Kamis, 07 Mei 2015

bahagia

Apakah kamu lebih memilih hidup bahagia, ataukah hidup yang penuh makna? Sebentar… Memangnya apa beda keduanya? Kalau memang keduanya bisa membuat hidup kita lebih baik, lantas untuk apa kita susah-susah membedakannya?
Asal kamu tahu saja, hidup bahagia dan hidup penuh makna itu ada bedanya. Yuk, cari tahu apakah itu di artikel ini. Semoga, ulasan singkat Hipwee di bawah ini bisa memberimu inspirasi, kehidupan dan kebahagiaan seperti apakah yang ingin kamu cari nanti?

Hidup Bahagia Dan Hidup yang Bermakna Itu Berbeda!

Baru-baru ini, beberapa peneliti mencoba menggali perbedaan antara hidup bahagia dan hidup yang bermakna. Di antara dua pilihan itu, manakah yang bisa membantu manusia menjadi lebih baik?
Menurut Roy Baumeister, profesor Psikologi dari Florida State University Amerika, terdapat beberapa perbedaan antara hidup bahagia dan hidup bermakna. Braumeister dan tim penelitinya melakukan survey terhadap 397 orang dewasa, untuk mencari hubungan antara tingkat kebahagiaan, makna dan tujuan, serta beberapa aspek dari hidup mereka, seperti perilaku, suasana hati, hubungan romantis, kesehatan, pekerjaan, dan kreativitas.
Nah, di akhir penelitian, para peneliti ini menemukan 5 perbedaan besar antara hidup bahagia dan hidup bermakna:
  • Orang yang bahagia akan berusaha memenuhi keinginan dan kebutuhan mereka, tetapi mereka belum tentu meraih hidup yang bermakna. Misalnya, orang yang bahagia akan berusaha tetap sehat, bertambah kaya, dan mempermudah hidup mereka. Namun, hal-hal ini tidak serta merta membuat hidup mereka bermakna.
  • Hidup bahagia melibatkan hal-hal yang terfokus pada masa kini. Sedangkan hidup bermakna lebih komprehensif: melibatkan hal pada masa lalu, masa kini, masa depan, dan segala keterkaitan di antara ketiganya.
  • Hidup bermakna dapat diraih dengan menyedekahkan sesuatu kepada orang lain, dan hidup bahagia datang justru ketika seseorang memberikan kita sesuatu.
  • Hidup bermakna akan membuatmu selalu merasa tertentang, namun kadang juga tertekan. Tingkat ketakutan, stres dan kecemasan seseorang terkait dengan seberapa bermakna hidupnya.
  • Kebebasan berekspresi merupakan hal penting dalam hidup bermakna, tetapi tidak dalam hidup bahagia  Melakukan sesuatu untuk mengekspresikan diri dan menjaga identitas diri akan membuat hidupmu bermakna, tetapi belum tentu membuatmu bahagia!


Lalu, apa sih sebenarnya kebahagiaan itu?

Penelitian lain yang dilakukan Braumeister menunjukkan bahwa hubungan keluarga (parenting) lebih berkaitan kepada hidup bermakna daripada bahagia. Asumsi ini didukung oleh peneliti lain, yaitu Robin Simon dari Universitas Wake Forest, yang meneliti tingkat kebahagiaan di antara 1400 orang dewasa dan menemukan hasil bahwa orang tua yang memiliki anak pada umumnya memiliki emosi positif yang rendah dan emosi negatif yang tinggi.
Tetapi Sonja Lyumbormirsky, seorang peneliti kebahagiaan dari Universitas California, baru-baru ini juga melakukan sebuah penelitian dengan cara yang lebih global, dengan cara menilai kebahagiaan orang tua secara keseluruhan dan kepuasan hidup mereka dengan melibatkan kegiatan harian mereka.
Hasilnya menunjukkan bahwa orang tua pada umumnya lebih merasakan kebahagiaan dan kepuasan dalam hidup mereka dibandingkan orang yang tidak memiliki anak.
Lyubomirsky mengatakan,” Menjadi orang tua membawamu pada hal-hal yang baik, seperti: memberikan makna dalam hidup, adanya tujuan yang harus dicapai, dan ini akan membuatmu merasa semakin terhubung di dalamnya. Arti kebahagiaan yang sebenarnya tak bisa lepas dari makna.”
Lyubomirsky menganggap bahwa para peneliti yang mencoba untuk memisahkan pemaknaan dan kebahagiaan adalah sesuatu yang salah, karena “Makna” dan “Bahagia” adalah dua hal yang saling terjalin dan tak terpisahkan. “Ketika kamu merasa bahagia, dan kamu melupakan “makna” sebagai bagian dari “kebahagiaan”, itu bukanlah sebuah kebahagiaan yang sebenarnya”, imbuhnya.

Jadi, apa yang bisa membuat kita bahagia?

Braumeister percaya bahwa tujuan membedakan “makna” dan “kebahagiaan” adalah mendorong banyak orang untuk mencari tahu tujuan hidupnya.
“Memiliki kehidupan yang bermakna dapat membuat seseorang menjadi orang yang bahagia, dan menjadi orang yang bahagia juga berkontribusi untuk menemukan kehidupan yang lebih bermakna,” ungkapnya.
“Tapi, ada satu hal yang perlu diperhatikan. Jika seseorang berniat hanya mencari kesenangan sementara, orang itu kemungkinan besar berada di jalan yang salah. Selama berabad-abad, kearifan tradisional telah menyarankan bahwa mencari kesenangan untuk kepentingan sendiri tidak akan membuatmu benar-benar bahagia dalam jangka yang panjang,” imbuhnya.
Pada kenyataannya, mencari kebahagiaan tanpa memedulikan makna hanya akan membuat kita stres, jengkel dan tidak tenang. Sebaliknya, ketika kita bercita-cita memiliki kehidupan yang lebih baik, hal-hal yang bermakna – seperti menjalin hubungan, sikap altruis, dan ekspresi diri – akan sulit dipertahankan tanpa perasaan bahagia.
Menurut Braumeister, untuk bisa menemukan sebuah kesenangan dan kebahagiaan dalam jangka waktu yang panjang, cobalah bekerja pada hal yang memiliki tujuan dalam jangka panjang. Lakukan hal-hal yang baik dalam masyarakat demi alasan moral dan sebuah pencapaian. Ciptakan makna dalam konteks yang lebih luas — jangan melulu terpaku pada “makna hidup” menurut orang tua atau budaya. Inilah cara menemukan tujuan dari apa yang sudah kita lakukan.


Semakin tumbuh dewasa seseorang, orientasinya terhadap kebahagiaan juga akan bergeser. Satu yang pasti, kebahagiaan nggak hanya sekedar rasa senang, tetapi juga melibatkan usaha untuk pencarian makna.
Nah, bagaimana menurutmu sendiri? Setelah membaca artikel ini, kebahagiaan seperti apa sih yang sekarang ingin kamu cari?
    Artikel ini terinspirasi dari laman Greater Good. Artikel asilinya bisa dilihat disini.

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar