, takabbur dan seterusnya. Apa yang dihasilkan dari ibadah seperti itu? Tak ada lain terkecuali rasa capek.
Selanjutnya, dalam upaya melawan keberingasan nafsu ammaroh yang setiap kali datang mencampuri seriap perbuatan kita dalam segala aspek, kita dituntut untuk memurnikan niat kita dalam beribadah karena Allah, dalam Artian mengupayakan segala bentuk perbuatan sepnuh jiwa dan raga semata mata karena Allah. Dan inilah hakikat ibadah yang sebenarnya, yaitu saat seorang hamba mampu merefresentasikan amal baiknya dengan niat yang sebenarnya, sebagaimana Allah berfirman;
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاء وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus), dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus..” (QS Al-Bayyinah: 5).
Dan dari niat inilah ukuran keikhlasan seorang hamba bisa diketahui. Sebagaimana rosulullah bersabda “Sesungguhnya segala seuatu itu tergantung pada niatnya.” (HR. Muslim)
Beramal itu mudah, ikhlas itu Sulit
Banyak orang beranggapan bahwa shalat itu berat, tapi sebenarnya yang lebih berat itu bukan melakukan shalat, tapi mengikhlaskan niat dalam shalat. Kenapa ini bisa terjadi? Jawabannya adalah bahwa orang yang melaksanakan shalat secara ikhlas maka dia akan mampu menikmati indahnya shalat secara sempurna, karena dia melakukan shalat dengan khusyu’. Tidak hanya berbentuk amal jasadiyah tapi juga qolbiyah.
Allah berfirman dalam Al-Quran;
أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنسَوْنَ أَنفُسَكُمْ وَأَنتُمْ تَتْلُونَ الْكِتَابَ أَفَلاَ تَعْقِلُونَ
وَاسْتَعِينُواْ بِالصَّبْرِ وَالصَّلاَةِ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلاَّ عَلَى الْخَاشِعِينَ
الَّذِينَ يَظُنُّونَ أَنَّهُم مُّلاَقُوا رَبِّهِمْ وَأَنَّهُمْ إِلَيْهِ رَاجِعُونَ
“Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) berbakti, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, Padahal kamu membaca Al kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu berpikir?, Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. dan Sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’,(yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.” (QS. Al-Baqoroh : 44-46).
Begitulah Allah memberi tahukan kepada kita, bahwa berbuat baik itu memang mudah tapi memiliki niat yang baik karena Allah itulah yang amat sulit. Karena niat yang baik selalu dirongrongi oleh hawa nafsu, sehingga yang mulanya ikhlas kini menjadi riya. Dan ketahuilah bahwa riya’ adalah syirik kecil yang sangat ditakuti oleh Rosulullah.
Beramal baiklah sesuka hati, tapi ingatlah syaitan tidak akan menghalangi kita untuk melakukan kebaikan itu, justru dia datang dengan membawa rencana lain untuk kita lakukan.
Yang dia inginkan dari amal baik kita adalah terpisahnya antara amal baik itu dengan niat. Yang pada awalnya kita shalat karena Allah, kini berubah menjadi shalat karena orang lain. Bisa karena bos, karena martua, karena wanita dan karena karena yang lain.
Mudah-mudahan kita bisa ikhlas dalam beramal semata-semata karena Allah, aamiin
Sumber  : webarsyam.wordpress.com/2015/06/18/belajar-ikhlas-dalam-beramal-dan-beribadah/
Kirimkan Komentar yang membangun

Ikhlas dalam beramal

💖 Menurut sebagian pakar, ikhlas bermakna shafa' (bening), dari perkataan shafa 'al-qalb (beningnya hati) lantaran orang ikhlas adalah orang yang hatinya bening atau bersih.
Menurut Imam Ghazali, ikhlas bermakna shidq-u al-niyyah fi al-'amal (niat yang benar dalam bekerja atau beribadah). Ini berarti, setiap amal dan kebaikan haruslah dilakukan karena Allah SWT.
Tanpa ketulusan, maka semua kebaikan yang kita lakukan, selain tidak sejati, juga terancam penyakit hati yang sangat berbahaya, yaitu riya' (pamrih) dan syirik. Orang yang tulus pada hakikatnya adalah orang yang diselamatkan oleh Allah dari dua penyakit itu: riya' dan syirik.
Dalam konteks inilah Ghazali berkata, ''Semua manusia celaka, kecuali orang-orang yang berilmu. Para ilmuwan inipun celaka, kecuali mereka yang mengamalkan ilmunya. Dan yang disebutkan terakhir inipun celaka, kecuali mereka yang tulus ikhlas.''
Berbeda dengan manusia pada umumnya, orang yang tulus memiliki ciri-ciri yang khas. Pertama, mereka tidak terpengaruh oleh pujian dan cercaan manusia. Bagi mereka pujian atau cercaan sama saja. Oleh sebab itu, orang yang masih suka dipuja dan takut dicerca, pastilah ia bukan tipe orang yang ikhlas.
Kedua, mereka tidak berharap imbalan apa pun (pamrih) dari amal kebaikan yang mereka lakukan, selain mengharap perkenan dan ridha Tuhan. Dari sini diketahui bahwa orang yang bekerja dan beribadah karena motif-motif dan kepentingan duniawi, seperti mencari muka dan popularitas, serta demi pangkat dan kedudukan, maka ia sama sekali bukan orang ikhlas. Dalam hadis Bukhari diterangkan bahwa orang semacam itu akan menyesal dan nelangsa, lantaran tidak memperoleh kebaikan apa pun di akhirat kelak.
Ketiga, mereka lupa dan tidak ingat lagi semua kebaikan yang pernah dilakukan. Orang yang selalu menuturkan kebaikannya apalagi disertai cercaan (al-mannu wa al-adza) kepada orang yang pernah diberinya bantuan, sungguh ia jauh dari orang ikhlas.
Sabda Nabi SAW yang menyuruh agar kita memberi sedekah secara diam-diam, jauh dari gembar-gembor, ibarat tangan kanan memberi, tapi tangan kiri tidak mengetahuinya, tentulah hanya bisa dimengerti dalam konteks ikhlas ini. Semoga kita ikhlas beramal, bukan beramal seikhlasnya! Wallahu a'lam.(sumber; khasanah republika.co.id)
Kirimkan Komentar yang membangun

MENCARI HIDAYAH DARI ALLAH


Dalam diri setiap insan itu pasti ada  niat ingin berubah. Ini kerana fitrah manusia adalah baik. Semua manusia inginkan kebaikan. Carilah hidayah Allah itu..
Benar, hidayah itu milik Allah, namun sebagai hamba kita tidak boleh hanya dengan menunggu hidayah itu datang. Usaha mencari hidayah itu perlu dilakukan!
Bagi yang telah diberi pertunjuk olehNya untuk berubah, teruskan istiQomah, insyaAllah Allah sentiasa bersama. Pahit dalam perjalanan adalah lumrah kerana mahar untuk ke syurga bukannya murah, ia perlukan mujahadah! dan mujahadah itu pahit, kerana syurga itu indah 🙂 moga kita diberi tempat disana nanti, Ameen..
Usah merasa rebah andai ada yang cuba menjatuhkanmu. Itu mungkin salah satu ujian dari Allah. Ingatlah, orang beriman itu pasti akan sentiasa diuji imannya. Yakinlah akan janji Allah, kuatkan diri anda. Allah sentiasa bersama 🙂
Insan sekeliling, ibubapa, saudara mara, sahabat handai.. Andai ada insan di sekelilingmu yang telah kau sedari perubahan mereka, berilah sokongan. Jangan pula bekerjasama dengan syaitan laknatullah menjatuhkan mereka. Andai hati anda masih belum disentuh, berdoalah, letakkan sepenuh harapan kepada Allah, cari jalan untuk mendapat hidayahNya.
Perubahan bukan menyuruh kita berubah dengan mendadak, insyaAllah berubahlah sikit-sikit, dari sikit itulah ianya akan menjadi banyak. Mulalah dengan meninggalkan segala yang dilarang, melakukan segala yang dikehendaki, mendirikan solat lima waktu, bersedekah, membuat baik kepada yang muslim dan bukan muslim, menyibukkan diri dengan aktiviti-aktiviti yang bermanfaat dan sering menghadiri majlis ilmu serta terus memohon doa kepada Allah agar diberikan hidayah, berdoa dan terus berdoa kepada Allah supaya diberi kekuatan untuk menepis segala hasutan syaitan dan godaannya.
Kirimkan Komentar yang membangun

manfaat dari kekuatan hati

Berikut beberapa manfaat dari sikap menguatkan hati.
  1. Lebih dekat dengan Allah. Ini adalah prinsip yang mengajak anda untuk bertumpu hanya kepada Allah saja.
  2. Sabar dan berlapang dada dalam segala sesuatu. Amarahpun menghilang seiring waktu berlalu. Ketika melakukan sesuatu dengan perlahan terdapat banyak waktu untuk berpikir dan mempertimbangkan yang terbaik yang harus dilakukan.
  3. Tahan banting – tegar – tabah. Sikap yang sabar membuat anda menjadi lebih terbuka menerima semuanya apa adanya dan menikmati rasa sakit itu sehingga terbiasa.
  4. Menjadi seseorang yang pengertian. Kemampun untuk bersabar membuat anda sempat untuk memikirkan segala sesuatu sebelum mengambil sebuah keputusan yang menguntungkan semua orang.
  5. Menikmati segala situasi yang dihadapi, mampu berbaur dan menyatu dengan lingkungan. Mereka mampu menyatu dan tidak terlihat dalam situasi genting.
  6. Hubungan dengan sesama menjadi harmonis. Dalam pergaulan sehari-hari, ada banyak kekhilafan/ kesalahan kecil yang terjadi. Situasi ini harus dihadapi dengan penuh kesabaran dan pengertian.
  7. Layak diberi kepercayaan. Orang yang kuat disenangi oleh orang lain sehingga atasan lebih senang menggunakan mereka sebagai orang kepercayaan.
  8. Lebih bijak bahkan dewasa. Jika hati kuat saat menghadapi berbagai rasa sakit yang datang niscaya anda dapat menarik makna kehidupan (pelajaran hidup) dari semua persoalan yang datang.
Kirimkan Komentar yang membangun