Rabu, 30 Mei 2018

Fatwa Yang Salah! Dibantah Oleh Ustadz Somad - Ustadz Adi Hidayat & Usta...


 Kirimkan Komentar yang membangun

Inspirasi Ramadhan #3 | AGAR SHAUM TIDAK SIA-SIA | Ust.Yuana Ryan Tresna...

Kirimkan Komentar yang membangun

POLITIK dan PEMERINTAHAN dalam ISLAM _ Ust. Yuana Ryan Tresna M,Ag. _ Us...

Kirimkan Komentar yang membangun

AMALAN DI BULAN RAMADAN _ Ust. Yuana Ryan Tresna, M.Ag

Kirimkan Komentar yang membangun

HUKUM MENSHALATKAN JENAZAH PEMINUM MIRAS


Diasuh Oleh: Ust M Shiddiq Al Jawi

Tanya :

Ustadz, bolehkah kita menyolatkan orang yang meninggal karena meminum miras (minuman keras)? Soalnya kasus tersebut banyak terjadi di daerah saya. (A. Rahmat, Garut).

Jawab :

Hukumnya tetap fardhu kifayah menshalatkan orang yang meninggal karena minuman keras (khamr) tersebut, selama orang tersebut masih meyakini keharamannya. Inilah pendapat jumhur ulama, yaitu Imam Abu Hanifah, Malik, dan Asy Syafi’i, yang lebih kuat (rajih) dalam masalah ini. Namun bagi orang-orang yang menjadi tokoh agama di tengah masyarakat, misalnya seorang Imam (Khalifah) atau ulama, yang lebih afdhal adalah tidak menshalatkan orang tersebut, untuk memberikan efek jera kepada orang-orang lain yang mengerjakan dosa besar semisal itu. (Wahbah Az Zuhaili, Al Fiqh Al Islami wa Adillatuhu, 2/695; Imam Syaukani, Nailul Authar, hlm. 746; M. Nashirudin Al Albani, Ahkamul Jana`iz wa Bida’uha, hlm. 108-109; Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah, 16/37).

Dalil tetap wajibnya menshalatkan jenazah pelaku dosa besar, seperti minum khamr, berzina, meninggalkan shalat, bunuh diri, dan sebagainya, adalah hadits dari Abu Hurairah RA bahwa Rasulullah SAW bersabda,”Shalat [jenazah] wajib hukumnya atas setiap-tiap [jenazah] Muslim entah dia orang baik atau orang fajir (fasik), meskipun dia melakukan dosa-dosa besar.” (Arab : al sholaah waa’jibatun ‘ala kulli muslim barran kaana aw faajiran wa in ‘amila al kabaa`ir). (HR Al Baihaqi, dalam As Sunan Ash Shughra, no 501).

Adapun dalil bahwa pemimpin atau tokoh umat Islam sebaiknya tidak menshalatkan jenazah pelaku kemaksiatan, antara lain hadits Zaid bin Khalid Al Juhni ra, yang meriwayatkan bahwa seorang laki-laki dari kaum Muslimin telah terbunuh pada perang Khaibar dan berita laki- laki tersebut telah disampaikan kepada Rasulullah SAW. Lalu Rasulullah SAW bersabda, ”Shalatilah kawanmu!” [Rasulullah SAW tidak mau menshalatkan]. Maka berubahlah wajah orang-orang [terkejut] karena sabda tersebut. Maka ketika Rasulullah SAW mengetahui keadaan mereka [terkejut], bersabdalah Rasulullah SAW, ”Sesungguhnya kawanmu itu telah mengambil harta secara curang pada saat berjihad di jalan Allah.” Lalu kamipun memeriksa barang milik laki-laki itu dan kami dapati kharaz (tali untuk merangkai perhiasan seperti permata atau mutiara) milik orang Yahudi yang nilainya tidak sampai dua dirham.” (HR Abu Dawud, no 2712, hadits shahih). (Imam Syaukani, Nailul Authar, hlm. 746; Imam Abu Thayyib Abadi, ‘Aunul Ma’bud Syarah Sunan Abi Dawud; 7/379).

Dalam hadits tersebut terdapat dalil untuk dua hal; Pertama, bahwa bagi pemimpin atau tokoh umat Islam, yang utama (afdhal) sebaiknya tidak menshalatkan orang tersebut, untuk memberikan efek jera kepada pelaku kemaksiatan serupa. Hal ini ditunjukkan oleh tindakan Rasulullah SAW yang tidak mau mensahalatkan jenazah pelaku ghulul (mengambil harta secara curang/khianat) tersebut. Kedua, bahwa jenazah pelaku maksiat, tetaplah dishalati. Hal ini ditunjukkan oleh perintah Rasulullah SAW kepada para sahabat, ”Shalatilah kawanmu!” (shalluu ‘alaa shaahibikum). (Imam Syaukani, Nailul Authar, hlm. 746).

Namun jika orang yang meninggal karena minum khamr itu sudah tidak mengimani lagi haramnya khamr (QS Al Maa`idah : 90), yaitu telah menghalalkan khamr, misalnya pernah mengucapkan,”Khamr itu bagiku halal dan tidak haram,” maka hukumnya haram menshalatkan jenazah orang tersebut. Sebab dengan ucapannya tersebut berarti dia telah murtad dan menjadi kafir. Padahal Islam telah dengan tegas mengharamkan menshalatkan jenazah orang kafir, sesuai firman Allah SWT (yang artinya), ”Dan janganlah kamu sekali-kali menshalatkan (jenazah) seorang yang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri (mendoakan) di kuburnya. Sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka mati dalam keadaan fasik.” (TQS At Taubah [9] : 84). (M. Nashirudin Al Albani, Ahkamul Jana`iz wa Bida’uha, hlm. 120). Wallahu a’lam.[]

Kirimkan Komentar yang membangun

HUKUM ZAKAT PROFESI


Tanya :
Ustadz, mohon penjelasan tentang hukum zakat profesi? (Widianto Tulus, Muara Enim)

Jawab :
Zakat profesi dikenal dengan istilah zakah rawatib al-muwazhaffin (zakat gaji pegawai) atau zakah kasb al-‘amal wa al-mihan al-hurrah (zakat hasil pekerjaan dan profesi swasta). (Yusuf Al-Qaradhawi, Fiqh az-Zakah, I/497; Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, II/865; Ali as-Salus, Mausu’ah al-Qadhaya al-Fiqhiyah al-Mu’ashirah, hal. 522; Al-Yazid Ar-Radhi, Zakah Rawatib Al-Muwazhaffin, hal. 17).

Zakat profesi menurut penggagasnya didefinisikan sebagai zakat yang dikenakan pada tiap pekerjaan atau keahlian profesional tertentu, baik yang dilakukan sendiri maupun bersama orang/lembaga lain, yang mendatangkan penghasilan (uang) yang memenuhi nishab. Misal profesi dokter, konsultan, advokat, dosen, arsitek, dan sebagainya. (Didin Hafidhuddin, Panduan Praktis Tentang Zakat, Infaq, Sedekah, hal. 103; Zakat dalam Perekonomian Modern, hal. 95).

Menurut al-Qaradhawi nishab zakat profesi senilai 85 gram emas dan jumlah yang wajib dikeluarkan 2,5%. Zakat profesi dikeluarkan langsung saat menerima atau setelah diperhitungkan selama kurun waktu tertentu. Misal jika seseorang gajinya Rp500.000/bulan, dia dapat mengeluarkan langsung zakatnya 2,5% setelah gajian tiap bulan. Atau membayar satu kali tiap tahun sebesar 12 x 2,5% x Rp500.000. (Didin Hafidhuddin, ibid, hal. 104).⍐➛

Landasan fikih (at-takyif al-fiqhi) zakat profesi ini menurut Al-Qaradhawi adalah perbuatan sahabat yang mengeluarkan zakat untuk al-maal al-mustafaad (harta perolehan). Al-maal al-mustafaad adalah setiap harta baru yang diperoleh seorang muslim melalui salah satu cara kepemilikan yang disyariatkan, seperti waris, hibah, upah pekerjaan, dan yang semisalnya. Al-Qaradhawi mengambil pendapat sebagian sahabat (seperti Ibnu Abbas dan Ibnu Mas’ud) dan sebagian tabi’in (seperti Az-Zuhri, Hasan Bashri, dan Makhul) yang mengeluarkan zakat dari al-maal al-mustafaad pada saat menerimanya, tanpa mensyaratkan haul (dimiliki selama satu tahun qamariyah). Bahkan al-Qaradhawi melemahkan hadis yang mewajibkan haul bagi harta zakat, yaitu hadis Ali bin Abi Thalib RA, bahwa Nabi SAW bersabda”Tidak ada zakat pada harta hingga berlalu atasnya haul.” (HR Abu Dawud). (Yusuf Al-Qaradhawi, ibid., I/491-502; Wahbah az-Zuhaili, ibid., II/866).

Menurut pentarjihan kami, zakat profesi tidak mempunyai dalil yang kuat sehingga hukumnya tidak wajib. Alasan kami : Pertama, dalil utama dari zakat profesi adalah ijtihad sahabat mengenai al-maal al-mustafaad yang tidak mensyaratkan haul. Padahal ijtihad sahabat (mazhab al-shahabi) bukanlah dalil syariah yang kuat (mu’tabar). (Taqiyuddin an-Nabhani, al-Syakhshiyah al-Islamiyah, III/418).

Kedua, pendapat yang lebih kuat (rajih) mengenai al-maal al-mustafaad adalah pendapat jumhur ulama, yaitu harta tersebut tidak wajib dikeluarkan zakatnya, hingga memenuhi syarat berlalunya haul. Inilah pendapat sahabat Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali. Juga pendapat imam mazhab yang empat. (Al-Yazid Ar-Radhi, Zakah Rawatib Al-Muwazhaffin, hal.19; Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, II/866).

Ketiga, tidak tepat penilaian Al-Qaradhawi bahwa hadis tentang haul adalah hadis lemah (dhaif). Al-Qaradhawi sebenarnya mengikuti pendapat Imam Ibnu Hazm yang melemahkan hadis haul dari jalur Ali bin Abi Thalib RA, karena ada perawi bernama Jarir bin Hazim yang dinilai lemah. (Al-Qaradhawi, Fiqh az-Zakah, I/494; Ibnu Hazm, Al–Muhalla, VI/70). Padahal Ibnu Hazm telah meralat penilaiannya, dan lalu mengakui bahwa Jarir bin Hazim adalah perawi hadis yang sahih. (Ibnu Hazm, Al–Muhalla, VI/74).

Kesimpulannya, zakat profesi tidak wajib dalam Islam karena dalil-dalilnya sangat lemah. Maka uang hasil profesi tidak sah dikeluarkan zakatnya saat menerima, tapi wajib digabungkan lebih dulu dengan uang yang sudah dimiliki sebelumnya. Zakat baru dikeluarkan setelah uang gabungan itu mencapai nishab dan berlalu haul atasnya. (Ali as-Salus, Mausu’ah al-Qadhaya al-Fiqhiyah al-Mu’ashirah, hal. 523). Wallahu a’lam.

Yogyakarta, Muhammad Shiddiq al-Jawi

Kirimkan Komentar yang membangun

Senin, 21 Mei 2018

perkataan terindah

Perkataan yg indah adlh ALLAH
Lagu yg merdu adlh ADZAN
Media yg terbaik adlh AL QURAN
Senam yg sehat adlh SHALAT
Diet yg sempurna adlh PUASA
Kebersihan yg menyegarkan adlh WUDHU
Perjalanan yg indah adlh HAJI
Khayalan yg baik adlh ingat akan DOSA&TAUBAT

Kalimat diats syarat makna, sering di sare kemana-mana namun berapa orang yang mengamalkan, melaksanakannya, atau bahkan ada yang hanya melihat sepintas bahkan mungkin ada yang jengkel, stress, tereng, dan kata lainnya yang sepadan dengan itu jika mendapatkan pesan singkat seperti diatas, ambil contoh adzan yang disetiap mesjid dikumandangkan setiap waktu shalat lima waktu; namun berapa orang yang datang menghadiri panggilan itu, atau mungkin kita menyengaja untuk menundah, atau hanya rehat sejenak jika dalam forum, ataw dan lainnya lagi....... Ya Allah ampunilah dosa kami, keluarga kami, dan seluruh kaum muslimin..... amin ya rabbal alamin.  semoga ramadhan tahun ini 2018 (1439 H)  membawah kita untuk menjadi yang lebih baik atau bahkan menjadi yang terbaik.  

Salakan, 22 Mei 2018   # Hafidzweb.blogspot.com

Kirimkan Komentar yang membangun

maafkan

Walau jarak terbentang, walau jasad tak dapat bersua
moga kata maaf yang tulus ini dapat menghapus khilaf dan salah
Dengan datangnya ramadhan 1439 H, moga ibadah kita diterima Allah
Mohon maaf lahir bathin.

Kain sutera jadikan selendang
baju terbuat kain sutin
Bulan puasa telah datang
maaf lahir & bathin

Saat lisan tak terjaga, ada hati yang terluka
Saat khilaf nodai jiwa, ada rasa yang tersakiti
Saat ramadhan berangsur tiba, ku mohon maaf sucikan jiwa 


kata maaf dari saya Hafit Bokko, S.Pd dan sekeluarga
Mengucapkan taqabbalallahu minna wamingkum
maaf lahir dan batin jika ada salah dan dosa
baik lewat perbuatan, perkataan, maupun yangb lainnya 
termasuk pada semua isi blog ini
saling memaafkan adalah kekuatan dan keindahan


Kirimkan Komentar yang membangun

Bagaimana ibadah kita

Berikut ini adalah beberapa hadis yang dapat kita pilih sebagai kata-kata pilihan di bulan Ramadan.
1. Dilipatgandakannya amalan. Amalan yang dikerjakan di bulan Ramadan yang dikerjakan oleh seorang muslim ketika berada di bulan Ramadan. Sungguh, hadis ini sudah mewakili semua hal yang kita butuhkan. Bulan Ramadan menjadi bulan yang sangat istimewa karena begitu banyak pahala yang ditawarkan. Tinggal kita saja yang mau melakukan ibadah tersebut ataukah tidak.
Allah telah menjanjikan bahwa pahala amalan sunah akan setara dengan pahala amalan wajib, sedangkan ketika kita menjalani ibadah wajib maka pahalanya akan berlipat ganda. Bisa dibayangkan, begitu banyak pahala yang akan kita dapatkan ketika kita memaksimalkan ibadah selama bulan ini.
2. Balasan ibadah puasa langsung dari Allah. Satu hal lagi yang menjadi kekhususan dari ibadah puasa, yaitu bahwa Allah-lah yang akan langsung memberikan pahala tersebut. Allah sendirilah yang akan membalas amalan hambanya yang telah melakukan ibadah puasa.
Hal ini dimaksudkan karena ibadah puasa menjadi ibadah yang tak dapat dilihat dengan kasat mata. Hanya Allah sajalah yang mengetahui benar atau tidaknya serta dijalankan atau tidaknya ibadah puasa oleh satu hamba.
Selain itu, ibadah puasa adalah ibadah yang menahan seseorang untuk melakukan hal yang sebenarnya dibolehkan, tetapi khusus dilarang pada bulan Ramadan, seperti makan, minum, dan berhubungan suami istri. Tentu dengan ini akan mampu untuk membuktikan keimanan seorang hamba.
Ya Allah,bimbinglah aku kearah agamaMu,dekatkan hatiku padaMu,berilah aku cahaya hidayah dan cahaya makrifatMu,berilah aku cahaya kasih sayangMu dan janganlah sekali-kali Kau lalaikan aku,sesungguhnya aku hambaMu yang lemah,Aamiin. Dalam kesakitan teruji kesabaran Dalam perjuangan teruji keikhlasan Dalam ukhuwah teruji ketulusan Dalam tawakkal teruji keyakinan Hidup ini amat indah jika Allah menjadi tujuan Selamat menunaikan ibadah Ramadhan 
Kirimkan Komentar yang membangun

Selamat menjalankan ibadah puasa 1439H

Kata Mutiara Puasa Pertama

Dari sahabat Jabir, Utsman bin Abu Al ‘Ash dan Abu Hurairah, Rasulullah bersabda, “Puasa merupakan perisai terhadap neraka, sebagaimana perisai kalian pada peperangan,” (H.R. Imam Ahmad).

Kata Mutiara Puasa Kedua

Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda, “Puasa adalah tameng. Bila salah seorang dari kalian berada pada hari puasa, janganlah ia berbuat dia-sia dan janganlah ia banyak mendebat. Jika orang lain mencercanya atau memusuhinya, hendaknya ia berkata, ‘Aku sedang berpuasa’,” (H.R. Al Bukhari dan Muslim).

Kata Mutiara Puasa Ketiga

Dalam hadis Abu Hurairah, Rasulullah bersabda, “Setiap amalan anak Adam akan dilipatgandakan kebaikannya menjadi sepuluh hingga 700 kali lipat. Allah berfirman, ‘Kecuali puasa. Sesungguhnya amalan itu (puasa) adalah khusus bagi-Ku dan Aku yang akan memberikan pahalanya, karena  orang yang berpuasa meninggalkan syahwat dan makanan karena Aku. Bagi orang yang berpuasa, ada dua kegembiraan; yakni kegembiraan ketika ia berbuka dan kegembiraan ketika ia berjumpa dengan Rabb-Nya,” (H.R. Muslim).

Kata Mutiara Puasa Keempat

Dari Sahl bin Sa’ad, Nabiyullah bersabda, “Sesungguhnya di Surga ada pintu bernama Ar Rayyan. Orang-orang yang berpuasa akan memasukinya di hari kiamat. Tidak ada seorang pun yang melewati pintu tersebut Kecua dikatakan, ‘Dimana orang-orang yang berpuasa?’ Lalu mereka (orang-orang yang berpuasa) pun memasukinya. Jika orang terakhir diantara mereka telah masuk, maka pintu itu pun dikunci hingga tak ada seorang pun yang memasukinya,” (H.R. Al Bukhari dan Muslim).

Kata Mutiara Puasa Kelima

Seorang sahabat, Abu Umamah, bertanya kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, perintahkanlah kepadaku untuk mengerjakan suatu amalan yang dengannya dapat memasukkanku ke dalam surga.” Lalu Beliau bersabda, “Berpuasalan, karena puasa itu tak ada bandingannya,” (H.R. Ahmad, An Nasa’i, Ibnu Hibban, dan yang lainnya).

Kata Mutiara Puasa Keenam

Dari Abu Sa’id Al Khudry, Nabi Muhammad bersabda, “Tidaklah seorang hamba berpuasa sehari di jalan Allah, kecuali Allah akan menjauhkan wajahnya dari neraka sejauh perjalanan 70 tahun,” (H.R. Al Bukhari dan Muslim).

Kata Mutiara Puasa Ketujuh

Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda, “Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan karena keimanan dan mengharap pahala, maka dosa-dosanya yang teh lalu akan diampuni,” (H.R. Al Bukhari dan Muslim).

Kata Mutiara Puasa Kedelapan

Dalam hadis Abdullah Bin ‘Amr, Nabi Muhammad bersabda, “Puasa dan Alquran akan memberi syafaat untuk seorang hamba pada hari kiamat. Puasa berkata, ‘Wahai Rabb-ku, aku telah melarangnya terhadap makanan dan syahwat pada siang hari, maka izinkanlah aku memberikan syafa’at baginya.’ Alquran berkata, ‘Aku telah menghalanginya dari tidur malam, maka izinkanlah aku untuk memberi syafa’at baginya.’ Rasul bersabda, Maka keduanya mendapat izin untuk memberikan syafa’at kepada hamba tersebut,” (H.R. Ahmad, Al Hakim dan selain keduanya).

Kata Mutiara Puasa Kesembilan

Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya, bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada harum kasturi,” (H.R. Muslim).

Kata Mutiara Puasa Kesepuluh

Dari Abdullah bin Mas’ud, Nabiyullah bersabda, “Wahai sekalian pemuda, barangsiapa diantara kalian yang mampu menikah, hendaklah ia menikah. Karena hal tersebut lebih menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Dan barangsiapa yang belum mampu, hendaknya ia berpuasa, karena sesungguhnya puasa itu adalah pemutus syahwatnya,” (H.R. Al Bukhari dan Muslim).
Kirimkan Komentar yang membangun

Senin, 07 Mei 2018

menuliss

1. Menulis adalah Bekerja untuk Keabadian
Ada suatu kalimat, yang bisa kita ingat saat kita tidak menulis. Kalimat ini diucapkan oleh salah satu sastrawan Indonesia yang telah menyumbangkan karya-karyanya pada khalayak luas. Pramoedya Ananta Toer tepatnya, sastrawan itu. Beliau berkata, “Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.”
 Seperti yang Pram katakan, menulis adalah proses bekerja untuk keabadian. Orang sepintar dan visioner, akan sulit diingat, jika karya-karyanya tidak disebarluaskan pada khalayak luas. Pram menulis dari balik jeruji penjara, lalu tulisannya pun disebarluaskan hingga menjadi mahakarya. Jika saat di pengasingan, Pram tidak menuliskan keluh kesahnya atas bangsa Indonesia, sudah pasti Pram tidak akan menjadi seterkenal saat ini. Tidak akan kita temukan Tetralogi Bumi Manusia yang fenomenal, yang sudah diterjemahkan ke berbagai bahasa. Dengan menulis, kita telah menyumbang satu cerita yang siapa tahu dapat bermanfaat di kemudian hari, dan menjadi catatan sejarah.
2. Menulis Menghilangkan Stress
Percaya atau tidak, menulis bisa menjadi salah satu terapi terbaik terhadap masalah-masalah unik yang tidak membutuhkan obat khusus. Habibie, saat ditinggal Ainun misalnya, ternyata obat yang paling ampuh adalah menuliskan kisah beliau sendiri, bukan obat yang mahal kan?
Kamu punya masalah? Pasti, coba sederhanakan saja dengan menulis beberapa kata yang panjang. Baca ulang, geli? biasa. Justru tulisan yang jelek inilah yang bisa menjadi obat.

Kirimkan Komentar yang membangun