Senin, 26 September 2016

Biografi Sahabat Nabi, Sa’id Bin Zaid : Bersama Khulafaur Rasyidin Abu Bakar Shiddiq (Seri 7)


Bersama Khulafaur Rasyidin dan Masa Setelah Mereka

Pada masa khulafaur rasyidin dan masa setelah mereka, Sa’id adalah salah satu tokoh dan pemuka dalam masyarakat muslim yang ikut dalam mengokohkan sendi Negara, mengarahkan politiknya, dan menciptakan sejarahnya. Dengan beberapa tingkat perbedaan dalam kontribusi yang diberikan dalam beberapa peristiwa sesuai dengan kondisi yang ada. Dia telah membai’at empat khulafaur rasyidin satu demi satu, dan bergabung dalam sebuah kelompok yang menjadi anggota dari majelis syura yang berfungsi untuk memecahkan berbagai masalah dan persoalan Negara. Dia juga berperan serta dalam beberap penaklukan, dan sempat memimpin sebuah wilayah untuk waktu yang sangat singkat karena ia lebih memilih untuk berjihad. Dan ketika fitnah mulai menyebar, ia memilih untuk tidak berpihak kepada siapapun dan tinggal diam di rumah. Sebuah sikap yang banyak dipilih oleh shahabat-shahabat besar yang cenderung dengan pendapat ini.

1. Bersama Abu Bakar Shiddiq

Sejak hari pertama wafatnya Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam, Sa’id bersama kaum Muhajirin dan Anshar yang lain telah menyatakan sikap untuk mendampingi Abu Bakar, dan membai’atnya pada hari terjadinya peristiwa Saqifah. Dan terus melanjutkan perjalanan bersama Abu Bakar selama masa pemerintahannya.
Ath-Thabari meriwayatkan dari Az-Zuhri, ia berkata, “Amru bin Huraits berkata kepada Sa’id bin Zaid, “Apakah engkau menyaksikan wafatnya Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam?” ia menjawab, “Iya” dan ia pun berkata, “Kapankah Abu Bakar dibai’at” ia menjawab, “Pada hari wafatnya RasulullahShallallahu’alaihi wa Sallam tersebut, mereka tidak ingin berada dalam satu hari dimana mereka tidak berada dalam satu kesatuan.” Amru bertanya lagi, “Apakah ada yang menantangnya?” Sa’id menjawab, “Tidak, kecuali mereka yang murtad, atau yang hamper murtad, hanya saja Allah berkehendak untuk menyelamatkan mereka dari api neraka.” Ia bertanya, “Apakah ada dari golongan muhajirin yang tidak ikut berbai’at?” ia menjawab, “Tidak, kaum muhajirin membai’atnya secara bergantian tanpa harus ia panggil.”
Ketika beberapa kabilah arab murtad dan menolak untuk membayar zakat, dan Abu Bakar berencana untuk menyerangnya sampai mereka kembali kepada kebenaran, dan pada saat yang sama tetap bertekad untuk mengirim ekspedisi Usamah bin Zaid, datanglah kepada Abu Bakar beberapa pemuka shahabat, di antaranya Sa’id bin Zaid, yang mengusulkan dan meminta kepadanya agar mengundur pengiriman tentara Usamah, dan mengemukakan alasan-alasan mereka untuk itu.
Al-Waqidi dan Ibnu Asakir meriwayatkan, “Ketika orang-orang arab mendengar berita tentang wafatnya Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam, dan banyaknya orang yang murtad, Abu Bakar berkata kepada Usamah, “Lakukanlah apa yang telah diperintahkan Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam kepadamu.” Pasukan pun mulai bergerak dan kembali berkemah di tempat mereka yang pertama, lalu Buraidah berangkat dengan membawa panji hingga sampai di perkemahan tersebut. Namun hal ini menyusahkan beberapa tokoh dari golongan Muhajirin, dan mereka pun datang menemui Abu Bakar yaitu Umar, Utsman, Sa’ad bin Abi Waqqash, Abu Ubaidah bin Al-Jarrah, dan Sa’id bin Zaid. Mereka berkata, “Wahai Khalifah Rasulullah, sesungguhnya orang-orang arab telah berbalik menentangmu dari segala penjuru, dan dengan memisahkan pasukan seperti ini engkau tidak akan bisa berbuat apa-apa. Jadikanlah mereka dalam satu pasukan saja, dengan itu engkau bisa menyerang mereka yang murtad sekaligus di tempat-tempat mereka! Dan juga, kita tidak bisa merasa aman dengan keadaan Madinah yang hanya dihuni oleh anak-anak dan wanita. Kalau saja engkau mau mengundur penyerangan kepada Romawi sampai keadaan menjadi stabil, dan mereka yang murtad kembali kepada Islam atau mereka dimusnahkan dengan pedang, kemudian barulah engkau mengirimkan pasukan Usamah, sehingga kita bisa merasa aman jikalau Romawi akan menyerang kita.”
Namun Abu Bakar mempunyai pendapat lain. Pasukan tersebut, panjinya telah dipancangkan oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam, dan beliau telah memerintahkan untuk dilaksanakan. Maka Abu Bakar takkan mengambil alih panji tersebut, bahkan walaupun ia diserang oleh kawanan binatang buas sekalipun! Maka para shahabat pun menyambut baik pendapatnya tersebut, dan segera mentaatinya. Dan terbukti bahwa pendapat dan pilihan Abu Bakar yang terbaik.
Ketika keadaan Negara telah stabil, Ash-Shiddiq bertekad untuk mengirim pasukan guna menyampaikan dakwah Islam ke seluruh dunia. Dan menghancurkan para tirani yang menghalangi penyampaian Islam kepada seluruh manusia agar mereka bisa memilih dengan kesadaran dan tanpa paksaan untuk masuk agama ini. Dan tujuan pertamanya adalah wilayah Syam. Ia pun mulai bermusyawarah dengan para shahabat.
Ibnu Asakir meriwayatkan dari Abdullah bin Abi Aufa, ia berkata, “Ketika Abu Bakar hendak menyerang romawi, ia mengundang Ali, Umar, Utsman, Abdurrahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqqash, Sa’id bin Zaid, dan Abu Ubaidah bin Al-Jarrah, juga para pemuka shahabat dari golongan muhajirin dan anshar yang ikut dalam perang Badar, dan beberapa lainnya. Lalu mereka datang menemuinya.” Abdullah bin Abi Aufa mengatakan, “Sesungguhnya nikmat-nikmat Allah tidak akan bisa terhitung, dan tidak ada amal yang bisa menandinginya, maka bagi-Nya segala puji. Allah telah menyatukan kalian, dan memperbaiki hubungan diantara kalian, memberikan hidayahnya kepada kalian dengan Islam, dan menjauhkan setan dari kalian. Maka Allah tidak menginginkan kalian berbuat syirik dan menyembah Tuhan selain-Nya. Orang-orang Arab pada saat ini adalah keturunan dari satu ayah dan satu ibu. Aku berkeinginan untuk mengerahkan kaum muslimin untuk berjihad menghadapi Romawi di Syam. Semoga Allah menguatkan kaum muslimin, dan menjadikan kalimat-Nya yang tertinggi, maka silahkan siapa saja untuk mengemukakan pendapatnya tentang hal ini.”
Maka beberapa orang seperti Umar, Ali, dan Abdurrahman memberikan pendapatnya. Kemudian Utsman berkata kepada Abu Bakar, “Sungguh aku melihat engkau sebagai seorang yang senantiasa memberikan nasihat kepada umat ini, dan menyayangi mereka. Kalau engkau berpendapat sesuatu yang membawa kebaikan bagi mereka semua, maka laksanakanlah dengan pasti, sungguh engkau tidak akan dituduh yang bukan-bukan.”
Maka Thalhah, Zubair, Sa’ad, Abu Ubaidah, dan Sa’id bin Zaid, serta mereka yang hadir di majelis itu dari kalangan muhajirin dan anshar berkata, “Utsman benar, laksanakanlah rencanamu, kami tidak akan menyelisihimu atau menuduhmu.”
Pada hari-hari terakhir pemerintahannya, Abu Bakar hendak mendekati ajalnya, ia mengundang Abdurrahman bin Auf dan berkata, “Katakan kepadaku tentang Umar bin Khaththab? Abdurrahaman bin Auf menjawab, “Demi Allah, dia adalah orang yang terbaik yang dapat engkau lihat.” Kemudian ia mengundang Utsman dan meminta pendapatnya, lalu juga meminta pendapat dari Sa’id bin Zaid Abul A’war, Usaid bin Hudhair, dan selain mereka dari kalangan Muhajirin dan Anshar.
Bersambung Insya Allah . . .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar