Kamis, 20 Agustus 2015

Jalan Kemuliaan

Ruang politik dan fiskal amat sempit, padahal harapan/ekpektasi masya-rakat sangat tinggi.”
Itulah ironi pemerintahan Jokowi-JK yang disampaikan mantan Menteri Keuangan Bambang Soedibyo awal Januari lalu.
Ungkapan ini tidak mengherankan. Kondisi Indonesia masih cukup memprihatinkan. Sekadar contoh, indeks pembangunan manusia Indonesia sebesar 0,684 atau urutan ke 108 dari 187 negara. Belum lagi berbicara indeks kesenjangan sosial.  “Pada tahun 2013, indeks tersebut adalah 0.413%,” tambah Bambang.  Ini berarti 1% orang terkaya menguasai 41.3% kekayaan negara ini.  Dengan kata lain, lebih dari 82% kekayaan negara ini hanya dikuasai oleh 2% orang terkaya.  “Zona merah, kesenjangan tinggi!” tegasnya.
Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin memandang lebih jauh.  “Indonesia kini sedang dikepung oleh liberalisasi,” ungkapnya.  “Indonesia kini sedang menerapkan demokrasi liberal secara paripurna di bidang politik. Liberalisasi di bidang ekonomi berupa penerapan Kapitalisme baik di kota maupun di desa. Liberalisasi pun dilakukan di bidang budaya sehingga terjadi perubahan landscape  (tata ruang) budaya kaum Muslimin,” tambahnya.
Apa akibatnya?  “Indonesia mengalami 3 kerobohan.  Robohnya surau dan langgar kita sebagai indikasi robohnya lembaga pendidikan keislaman di masyarakat. Robohnya kedai kita sehingga the power of money ada di tangan kelompok lain, bukan umat Islam. Robohnya keluarga kita yang ditandai dengan robohnya peran usrah dan ibu,” tegas Pak Din.
Dalam konteks demokrasi liberal, rakyat disuruh bertarung bebas.  Ibaratnya, kalau dalam tinju, kelas bulu bertarung melawan kelas berat pun dibiarkan. Keberpihakan kepada rakyat hanya slogan. Di sisi lain, prinsip Kapitalisme pasti menghasilkan kesenjangan.  Bukan kapitalisme bila tidak berujung pada kesenjangan.  Jadi, neoliberal telah membawa negeri Muslim terbesar ini ke jurang kehancuran. 
Sepandai-pandai tupai melompat, sekali-kali jatuh juga. Begitu peribahasa mengatakan. Kasus pencalonan Kombes Budi Gunawan sebagai Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) oleh Presiden Jokowi salah satu buktinya. Selama ini opini pro rakyat, antikorupsi dan transparan terus dicitrakan.  Namun, kasus calon Kapolri yang ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membalik opini itu.  “Ah, itu mah sekadar pencitraan,” ujar seorang kawan kepada saya.  “Masa sebagian menteri tidak dipilih dengan alasan ada catatan merah dari KPK, sementara orang lain yang juga distabilo merah tetap diangkat sebagai menteri.  Apalagi, berkaitan dengan kasus calon Kapolri ini.  Tidak konsisten!  Keberpihakan kepada rakyat hanya basa basi,” ungkapnya kesal.
Tidak aneh pula bila banyak pihak mempertanyakan hal ini. Bahkan Ketua DPP Hizbut Tahrir Indonesia, Rokhmat S. Labib, mengungkapkan, “Penampilan pro rakyat, tapi mencekik rakyat! Untuk apa mengenakan baju murah, sepatu murah dan jam tangan murah kalau kebijakannya menyengsarakan rakyat.” 
Lalu di mana umat Islam?  Ketua MUI, Anwar Abbas, menyampaikan isi hatinya kepada saya.  “Pak Rahmat, beda dengan zaman SBY. Sekarang tampaknya teman-teman dari Nasrani sudah berhasil menguasai Istana. Andi Wijayanto sebagai Sekretaris Kabinet dan Luhut Panjaitan sebagai Kepala Staf Kepresidenan. Peran umat tampaknya akan termarjinalkan.  Sebuah tantangan yang cukup berat bagi umat,” tuturnya penuh keprihatinan. 
Saya mengatakan kepada beliau, “Pak Anwar, tampaknya sekarang umat Islam di Indonesia seperti pada masa pemerintahan rezim Soeharto era LB Moerdani berkuasa.  Bedanya, pemerintahan saat ini divisualisasikan merakyat, padahal banyak memalak rakyat.  Ulama dan tokoh umat Islam perlu teriak tentang hal ini.”
Bukan sekadar secara politik.   Dalam media pun demikian.  Prof. Bachtiar Ali menyampaikan, “Umat dan partai Islam saat ini dimarjinalkan.  Ada setting dari media besar untuk memarjinalkan umat. Penentunya hanya segelintir elit media.”
Pandangan serupa disampaikan oleh KH Ma’ruf Amin.  Tokoh NU ini melihat peran umat Islam melemah.  “Peran umat Islam dalam politik melemah, bahkan hampir mati, atau sudah mati,” ujarnya. Beliau segera menambahkan, “Umat Islam saat ini katsîrun fi jumlah, qalîlun fi dawrah.  Banyak dalam jumlah, sedikit dalam peran.” 
Peran yang dimaksud adalah iqâmatul mashâlih wa izâlatul mafâsid (menegakkan kebaikan dan menghilangkan kerusakan). Ini dilakukan berkaitan dengan segala aspek baik bidang politik, sosial, maupun ekonomi.  “Itulah peran amar makruf nahi mungkar. Bila mampu memerankan amar makruf nahi mungkar, maka umat Islam akan menjadi khayru ummah,” tandas Kiyai Ma’ruf. 
Namun, kehendak untuk menjadikan Islam sebagai landasan rupanya harus berbenturan dengan sikap pragmatisme.  Sungguh sikap pesimis ini ada pada sebagian tokoh.  Sekadar contoh, Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang berasal dari partai berbasis masa Islam, Zulkifli Hasan mengatakan, “Dalam pemilihan kepala daerah, bila basis Islam yang dikedepankan, pasti kalah.  Begitu juga dalam pemilihan presiden.”  Seakan-akan, kekalahan itu karena mengangkat Islam.  Seolah-olah ia hendak mengatakan kalau yang dikedepankan Islam maka umat Islam kalah. 
Berkaitan dengan hal ini, saya pernah menyampaikan dalam suatu forum di MPR, “Kita tidak perlu ragu dan malu-malu untuk secara lantang menyuarakan perundang-undangan yang berasal dari Islam. Kita hanya mengambil UU dari Islam. Ulama sudah semestinya tegas dalam menyatakan kebenaran Islam.”  
Berkaitan dengan hal ini ada sebuah hadis Rasulullah saw. yang penting dicamkan, “Akan datang suatu masa yang menimpa manusia, tidak ada Islam kecuali tinggal namanya saja.  Tidak ada al-Quran kecuali tinggal tulisannya saja.  Masjid-masjid mewah tetapi kosong dari petunjuk serta ulama nya adalah orang yang paling jahat yang berada di bawah langit.” (HR Imam Baihaqi).
Hal ini akan terjadi jika umat Islam tidak berpegang teguh pada agamanya.  Padahal kemuliaan itu hanya milik Allah SWT, Rasulullah, dan kaum Mukmin.  Artinya, siapa pun yang ingin mulai harus berpegang pada hukum Allah, mengikuti jalan hidup Rasul, dan benar-benar menjadi Mukmin. 
Tepat apa yang disampaikan oleh Umar bin Khaththab ra. saat berkata, “Kita adalah suatu kaum yang kemuliaan kita dijadikan Allah ada dalam agama Islam. Bagaimanapun kita mencari kemuliaan selain darinya maka Allah akan menghinakan kita.”
Jadi, rugilah orang yang hendak meraih kemuliaan, tetapi jalan yang ditempuh bukan jalan Islam.WalLahu a’lam[Muhammad Rahmat Kurnia)

neo-neo di indonesia

Neoliberalisme dan Neoimperialisme

Indonesia sedang terancam. Begitu barang kali frase yang dapat menggambarkan kondisi saat ini. Masalahnya, apa yang mengancam? “Rezim sekarang menempatkan dirinya sebagai musuh Islam,” ujar Rokhmat S. Labib.
Islam dianggap sebagai ancaman. Boleh saja ada orang yang mengatakan bahwa dugaan itu terlalu mengada-ada. Namun, tentu praduga itu tidak serta-merta ada. Realitas menunjukkan hal tersebut.
Menjelang tutup tahun 2014, dengan dalih radikalisme, Menteri Tenaga Kerja Hanif Dakhiri mengeluarkan kebijakan yang melarang guru dan dosen agama berasal dari negara lain. Kala itu reaksi pun keras. Tokoh Gontor, Hamid Fahmy Zarkasyi, menilai, “Saya kira itu semena-mena dan mengarah kepada ustadz-ustadz Islam, terutama dari kawasan Timur Tengah, agar tidak masuk ke sini.”
Hamid juga mempertanyakan mengapa liberalisme radikal justru dibiarkan. Menteri Dalam Negeri Tjahyo Kumolo berupaya meniadakan kolom agama dalam KTP. Saat ini isu ISIS digunakan untuk menghancurkan kelompok Islam. Terakhir, Menkominfo memblokir situs Islam yang dicap radikal tanpa kriteria yang jelas. Bahkan tanpa informasi dan komunikasi terlebih dulu. Jangan salahkan siapa-siapa apabila ada pihak yang menyimpulkan ini semua penampakan sikap islamophobia (anti-Islam) rezim yang tengah berkuasa. Demikian juga, tak dapat disalahkan siapa pun yang menilai bahwa sikap tersebut dalam rangka membebek permintaan negara kafir penjajah.
Bagaimana tidak, saat menghadiri pelantikan Presiden Jokowi, John Kerry berpesan, “Kami ingin Indonesia sebagai pemimpin Muslim yang memerangi radikal Islam.”
Masyarakat pun paham, kini sedang berlangsung penyingkiran Islam yang mereka sebut Islam politik. Islam yang bukan hanya bicara ibadah ritual, tetapi Islam yang memberikan solusi untuk diterapkan di tengah kehidupan. Hal ini terungkap dalam Temu Tokoh Terbatas pada awal April 2015.
Sekjen Laskar Anti Korupsi, Hasbi Ibrahim, mengatakan, “Bungkamisasi, kriminalisasi, monsterisasi atau apapun namanya, menunjukkan bahwa Orde Baru sedang bangkit lagi. Siapa saja yang menentang rezim Jokowi yang didukung oleh konglomerat hitam tersebut akan dihabisi.”
Ia segera menambahkan, “Rezim Jokowi-JK ingin membungkam semua suara kritis. Isu ISIS hanya cover isu untuk memuluskan asing.”
Pada sisi lain, liberalisme dan komumisme dibiarkan. Tidak dikhawatirkan apalagi dianggap ancaman. Pengurus al-Ittihadiyat, Zulkifli, menyampaikan, “Beberapa hari lalu, salah satu mantan tokoh PKI berorasi pakai kursi roda dalam kongres salah satu partai. Membakar semangat. Tapi, dibiarkan.”
Tentu, sikap demikian berbeda saat menghadapi Islam. “Rezim ini semakin brutal,” tambahnya.
Wajar belaka bila Islam dianggap sebagai ancaman oleh rezim sekarang. “StakeholderIndonesia adalah AS dan Cina. Yang penting kita pikirkan adalah bagaimana dampaknya. Pemerintahan Jokowi mentolerir PKI, dikerumuni oleh Kristen dan kaum Liberal.”
Amin Lubis (Ketua Perti) memiliki sudut pandang lain. Beliau melihat bahwa radikalisme itu hanya sebuah ketakutan. Sebab, menurut beliau, radikalisme itu sejatinya tidak ada dalam Islam. Hanya tuduhan. “Tidak ada istilah radikal dalam Islam. Radikal itu mungkar, padahal Islam mencegah kemungkaran. Masa ini disebut radikal,” ungkapnya dengan nada mempertanyakan.
Kita memahami bahwa sekarang sedang berjalan upaya massif untuk menggambarkan sedemikian rupa hingga Islam dianggap sebagai ancaman. “Kini sedang berlangsung monsterisasi dan kriminalisasi terhadap dakwah, istilah, dan simbol Islam,” tegas Muhammad Ismail Yusanto.
Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia ini menjelaskan, “ISIS bermasalah, tetapi kita tidak ingin isu ini dijadikan sebagai alat kriminalisasi dan monsterisasi Islam dan umat Islam. Kita juga menolak intervensi asing, sebagaimana menolak kriminalisasi simbol dan istilah Islam seperti bendera tauhid, jihad, khilafah dsb.”
Lalu, bila gerakan yang berupaya untuk menyelamatkan Indonesia dan seluruh umat bukan ancaman, lantas apa yang sebenarnya tengah mengancam negeri zamrud khatulistiwa ini? Jawabannya adalah: neoliberalisme dan neoimperialisme.
Kenyataan ini diakui pula oleh kalangan non-Muslim. Anggota DPR RI Effendi Simbolon, secara pribadi beliau menyampaikan ke saya, “Indonesia sedang didominasi asing dalam bidang ekonomi, politik, sosial dan budaya. Selain itu, kini betapa dahsyat gempuran neokolonialisme dan imperialisme di Indonesia. Seluruh Tanah Air kita telah ada dalam jajahan kaum kapitalis.”
Segera beliau menambahkan, “Bila kita melakukan perlawanan terhadap arus imperialisme maka kita akan menjadi sebuah negara yang kuat, negeri Melayu berbasis mayoritas Islam dengan sumberdaya alam yang kaya.”
Berkaitan dengan neoliberal, beliau menyatakan, “Dulu Sri Mulyani, Boediono, dkk itu neoliberal. Kini, orang-orang di sekitar Jokowi juga liberal.”
Dalam tataran praktis ancaman neoliberalisme dan neoimperialisme ini menemukan jalannya. “Ada tiga hal yang menggelindingkan neoliberalisme ini. Pertama: Perjanjian internasional yang mengikat seperti perjanjian investasi dan perjanjian di bidang perdagangan dalam bentuk WTO, MEA, dsb. Kedua: Proses di dalam negeri berupa pembuatan UUD dan UU yang materialistik dan makin membuka lebar pintu liberalisme. Tidak kurang dari 450 UU dalam ekonomi-politik yang liberal. Ketiga: Kontrak-kontrak dengan pihak luar. Ketika UU-nya liberal maka kontrak yang dilakukan juga liberal,” terang Salamudin Daeng.
Peneliti dari Indonesia for Global Justice (IGJ) ini menambahkan landasan neoliberalisme ini ada tiga yaitu: bertumpu pada utang dan investasi asing, menaikkan keuntungan dengan cara menaikkan harga-harga, dan memburu pajak setinggi-tingginya. “Dengan sistem seperti ini kita tidak dapat keluar dari jeratan, justru makin terperosok ke dalam. Mereka merampok sumberdaya alam, sumberdaya manusia, pajak dan belanja publik,” tambahnya penuh kegeraman.
Semua ini menunjukkan bahwa kini sedang terjadi neoliberalisme yang menyerahkan segala sesuatu milik rakyat kepada swasta dan asing. Muaranya adalah bercokolnya penjajahan baru (neoimperialisme). Namun, untuk menutupi semua itu dilahirkanlah seakan-akan yang sedang mengancam negeri Muslim terbesar ini adalah segala hal yang berbau Islam politik. Dimunculkanlah istilah radikalisme, ideologi ISIS, dll. Padahal yang sedang mengancam bahkan mencengkeram adalah neoliberalisme dan neoimperialisme. Jadi, apakah yang merupakan ancaman itu Islam dan pejuang Islam? Bukan, tapi neoliberalisme dan neoimperialisme!

Kamis, 13 Agustus 2015

Menuju Perjalanan

Perjalanan menuju iman
Iaman diperoleh dengan berfikir dan merenungi ciptaan Allah SWT. misalnya dengan mengawali sebuah pertanyaan kita berasal darimana...?  kita berada dimana? dan kelak kita akan kemana? dengan menjawab pertanyaan ini maka kita akan pasti mendapatkan sebuah jalan

Selasa, 28 Juli 2015

sosialisasi PKLK

Palu, mengikuti kegiatan sosialisasi PK-PLK kepala sekolah dan Guru dilaksanakan di Hotel Palu Golden. tanggal 28 sd tanggal 30 Juli 2015.dibuka oleh Sekertaris dinas Pendidikan provinsi sulawesi tengah, dalam acara pembukaan membacakan sambutan tertulis dari kadis dikjar memberikan penegasan  bertekad terus melakukan upaya agar anak-anak Pendidikan Khsus dan Pendidikan Layanan Khusus (PK PLK), bisa terus ditingkatkan derajatnya hingga nantinya bisa merasa sama dengan anak-anak normal lainnya.
Berbagai upaya dilakukan utnk mewujdukan hal itu, mulai dari membangun gedung pusat yang meski saat ini masih menunggu penyelesaian administrasi agar bisa digunakan, memberikan sosialisasi bagi kepala sekolah dan tenaga pendidik PK PLK di Provinsi Sulteng, sampai pada mendorong orang tua agar tidak mengangap anak-anak PK PLK ini sebagai anak yang harus dikucilkan.  pagi ini materi akan diberikan oleh paranarasumber.

Rabu, 15 Juli 2015

laila al qadr

Nafāis Tsamarāt: Keutamaan Lailatul Qadar

‏عَنْ ‏عَائِشَةَ ‏أمِّ المؤمنين رضي الله عنها ‏قَالَتْ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ ‏صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ‏يُجَاوِرُ (يعتكف) فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ وَيَقُولُ: “تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ”. رواه البخاري
Dari Aisyah radliyallāhu ‘anhā berkara: Rasulullah saw beriktikaf pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Dan Beliau bersabda: “Carilah lailatul qadar pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan.” (HR Bukhari).
و‏عَنْ ‏عَائِشَةَ‏ ‏رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا ‏أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ ‏صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ‏‏قَالَ: “‏تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِي الْوِتْرِ مِنْ الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ”.
Dari Aisyah radliyallāhu ‘anhā bahwa Rasulullah saw bersabda: “Carilah lailatul qadar pada malam-malam ganjil di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan.
وروى النسائي عن أبي هريرة قال: قال رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم: «أتاكم رمضان شهر مبارك فرض الله عز وجل عليكم صيامه، تفتح فيه أبواب السماء وتغلق فيه أبواب الجحيم، وتغل فيه مردة الشياطين، لله فيه ليلة خير من ألف شهر من حرم خيرها فقد حرم».
An-Nasai meriwayatkan dari Abu Hurairah yang berkata bahwa Rasulullah saw bersabda: “Telah datang kepada kalian bulan Ramadhan yang diberkati. Allah azza wa jalla telah mewajibkan kalian berpuasa di bulan Ramadhan. Di bulan Ramadhan ini pintu-pintu langit dibuka, sebaliknya pintu-pintu Jahannam ditutup, dan di bulan Ramadhan ini pula medan perang setan dibelenggu. Adalah hak Allah bahwa di bulan Ramadhan ada satu malam yang lebih baik daripada seribu bulan. Barangsiapa yang terhalang darinya, maka sungguh ia terhalang (dari semua kebaikannya).”
عن أبي هريرة رضي الله تعالى عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: “مَن صام رمضان إيماناً واحتساباً غُفر له ما تقدَّم من ذنبه ومن قام ليلة القدر إيماناً واحتساباً غُفر له ما تقدَّم من ذنبه”. رواه البخاري ومسلم وأبو داود والنَّسائي والدارمي وابن حِبَّان.
Dari Abu Hurairah radliyallāhu ‘anhu dari Nabi saw yang bersabda: “Siapasaja yang berpuasa pada bulan Ramadlan dengan penuh keimanan dan keikhlasan, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah berlalu. Siapasaja yang melakukan qiyamul lail pada malam lailatul qadar dengan penuh keimanan dan keikhlasan, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah berlalu.” (HR Bukahri, Muslim, Abu Dawud, an-Nasai, ad-Darimi dan Ibnu Majah).
عن أنس بن مالك رضي الله عنه قال: “دخل رمضان، فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: إن هذا الشهر قد حضركم وفيه ليلةٌ خيرٌ من ألف شهر، مَن حُرِمَها فقد حُرِم الخيرَ كلَّه، ولا يُحْرَم خيرَها إلا محرومٌ”. رواه ابن ماجه. ورواه أحمد والنَّسائي من طريق أبي هريرة رضي الله عنه
Dari Anas bin Malik radliyallāhu ‘ahu yang berkata bahwa ia mendapati bulan Ramadhan. Lalu Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya bulan ini (Ramadhan) benar-benar telah datang kepadamu, dimana pada pada bulan Ramadhan ini ada satu malam yang lebih baik daripada seribu bulan. Barangsiapa yang terhalang darinya, maka sungguh ia terhalang (dari) kebaikan semuanya. Dan tidak terhalang (dari) kebaikannya, kecuali orang-orang yang bernasib buruk.” (HR Ibnu Majah, dan diriwayatkan juga oleh Ahmad, sedang an-Nasai meriwayatkan dari jalan Abu Hurairah radliyallāhu ‘anhu).
Sumber: hizb-ut-tahrir.info, 11/7/2015.

Selasa, 14 Juli 2015

khutbah idulfitri 1436 H

Khutbah Iedul Fitri 1436 H (2015 M): Bersama Umat Tegakkan Khilafah

Khutbah Pertama :
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
اللهُ اَكْبَرْ (3×) اللهُ اَكْبَرْ (3×) اللهُ اَكبَرْ (3×) اللهُ اَكْبَرْ كبيرا وَاْلحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ الله بُكْرَةً وَ أَصْيْلاً لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ وَللهِ اْلحَمْدُ
إنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ.
وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ.
أَمَّا بَعْدُ؛
يَا أَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ.
قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.

Allahu akbar 3x wa lillahil hamd,
Hadirin yang dirahmati Allah,

Pada hari ini, kita pantas bersyukur kepada Allah Ta’ala, yang telah memberi kesempatan kita menikmati Idul Fitri yang penuh bahagia, setelah sebulan penuh kita berpuasa, agar menjadi insan-insan yang bertaqwa.
Namun di tengah rasa bahagia ini, kita tidak boleh melupakan kondisi umat Islam terkini, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Karena sungguh masih banyak persoalan datang silih berganti, seakan-akan tiada mau berhenti.
Di dalam negeri kebijakan-kebijakan neoliberalisme terus menggila. Lihat naiknya harga-harga barang dan jasa. Harga gas elpiji naik, BBM naik, tarif listrik naik, dan masih banyak yang lainnya. Para penguasa seakan-akan tak peduli lagi dengan rakyatnya, mencabut subsidi seenaknya, walaupun rakyatnya sudah sangat menderita. Kita lihat juga semakin kuatnya nilai tukar Dolar Amerika, sementara nilai rupiah semakin nista. PHK (pemutusan hubungan kerja) mulai merajalela, akibat lesunya perekonomian di negeri kita.
Anehnya, dalam situasi ini, sikap penguasa terhadap korporasi asing justru sebaliknya. Contohnya, PT Freeport yang menguasai tambang di Papua. Tambang yang dalam Syariah Islam seharusnya menjadi milik kita bersama (milkiyyah ‘aammah), dieksploitasi secara rakus oleh PT Freeport yang banyak melanggar aturan yang ada. Sudah 3 tahun PT Freeport tak membayar dividen kepada pemerintah Indonesia, tidak membangun smelter untuk mengolah bahan mentah, namun PT Freeport tetap dibiarkan saja. Bahkan pemerintah tunduk tak berdaya dan justru menjadi pelayannya. Buktinya, pemerintah malah akan memperpanjang izin operasi PT Freeport selama 20 tahun lagi di Papua. Izin operasi kontrak karya (KK) akan diubah menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), yang intinya hanya berganti nama. Jika percepatan IUPK itu bisa dilakukan pada 2015, artinya PT Freeport masih diizinkan merampok kekayaan kita 20 tahun lagi hingga tahun 2035.
Allahu akbar 3x wa lillahil hamd,

Hadirin yang dirahmati Allah,
Kondisi umat Islam di luar negeri juga masih sangat memprihatinkan. Jangan lupakan saudara-saudara kita para pejuang Syariah dan Khilafah yang ditindas diktator brutal Uzbekistan! Jangan lupakan saudara-saudara kita muslim Rohingnya yang sengsara terobang-ambing di tengah samudra! Jangan lupakan saudara-saudara kita di Mesir yang ditindas oleh Presiden Jenderal As Sisi yang telah menjadi tiran! Jangan lupakan saudara-saudara kita di Suriah yang dibunuh dan diperangi pemimpinnya sendiri, Basyar Asad yang menjadi setan!
Sungguh kita tidak boleh mengabaikan kondisi umat yang demikian itu. Karena kita adalah umat Islam yang satu. Penderitaan umat Islam di mana pun juga di muka bumi ini, hakikatnya adalah penderitaan kita bersama sebagai umat yang satu. Rasulullah SAW telah bersabda menggambarkan hal itu :
«اَلْمُسْلِمُوْنَ كَرَجُلٍ وَاحِدٍ إِنْ اِشْتَكَى عَيْنُهُ اِشْتَكَى كُلُّهُ وَإِنْ اِشْتَكَى رَأْسُهُ اِشْتَكَى كُلُّهُ»
(al-muslimuuna ka-rajulin waahidin, inisytaka ‘ainuhu isytaka kulluhu, wa inisytaka ra`suhu isytaka kulluhu). “Kaum muslimin adalah seperti satu orang laki-laki, jika sakit matanya akan merasa sakit pula seluruh tubuhnya. Jika sakit kepalanya akan merasa sakit pula seluruh tubuhnya.” (HR Muslim no 2586).

Allahu akbar 3x wa lillahil hamd,
Hadirin yang dirahmati Allah,

Terhadap kondisi umat yang masih memperihatinkan di atas, sesungguhnya Islam telah memberikan solusi yang tuntas. Kondisi umat itu dapat diumpamakan seperti orang yang sakit, maka syariah Islam sajalah yang layak menjadi obat yang pas.
Syariah Islam telah mengharamkan kebijakan-kebijakan neoliberalisme yang menimbulkan derita; yang sebenarnya lahir dari neoimperialisme (penjajahan gaya baru) dari negara-negara kafir penjajah, baik secara langsung maupun melalui lembaga-lembaga mereka seperti IMF, WTO, ADB, dan Bank Dunia. Adanya dominasi dan hegemoni asing atas kita ini sebenarnya telah diharamkan Islam, sesuai firman-Nya :
﴿وَلَن يَجۡعَلَ ٱللَّهُ لِلۡكَٰفِرِينَ عَلَى ٱلۡمُؤۡمِنِينَ سَبِيلًا﴾
“Dan Allah sekali-kali tidak menjadikan jalan bagi orang-orang kafir untuk menguasai orang-orang yang beriman.” (QS An Nisaa` [4]: 141).
Syariah Islam juga telah mewajibkan kita mengelola tambang-tambang seperti di Papua, sebagai milik kita bersama (milkiyyah ‘aammah), bukan sebagai milik pribadi sehingga dapat dieksploitasi oleh korporasi swasta. Nabi SAW terbukti telah membatalkan pemberian tambang kepada pribadi, dan menjadikannya sebagai milik umum. Nabi SAW pernah memberikan tambang garam di daerah Ma’rib kepada Abyadh bin Hammal RA. Namun, tatkala Abyadh bin Hammal telah pergi, seseorang yang berada di majelis berkata kepada Nabi SAW, “Tahukah Anda bahwa yang Anda berikan adalah (seperti) air yang mengalir?” Lalu Nabi SAW pun membatalkan pemberiannya itu. (HR Baihaqi dan Tirmidzi).
Syariah Islam juga telah mewajibkan memberikan pertolongan kepada saudara sesama muslim yang menderita, seperti Muslim Rohingya, sesuai firman-Nya :
﴿وَإِنِ ٱسۡتَنصَرُوكُمۡ فِي ٱلدِّينِ فَعَلَيۡكُمُ ٱلنَّصۡرُ ﴾
“Jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, maka kamu wajib memberikan pertolongan.” (QS Al Anfaal [7] : 72).

Allahu akbar 3x wa lillahil hamd,
Hadirin yang dirahmati Allah,

Yang menjadi pertanyaan, bagaimana caranya agar Syariah Islam dapat berfungsi efektif mengatasi masalah-masalah umat yang ada? Di sinilah kita harus memahami, bahwa Syariah Islam memerlukan sebuah negara pro Syariah yang menerapkannya. Itulah yang dinamakan Khilafah. Hanya dalam negara Khilafah saja, Syariah Islam dapat diterapkan secara seutuhnya, bukan diterapkan seperti saat ini, yakni secara parsial saja.
Tanpa Khilafah sangat mustahil umat Islam dapat lepas dari neoliberalisme dan neoimperialisme yang terus menjadi sumber derita. Tanpa Khilafah tidak mungkin kita dapat mengelola sumber daya alam umumnya dan tambang khususnya dengan baik agar rakyat hidup sejahtera. Tanpa Khilafah tidak mungkin kita dapat secara sempurna menolong saudara-saudara kita yang tertindas oleh para penguasa yang durjana.
Maka pada kesempatan yang mulia ini, kami menyerukan kepada Saudara sekalian untuk berjuang bersama menegakkan Khilafah. Sebab hanya dengan Khilafah sajalah, kita dapat sempurna menjalankan Syariah. Karena hanya dengan Syariah sajalah, kita dapat secara benar mengatasi semua masalah.
Sesungguhnya Khilafah bukanlah ajaran asing bagi kita. Khilafah merupakan kewajiban yang disepakati oleh para ulama kita, meskipun keberadaannya sejak tahun 1924 di Turki telah sirna, akibat persekongkolan Inggris gembong penjajah dengan Mustafa Kamal yang menjadi antek-anteknya.
Insya Allah Khilafah akan segera tegak kembali, meskipun Amerika dan antek-anteknya membencinya. Sebab kembalinya Khilafah sudah menjadi janji Allah kepada kita (QS An Nuur : 55), dan juga sudah disampaikan oleh Rasulullah SAW sebagai berita gembira. Sabda Rasulullah SAW :
«ثُمَّ تَكُوْنُ خِلاَفَةٌ عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ»  
 “Kemudian (setelah masa penguasa diktator/mulkan jabriyyatan) akan muncul kembali Khilafah yang mengikuti jalan kenabian.” (HR Ahmad, dan Al Bazzar).
اَقُوْلُ قَوْلِى هَذَا وَاسْتَغْفِرُ لِى وَلَكُمْ وَلِوَالِدَيَّ وَلِسَائِرِ اْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ فَاسْتَغْفِرْهُ اِنَّهُ هُوَاْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Khutbah Kedua :
اللهُ اَكْبَرْ (3×) اللهُ اَكْبَرْ (4×) اللهُ اَكْبَرْ كبيرا وَاْلحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ الله بُكْرَةً وَ أَصْيْلاً لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَالللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ وَللهِ اْلحَمْدُ.
اْلحَمْدُ للهِ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ. وَاَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كَثيرًا.
اَمَّا بَعْدُ:
فَيَا مَعَاشِرَ الْمُسْلِمِيْنَ رَحِمَكُمُ الله، أُوصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَا اللهَ فَقْدْ فَازَ الْـمُتَّقُوْنَ.
Allahu akbar 3x wa lillahil hamd,
Hadirin yang dirahmati Allah,
Akhirnya marilah kita berdoa kepada Allah SWT :
بسم الله الرحمن الرحيم ، الحمد لله رب العالمين ،والصلاة والسلام على أشرف الأنبياء والمرسلين
اللّهُمَّ اغْفِرْلَنَا وَلِوَالِدَيْنَا وَارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانَا صِغَارًا، أَللّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اَلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَات
اللّهُمَّ اجْعَلْ عَمَلَنَا عَمَلًا صَالِحًا مُتَقَبَّلًا, مُوَافِقًا بِأَحْكَامِكَ وَخَالِصًا لِوَجْهِكَ
اَللّهُمَّ يَا مُنْـزِلَ الْكِتَابِ وَمُجْرِيَ الْحِساَبِ وَمُحْزِمَ اْلأَحْزَابِ اِهْزِمِ اْليَهُوْدَ وَاَعْوَانَهُمْ والَصَلِّيْبِيِّيْنَ الظَّالِمِيْنَ وَاَنْصَارَهُمْ وَالرَّأْسُمَالِيِّيْنَ وَاِخْوَانَهُمْ وَ اْلإِشْتِرَاكَيِّيْنَ وَالشُيُوْعِيِّيْنَ وَاَشْيَاعَهُمْ
اَللَّهُمَّ ارْحَمْ اُمَّةَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ رَحْمَةً عَامَّةً تُنْجِيْهِمْ بِهَا النَّارَ وَتُدْخِلْهُمْ بِهَا الْجَنَّةَ. اَللَّهُمَّ اَيُّمَا عَبْدٍ اَوْ أَمَةٍ مِنْ اُمَّةِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ يُحِبُّنَا وَيَدْعُوْ لَنَا فَثَقِّلْ مِيْزَانَهُ وَحَقِّقْ اِيْمَانَهُ وَاجْعَلْهُ فِي الْجَنَّةِ الْفِرْدَوْسِ اْلاَعْلَى. وَاَيُّمَا عَبْدٍ اَوْ اَمَةٍ مِنْ اُمَّةِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ عَلَى خَطَأِ وَهُوَ يَظُنُّ اَنَّهُ عَلىَ الْحَقِّ فَرُدَّهُ اِلَى الْحَقِّ رُدًّا جَمِيْلاً. اَللَّهُمَّ اجْعَلْنَا ِلإِخْوَانِناَ الْمُسْلِمِيْنَ حَيِّنِيْنَ لَيِّنِيْنَ سَهِّلِيْنَ حَبِيْبِيْنَ قَرِيْبِيْنَ. وَنَسْأَلُكَ اَنْ تَجْعَلَناَ مُبَشِّرِيْنَ وَمُيَسِّرِيْنَ وَلاَ تَجْعَلَناَ مُعَسِّرِيْنَ وَمُنَفِّرِيْنَ.
اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ دَوْلَةَ الْخِلاَفَةِ عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ تُعِزُّ بِهَا اْلإِسْلاَمَ وَاَهْلَهُ وَتُذِلُّ بِهَا الْكُفْرَ وَاَهْلَهُ، وَ اجْعَلْناَ مِنَ الْعَامِلِيْنَ الْمُخْلِصِيْنَ بِإِقَامَتِهَا
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ، وَسُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، كُلُ عَامٍ وَ أَنْتُمْ بِخَيْرٍ
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Jumat, 10 Juli 2015

Mencintai Ramadhan

Allah memilih bulan Ramadhan untuk menurunkan alquran guna memperbaiki dan mendidik jiwa yang jahiliah. Allah juga memilih bulan Ramadhan untuk mempersatukan umat Islam dalam satu kesadaran baik dalam waktu berpuasa dan berbuka. Pada malam-malam yang panjang di bulan suci ini, Allah lebih menyukai hamba-hamba-Nya yang khusuk beribadah, melantunkan ayat-ayat suci Alquran, dan ibadah sunat lainnya. Pada bulan Ramadhan pula kita seharusnya lebih bisa meningkatkan untuk saling berbagi dengan sesama. Mengulurkan tangan kepada mereka yang kekurangan, mambantu meringankan beban hidup orang lain. Lihatlah anak-anak yatim dan kaum fakir miskin di sekitar kita yang senantiasa membutuhkan uluran tangan kita. Jangan pernah menyia-nyiakan kesempatan ini, karena suatu kemuliaan yang tiada tara bandingannya di sisi-Nya, yang nantinya akan Allah ganjarankan dengan pahala yang derajatnya 70 kali lebih tinggi dibandingkan pada bulan-bulan lainnya.
Ramadhan juga sebagai wahana interaksi kita sebagai hamba-Nya dalam menjalin komunikasi dengan Allah. Karena tujuan puasa adalah untuk menggembleng dan menggodok jiwa-jiwa agar menjadi manusia yang bertakwa (QS. Al-Baqarah: 183). Sebab ibadah puasa yang kita jalankan selama sebulan penuh, berfungsi sebagai landasan kuat agar terbentuknya nilai takwa di sisi Allah.
Kesadaran tersebut akan sangat menonjol pada orang yang berpuasa dengan rasa cinta dan rindu. Karena dengan adanya iman dan takwa, maka kita akan merasakan Allah lebih dekat dengan kita. Jika kita telah merasa dekat dengan Allah, maka apa pun perbuatan mungkar dan keji yang kita lakukan, dengan sendirinya akan tercegah. Karena kita takut dengan pengawasan langsung dari Allah Swt.
Bulan penuh cinta
Jalaluddin Rumi dalam salah satu syairnya mengatakan: “Bagaimana keadaan sang pecinta? Jika kamu seperti aku, maka kamu akan tahu jika Dia memanggilmu, maka kamu pun akan memanggil-Nya.” Cinta yang ditawarkan seorang Jalaluddin Rumi tak hanya sekadar cinta layaknya antar manusia berlainan jenis-yang jika sudah memiliki yang diinginkan, maka berakhir sudah pengorbanannya untuk yang dicintainya. Namun cinta yang dimaksud Jalaluddin di sini adalah cinta antara seorang hamba dengan Sang Penciptanya. Di mana cinta seorang hamba tak pernah luntur, sebelum dia menggapai keimanan dan ketakwaan sesempurna mungkin guna meraih makrifat Allah.
Cinta bertemu Ramadhan, berarti cinta bertemu dengan Allah. Maka jelaslah bahwa Allah juga akan membukakan pintu rahmat dan magfirahnya seluas langit dan bumi. Pada bulan suci ini pintu-pintu neraka dikunci, dan pintu surga dibentangkan buat sang pecinta. Maka pecinta sejati tak akan membiarkan bulan “cinta” ini berlalu begitu saja tanpa makna. Rasulullah saw bersabda: “Barang siapa mencintai pertemuan dengan Allah, maka Allah pun mencintai pertemuan dengannya. Dan barang siapa tidak mencintai pertemuan dengan Allah, maka Allah pun tidak mencintai pertemuan dengannya.” (HR. Bukhari).
Dalam Ihya Ulumuddin, Al-Ghazali mengatakan: “Adalah sebuah kebohongan besar jika seseorang mencintai sesuatu, namun dia tidak memiliki kecintaan pada yang dicintainya itu.” Dan bukti cintai inilah yang diperlihatkan Nabi Ibrahim ketika Allah memerintahkan pada Ibrahim untuk mengorbankan Ismail sang buah hatinya kepada Allah. Atau ketika Masyitah harus rela anak dan dirinya dimasukkan ke dalam air mendidih, karena cintanya yang tiada tara pada Allah.
Seluruh sifat-sifat indah itu hanya dimiliki oleh manusia pilihan, yang tidak akan tergerus oleh kemilau duniawi apa pun yang ditawari untuk menaklukkannya. Karena kecintaannya kepada Allah melebihi dari segalanya. Maka pada bulan suci ini, mari kita merayakan “kebebasan” untuk merengkuh kasih sayang Allah. Dengan berlomba-lomba meraih “bonus” yang Allah berikan. Maka segala usaha dan upaya apa pun akan kita tempuh untuk menuju keimanan dan ketakwaan (tahallli), serta sekaligus membersihkan diri dari kita dari dari sifat-sifat tercela yang disebut dengan tahalli. Alangkah indahnya jika sifat-sifat tahalli, bagian dari penyucian jiwa ini, dapat kita implementasikan bukan hanya di bulan suci Ramadhan saja, namun kapan dan di mana pun kita berada.

Semua bisa terjadi

Sahabat Bloger yang terhormat.......salam perjuangan hidup,
“Wahai manusia, sungguh telah datang pada kalian bulan dengan membawa berkah, rahmat, dan magfirah. Bulan yang paling mulia di sisi Allah. Hari-harinya adalah hari yang paling utama. Malam-malamnya adalah malam yang paling utama. Jam-jamnya adalah jam yang paling utama.”
ITULAH pesan Rasulullah saw saat menyambut bulan suci Ramadhan, dan yang mengisyatkan bahwa puasa bukanlah sekadar rutinitas seremonial tahunan untuk menahan lapar dan dahaga saja sepanjang hari mulai fajar hingga tenggelamnya matahari. Dimensi puasa sesungguhnya adalah suatu ekspresi kesadaran cinta hamba-Nya kepada Sang Khalik. Maka sudah sepantasnya kita menyambut Ramadhan dengan segenap rasa rindu dan cinta.
Karena tanpa rindu dan cinta, mustahil kita bisa memasuki relung bulan suci ini dengan segenap jiwa dan kerelaan untuk berkorban secara lahir dan batin. Ekspektasinya adalah tentu penyerahan diri secara totalitas kepada Allah swt. Jika rasa rindu dan cinta itu dapat kita wujudkan, maka dawai-dawai indah Ramadhan akan berdenting setiap saat, dan kita merasakan betapa indahnya kelaparan dan kehausan yang menjelama dalam bentuk takluknya hawa nafsu demi untuk meraih sebuah keridhaan kepada Allah.
Jika untuk urusan dunia, terkadang kita bisa mengorbankan apa saja untuk meraihnya. Ketika keinginan untuk membeli mobil baru begitu besar hasrat yang melanda, maka kita rela menjual apa saja asalkan kita bisa memilikinya. Tak jarang, agar benda yang kita inginkan tersebut bisa terwujud, maka ada yang rela gajinya dipotong setiap bulan, dan dengan sendirinya jatah untuk keperluan sehari-hari pun harus terkorbankan.
Menabung amal
Tanpa rasa rindu dan cinta, mustahil kita dapat “memadu kasih” dengan segenap jiwa kita pada bulan Ramadhan ini, kecuali cinta yang lahiriah saja yang kita nikmati. Padahal Allah telah memberikan garansi bahwa pada bulan nan agung inilah, kita dapat memperbanyak tabungan amal ibadah sebanyak-banyaknya, asalkan kita mampu melakukannya sesuai dengan perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.
Allah akan menempatkan hamba-hamba yang taat ini (al-shaim) pada derajat tertinggi dalam meraih segala kemuliaan dan kemudahan di akhirat kelak. Karena pada bulan inilah kita dapat memohon segala pengharapan sesuai dengan firman Allah Swt: “Dan Tuhanmu menciptakan apa saja yang dikehendaki dan memilih apa saja yang dikehendaki.” (QS. Al-Qashash: 68).

Rabu, 08 Juli 2015

Menjadikan Al-Quran Petunjuk Hidup


Hasil gambar untuk al quran

Ramadhan sering disebut dengan syahrul-Qur’ân karena pada bulan inilah al-Quran diturunkan. Karena itu setiap tahun, pada bulan Ramadhan, umat Islam mengadakan Peringatan Nuzul al-Quran. Dalam momentum Peringatan Nuzulul Quran pula, tampaknya tetap penting dan relevan untuk melakukan perenungan di seputar al-Quran. Apalagi saat ini, saat kondisi kehidupan umat ini sedang didera oleh aneka problem di berbagai sendi kehidupan mereka, dan mereka tengah mencari jalan keluar dari aneka problem itu; tentu perenungan itu makin tampak mendesak dan penting.
Al-Quran Sebagai Petunjuk
Allah SWT telah menjelaskan untuk apa al-Quran diturunkan:
﴿شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِّنَ الْهُدَىٰ وَالْفُرْقَانِ﴾
Bulan Ramadhan adalah bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia serta sebagai penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (TQS al-Baqarah [2]: 185).
Imam ath-Thabari di dalam Jâmi’ al-Bayân fi Ta’wîl al-Qur’ân menjelaskan: “Hudâ li an-nâs” bermakna: sebagai petunjuk untuk manusia ke jalan yang benar dan manhaj yang lurus. “Wa bayyinâti” bermakna: yang menjelaskan “petunjuk”, yakni berupa penjelasan yang menunjukkan hudud Allah SWT, kefardhuan-kefardhuan-Nya serta halal dan haram-Nya. Adapun firman Allah “wa al-furqân” bermakna: pemisah antara kebenaran dan kebatilan.
Syaikh Atha’ bin Khalil Abu ar-Rasytah di dalam Taysîr fî Ushûl at-Tafsîr juga menjelaskan: “Hudâ li an-nâs” bermakna: menunjuki mereka pada kebenaran dan jalan yang lurus. “Wa bayyinâti min al-hudâ” bermakna: sebagai bukti-bukti yang qath’i dan mukjizat bahwa al-Quran merupakan petunjuk yang telah diturunkan oleh Allah SWT. Adapun “wa al-furqân” bermakna: yang membedakan antara kebenaran dan kebatilan, antara yang baik dan yang buruk dan antara amal-amal salih dan amal amal buruk.
Sebagai petunjuk bagi manusia untuk menjalani kehidupan, al-Quran memberikan penjelasan atas segala sesuatu. Allah SWT menegaskan:
﴿ وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِّكُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً وَبُشْرَىٰ لِلْمُسْلِمِينَ ﴾
Kami telah menurunkan kepada kamu al-Kitab (al-Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu, juga sebagai petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi kaum Muslim (TQS an-Nahl [16]: 89).
Imam al-Baghawi di dalam tafsir Ma’âlim at-Tanzîl menjelaskan, “Al-Quran merupakan penjelasan atas segala sesuatu yang diperlukan berupa perintah dan larangan, halal dan haram serta hudud dan hukum-hukum.”
Dengan mengutip Ibn Mas’ud ra., Imam Ibnu Katsir di dalam Tafsîr al-Qur’ân al-‘Azhim juga menjelaskan, “Sesungguhnya al-Quran meliputi segala pengetahuan yang bermanfaat berupa berita tentang apa saja yang telah lalu: pengetahuan tentang apa saja yang akan datang: juga hukum tentang semua yang halal dan yang haram serta apa yang diperlukan oleh manusia dalam perkara dunia, agama, kehiduan dan akhirat mereka.”
Al-Quran secara hakiki merupakan petunjuk bagi manusia. Namun, al-Quran tidak serta-merta secara riil berperan menjadi petunjuk kecuali jika memang diperhatikan dan dijadikan sebagai panduan, pedoman dan petunjuk. Itulah saat peringatan-peringatannya diindahkan, pelajaran-pelajarannya diperhatikan, perintah-perintahnya dijalankan, larangan-larangannya dijauhi dan ditinggalkan, ketentuan-ketentuannya diikuti, hukum-hukumnya serta halal dan haramnya diterapkan dan dijadikan hukum untuk mengatur kehidupan. Al-Quran yang secara hakiki menjadi penjelasan atas segala sesuatu sekaligus menjadi solusi problem kehidupan akan secara riil menjadi penjelasan dan solusi jika penjelasanya diambil dan solusi-solusinya dijalankan. Dengan kata lain, al-Quran akan benar-benar menjadi petunjuk, penjelasan dan solusi jika kita menjalani hidup dengan al-Quran dan mengelola kehidupan sesuai dengan al-Quran.
Merealisasikan al-Quran Sebagai Petunjuk
Saat Allah SWT menjelaskan al-Quran sebagai petunjuk bagi kaum bertakwa dan bagi umat manusia, di situ terkandung perintah agar kita menjadikan al-Quran secara riil sebagai petunjuk. Allah SWT pun sudah mengutus Rasulullah Muhammad saw. untuk menyampaikan al-Quran kepada kita, menjelaskannya segamblang-gamblangnya serta memaparkan bagaimana menjalankan al-Quran itu di tengah kehidupan dan bahkan memberikan contoh praktis pelaksanaannya.
Dengan itu semua, kita yang mengimani Allah SWT yang menurunkan al-Quran, mengimani Rasulullah Muhammad saw. yang membawa dan menjelaskan al-Quran serta mengimani al-Quran itu sendiri, tidak selayaknya enggan menjadikan al-Quran sebagai petunjuk di dalam kehidupan kita. Jangan sampai kita termasuk orang-orang yang terancam dengan pengaduan Rasul saw. kepada Allah SWT, sebagaimana dinyatakan di dalam al-Quran:
﴿ وَقَالَ الرَّسُوْلُ يَا رَبِّ إِنَّ قَوْمِي اتَّخَذُوْا هَذَا الْقُرْآنَ مَهْجُوْرًا ﴾
Berkatalah Rasul, “Tuhanku, sesungguhnya kaumku telah menjadikan al-Quran itu sebagai sesuatu yang diabaikan.” (TQS al-Furqan [25]: 30).

Syaikh Abdurrahman as-Sa’di di dalam tafsir Taysîr ar-Rahmân fî Tafsîr Kalâm al-Mannân menjelaskan: “Tuhanku, sesungguhnya kaumku”, yakni yang kepada merekalah Engkau utus aku untuk menunjuki mereka dan menyampaikan al-Quran kepada mereka, “telah menjadikan al-Quran itu sebagai sesuatu yang diabaikan”, yakni: mereka berpaling, abai dan meninggalkan al-Quran. Padahal wajib bagi mereka terikat dengan hukum-hukumnya, patuh pada hukum-hukumnya dan berjalan di belakangnya.
Imam Ibnu Katsir menjelaskan berbagai bentuk tindakan dan sikap hajr al-Qur’ân (mengaiabikan al-Quran). Di antaranya adalah meninggalkan ilmunya dan tidak menghapalnya; menolak untuk mengimani dan membenarkan al-Quran; enggan menyimak dan mendengarkannya, bahkan membuat kegaduhan dan pembicaraan lain sehingga tidak mendengar al-Quran saat dibacakan; tidak men-tadabburi dan tidak memahami al-Quran; enggan mengamalkan dan mematuhi perintah dan larangannya; serta berpaling dari al-Quran lalu berpaling pada selainnya baik berupa syair, ucapan, nyanyian, permainan, ucapan, atau thariqah yang diambil dari selain al-Quran
Dalam upaya menjadikan al-Quran sebagai petunjuk, kita dilarang keras membeda-bedakan isi al-Quran. Kita dilarang keras mengimani sebagian dan menolak sebagian ayat-ayatnya. Kita dilarang keras memilih-milih dan memilah-milah kandungan al-Quran sehingga sebagian diambil, dipedomani dan diterapkan; sementara sebagian lainnya diabaikan dan tidak diterapkan dengan berbagai dalih dan alasan.
Kandungan dan hukum-hukum di dalam al-Quran itu ada yang ditujukan untuk individu dan bisa dijalankan secara individual, ada yang ditujukan untuk kelompok atau jamaah dan harus dilakukan secara kelompok atau jamaah, juga ada yang hanya bisa dilaksanakan oleh pemimpin yang memegang kekuasaan negara.
Firman Allah SWT “Kutiba ‘alaykum ash-shiyâm (Telah diwajibkan atas kalian berpuasa)” jelas bisa dilaksanakan secara individual meski pelaksanaan syiar puasa secara sempurna tidak bisa hanya individual melainkan harus melalui negara, seperti penentuan awal dan akhir Ramadhan.
Firman Allah SWT “Kutiba ‘alaykum al-qitâl (Telah diwajibkan atas kalian berperang)” bisa dijalankan oleh individu maupun kelompok. Namun, pelaksanaan perang itu pun hanya sempurna jika dilakukan melalui kekuasaan negara seperti pembentukan angkatan perang, pembangunan persenjataan, pendirian akademi militer, dsb.
Adapun firman Allah SWT “Kutiba ‘alaykum al-qishâsh fî al-qatla (Telah diwajibkan atas kalian hukumqishah dalam kasus pembunuhan)” tidak boleh diterapkan oleh individu ataupun kelompok, tetapi harus dijalankan melalui pemimpin (khalifah) yang memegang kekuasaan negara.
Ketiga contoh hukum al-Quran tersebut adalah sama, tidak ada perbedaan di antaranya, bahkan diungkapkan dengan redaksi yang mirip. Begitulah semua hukum al-Quran. Semuanya punya posisi yang sama. Dengan kata lain, semua hukum Islam berkedudukan sama. Sama-sama wajib dilaksanakan.
Wahai Kaum Muslim:
Dengan demikian tampak jelas dan gamblang bahwa upaya menjadikan al-Quran sebagai petunjuk tidak akan sempurna hanya oleh individu dan kelompok atau jamaah saja, tetapi harus melibatkan peran negara. Caranya adalah dengan menerapkan hukum-hukum al-Quran atau syariah Islam secara formal melalui kekuasaan negara. Untuk itu negara dan sistem kenegaraannya haruslah berlandaskan pada akidah Islam. Negara itu haruslah Khilafah Rasyidah ‘ala minhaj an-nubuwwah, sebagaimana telah dinyatakan di dalam hadis Rasulullah saw. Karena itu menerapkan syariah Islam secara menyeluruh di bawah sistem Khilafah Rasyidah ‘ala minhaj an-nubuwah adalah prasyarat untuk bisa menjadikan al-Quran sebagai petunjuk secara hakiki, sempurna dan riil di tengah kehidupan. Itulah yang mesti diperjuangkan oleh kita semua, umat Islam, agar upaya menjadikan al-Quran sebagai petunjuk tidak sekedar klaim; agar keimanan kita pada al-Quran sempurna; juga agar kita menjadi kaum yang layak untuk dimuliakan dengan al-Quran. Rasul saw. bersabda:
«إنَّ اللهَ يَرْفَعُ بِهَذَا الْكِتَابِ أَقْوَاماً وَيَضَعُ بِهِ آخَرِيْنَ»
Sesungguhnya Allah meninggikan dengan al-Quran ini banyak kaum dan merendahkan banyak kaum lainnya(HR Muslim).
WalLâh a’lam bi ash-shawâb[]