Rabu, 01 Maret 2017

Teknik menulis

Saya mengawali artikel ini dengan cekikikan sendiri. Judulnya atraktif, somenggoda-goda, mengumpan calon pembaca. Ada kesan menyesal kalau tak di-klik…. wkwkwkwkw Dipermula dari sanjungan seorang ‘Penulis Muda’, Heryanto Rantelinonamanya. “Tulisan Pak Armand ringan”, sindirnya. Penulis muda bertalenta, sekaligus Kompasianer Makasssar itu, urung bertanya lebih lanjut, ia mungkin menebak bahwa saya tak mungkin menggoreskan artikel-artikel berat di Kompasiana (baca: akan menyiksa mata, otak dan psikis pembaca). Dan saya tak akan lakukan itu untuk menuliskan artikel bak karya ilmiah, jurnal, ataupun orasi akademik. Terilhami suasana psikis pribadi, betapa kangenku akanartkel-artikel santaidi sela-sela jibunan artikel serius. Selanjutnya telah beragam tayang akan teknik menulis yang efisien, efektif, bertenaga, kokoh dan paragrafnya bertalian satu sama lain.Yoooop,saya respek atas kerelaan kawan-kawan Kompasiana membagi-bagi ramuan dalam dunia menulis. David NOAH penulis lagu, Armand penulis di Kompasiana¦ Wkwkwkwk Lantas, kuberkata dalam batin: “Sungguh kuingin seperti itu, namun teramat sulit untuk kutitahkan”. Begitu kata hatiku seolah ingin menuliskan komentar serupa itu, di setiap artikel yang mengajakku (kita, red) untuk menulis sesuai saran penulis-penulis itu. Lalu, kuingat sebuah kalimat romantis hubungannya dengan cara menulis yang menawan. Kalimat itu seperti ini:“Teknik menulis hebat, indah dan super inspiratif. Ibarat bunga mawar yang tumbuh di tepi jurang, elok dipandang, namun sulit dipetik”. Tak mengapa, menulis itu adalah impian dan kita harus berani bermimpi, dan inilah teknik menulis yang kita mimpikan bersama: Kendalikan Medan Saya sangat mengenalKompasiana, nyaris seluruh jenis tulisan ada di sini. Ini bukan Kompas Cetak, di media Kompasiana belum membutuhkan tulisan serius dengan ciri bahasa yang sesak istilah tinggi, canggih dan susah dicerna. Azas manfaat menjadi pilihan utama dan mendasar. Contoh tulisan yang susah dimengerti cepat: "Pendayagunaan aparatur negara, membutuhkan sustainibilitas tinggi, prosedur minimalis sesuai dengan perundang-undangan,perpuatauperda. Karena kinerja aparatur negara harus sesuai sistem terbuka dan sistem tertutup". Kalimat ini sangat ekslusif, abstrak dan belum informatif. Padahal penulisnya hanya bermaksud begini: "Pendayagunaan aparatur negara, idealnya sesuai dengan aturan". Penulis atau Tulisannya? Faktapun terlentang di sini, dua perkara yang kita nilai:Penulis dan Tulisan. Tulisan dinilai dari mutu, penulis diapresiasi dari kepribadian. Saya kerap membaca artikel bagus di sini, pengen komentar tapi penulisnya enggan menyapa, hemat merespon komentar -tentu dengan beragam alasan- kepada visitor. Problematikanya:komentator secara psikis akan trauma kecil jika komen tak terlayani. Dan itu gejala alamiah di setiap jiwa, perseptual itupun akan terorbit dengan sendirinya. Cara alternatif membentuk medan persepsi 'baik' kepada pembaca atau komentator adalah meyakinkannya bahwa "Saya pasti akan layani komentar Anda". Subtitusi Tanjakkan sedikit makna kalimat, hingga nilai seninya hadir. Lakukan dengan subtitusi kata. Contoh: Nenek itu sudah tua, suaminyapun telah meninggal. Gantilah katatuamenjadirenta, meninggal dengantiada. Maka alimat itu akan teruntai: "Nenek itu sudah renta, suaminyapun telah tiada". Kalimat ini subtansinya sama namun efek psikis yang sangat berbeda. Contoh lain: "Kenyataan itu membuatku tak bisa bicara". Maknatak bisa bicaradapat diharfiahkan sebagai orang bisu, diam, pasif dan apatistik. Untuk mendapatkan makna utuh dan berseni, sebaiknya kalimat ini disulap menjadi: "Kenyataan itu membuatkutertegun". Cepat atau Tepat? Kompasianer Makassar ini tak bermaksud mengatur-atur Anda dalam menulis dan mempublikasikannya.nawaituku hanyalah berharap Anda menjadi penulis cepat danmemublisdalam waktu yang tepat. Publikasi buru-buru rawan akan ketidakutuhan paragraf dan juga kesalahan ketik. Kesalahan ketikan menjadi suatu nilai tersendiri bagi pembaca, dan kesalahan itu menyisakan berkas-berkas ingatan kepada pembaca. Sayapun kerap lakukan itu hingga saya berikhtiar untuk menulis tanpa catat kata, huruf ataupunfonem. Ayo, Sedikit Lagi Memulai tulisan itu pekerjaanberat, berhenti menulis di tengah jalan adalah pekerjaanringan. Mestinya dibalik, memulai menulis itu soal ringan, menghentikan menulis itu adalah perkara berat. Katakan:"Sungguh berat saya hentikan tulisanku ini". Selanjutnya, salah satu cara untuk mendongkrak energi menulis yang mulai lemah, lumpuh dan gontai. Pacu jemarimu untuk tetap menari-nari di atas keyboard dengan kalimat optimistik: "Ayo, sedikit lagi!". Inilah teknik menggedor spirit, melipatgandakan energi psikis dalam zona tulis-menulis, termasuk soal baca-membaca^^^

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/arsyadrahman/inilah-teknik-menulis-yang-anda-cari_552fc70a6ea83430388b45ba
Kirimkan Komentar yang membangun

Tidak ada komentar:

Posting Komentar