Minggu, 19 Maret 2017

Tetaplah Bersyukur walau hanya 10 ribu


Ada seorang sahabat menuturkan kisahnya. Dia bernama Budiman. Sore itu ia menemani istri dan seorang putrinya berbelanja kebutuhan rumah tangga bulanan di sebuah toko swalayan. Usai membayar, tangan-tangan mereka sarat dengan tas plastik belanjaan.
Baru saja mereka keluar dari toko swalayan, istri Budiman dihampiri seorang wanita pengemis yang saat itu bersama seorang putri kecilnya. Wanita pengemis itu berkata kepada istri Budiman, "Beri kami sedekah, Bu!"

Istri Budiman kemudian membuka dompetnya lalu ia menyodorkan selembar uang kertas berjumlah 1000 rupiah. Wanita pengemis itu lalu menerimanya. Tatkala tahu jumlahnya tidak mencukupi kebutuhan, ia lalu menguncupkan jari-jarinya mengarah ke mulutnya. Kemudian pengemis itu memegang kepala anaknya dan sekali lagi ia mengarahkan jari-jari yang terkuncup itu ke mulutnya, seolah ia ingin berkata, "Aku dan anakku ini sudah berhari-hari tidak makan, tolong beri kami
tambahan sedekah untuk bisa membeli makanan!"

Mendapati isyarat pengemis wanita itu, istri Budiman pun membalas isyarat dengan gerak tangannya seolah berkata, "Tidak... tidak, aku tidak akan menambahkan sedekah untukmu!"
Ironisnya meski tidak menambahkan sedekahnya, istri dan putrinya Budiman malah menuju ke sebuah gerobak gorengan untuk membeli cemilan. Pada kesempatan yang sama Budiman berjalan ke arah ATM center guna mengecek saldo rekeningnya. Saat itu memang tanggal gajian, karenanya Budiman ingin mengecek saldo rekening dia.


kisah inspirasi

Di depan ATM, Ia masukkan kartu ke dalam mesin. Ia tekan langsung tombol INFORMASI SALDO. Sesaat kemudian muncul beberapa digit angka yang membuat Budiman menyunggingkan senyum kecil dari mulutnya. Ya, uang gajiannya sudah masuk ke dalam rekening.
Budiman menarik sejumlah uang dalam bilangan jutaan rupiah dari ATM. Pecahan ratusan ribu berwarna merah kini sudah menyesaki dompetnya. Lalu ada satu lembar uang berwarna merah juga, namun kali ini bernilai 10 ribu yang ia tarik dari dompet. Uang itu Kemudian ia lipat kecil untuk berbagi dengan wanita pengemis yang tadi meminta tambahan sedekah.

Saat sang wanita pengemis melihat nilai uang yang diterima, betapa girangnya dia. Ia pun berucap syukur kepada Allah dan berterima kasih kepada Budiman dengan kalimat-kalimat penuh kesungguhan: "Alhamdulillah... Alhamdulillah... Alhamdulillah... Terima kasih tuan! Semoga Allah memberikan rezeki berlipat untuk tuan dan keluarga. Semoga Allah memberi kebahagiaan lahir dan batin untuk tuan dan keluarga. Diberikan karunia keluarga sakinah, mawaddah wa rahmah. Rumah tangga harmonis dan anak-anak yang shaleh dan shalehah. Semoga tuan dan keluarga juga diberi kedudukan yang terhormat kelak nanti di surga...!"



Budiman tidak menyangka ia akan mendengar respon yang begitu mengharukan. Budiman mengira bahwa pengemis tadi hanya akan berucap terima kasih saja. Namun, apa yang diucapkan oleh wanita pengemis tadi sungguh membuat Budiman terpukau dan membisu. Apalagi tatkala sekali lagi ia dengar wanita itu berkata kepada putri kecilnya, "Dik, Alhamdulillah akhirnya kita bisa makan juga....!"
Deggg...!!! Hati Budiman tergedor dengan begitu kencang. Rupanya wanita tadi sungguh berharap tambahan sedekah agar ia dan putrinya bisa makan. Sejurus kemudian mata Budiman membuntuti kepergian mereka berdua yang berlari menyeberang jalan, lalu masuk ke sebuah warung tegal untuk makan di sana.

Budiman masih terdiam dan terpana di tempat itu. Hingga istri dan putrinya kembali lagi dan keduanya menyapa Budiman. Mata Budiman kini mulai berkaca-kaca dan istrinya pun mengetahui itu. "Ada apa Pak?" Istrinya bertanya.

Dengan suara yang agak berat dan terbata Budiman menjelaskan: "Aku baru saja menambahkan sedekah kepada wanita tadi sebanyak 10 ribu rupiah!"

Awalnya istri Budiman hampir tidak setuju tatkala Budiman mengatakan bahwa ia memberi tambahan sedekah kepada wanita pengemis. Namun Budiman kemudian melanjutkan kalimatnya:
"Bu..., aku memberi sedekah kepadanya sebanyak itu. Saat menerimanya, ia berucap hamdalah berkali-kali seraya bersyukur kepada Allah. Tidak itu saja, ia mendoakan aku, mendoakan dirimu, anak-anak dan keluarga kita. Panjaaaang sekali ia berdoa!

Dia hanya menerima karunia dari Allah Swt sebesar 10 ribu saja sudah sedemikian hebatnya bersyukur. Padahal aku sebelumnya melihat di ATM saat aku mengecek saldo dan ternyata di sana ada jumlah yang mungkin ratusan bahkan ribuan kali lipat dari 10 ribu rupiah. Saat melihat saldo itu, aku hanya mengangguk-angguk dan tersenyum. Aku terlupa bersyukur, dan aku lupa berucap hamdalah.

Bu..., aku malu kepada Allah! Dia terima hanya 10 ribu begitu bersyukurnya dia kepada Allah dan berterimakasih kepadaku. Kalau memang demikian, siapakah yang pantas masuk ke dalam surga Allah, apakah dia yang menerima 10 ribu dengan syukur yang luar biasa, ataukah aku yang menerima jumlah lebih banyak dari itu namun sedikitpun aku tak berucap hamdalah."

Budiman mengakhiri kalimatnya dengan suara yang terbata-bata dan beberapa bulir air mata yang menetes. Istrinya pun menjadi lemas setelah menyadari betapa selama ini kurang bersyukur sebagai hamba. Ya Allah, ampunilah kami para hamba-Mu yang kerap lalai atas segala nikmat-Mu

kisah diambil dari http://myquran.org/forum/index.php/topic,82145.0.html
Kirimkan Komentar yang membangun

Jangan hanya melihat dari kulitnya

menilai sesuatu hanya dari luarnyaSangat mudah memang memberikan komentar atau menilai sesuatu hanya dari luarnya saja, karena hal tersebut merupakan sikap yang seringkali kita tunjukkan dalam kehidupan ini. Bukan hanya kepada sesuatu yang kita lihat saja, namun hal ini bahkan sering kita lakukan pada seseorang yang kita temui di dalam kehidupan kita. Ini tentu sebuah kebiasaan yang buruk, di mana kita begitu mudah menilai dan memberikan komentar tentang seseorang, yang bahkan bisa saja tidak kita kenal sama sekali.
Meski kita memiliki kebebasan untuk melakukan hal ini, namun bukan berarti kita bisa menilai dan mengomentari semua orang dan hal yang kita temui di dalam kehidupan kita. Bagaimana jika ternyata kita salah, atau bahkan dipermalukan atas apa yang telah kita ucapkan tersebut, sebab suatu saat bisa saja kita menemukan titik di mana kita harus belajar.

Belajar dari kisah Bob Sadino

Pengusaha yang satu ini tentu begitu sangat familiar bagi sebagian orang, terutama karena penampilannya yang begitu santai dan terkesan nyeleneh. Namun, penampilannya ini justru seringkali membuat orang salah sangka dan bahkan salah menilai tentang beliau, hingga tak jarang orang justru tertipu dengan penampilannya tersebut.
Seperti suatu pagi, di mana beliau sedang asyik memegang gunting dan memotong ranting tanaman yang terdapat di tamannya. Sebagaimana biasanya, beliau akan mengenakan sebuah kemeja lengan pendek dan lengkap dengan celana pendek yang menjadi ciri khas penampilannya yang sederhana.
Di tempat yang sama, seorang ibu mendatangi taman bersama dengan seorang anaknya. Ia berniat untuk memasuki area perkantoran elit tersebut, namun hari masih terlalu pagi, sehingga ia dan anaknya memilih untuk menikmati suasana pagi di taman yang asri itu. Ibu berusia 40an tersebut dud2uk di kursi taman sambil sesekali menyeka wajahnya dengan tisu, selanjutnya ia membuang tisu tersebut secara sembarangan di taman itu.
Pemilik taman yang hanya berjarak beberapa langkah saja dari sana, datang dan memungut tisu tersebut serta membuangnya ke tempat sampah. Namun seolah senang dan belum puas melakukannya, ibu tersebut kembali membuang tisu yang habis dipakainya dengan sembarangan. Kembali pemilik taman itu menghampirinya dan memungut tisu tersebut, kemudian membuangnya ke tempat sampah.
Tanpa perasaan bersalah dan risih sedikitpun, ibu ini malah menunjuk pemilik taman tersebut dan berujar kepada anaknya,”Nak, kalau kamu tidak belajar dengan giat dan benar di sekolah, maka kamu hanya akan berakhir seperti kakek itu, bisanya cuma membersihkan taman dan memungut semua sampah yang ada di sini. Kotor, tidak layak, dan bahkan hanya seorang rendahan, iya kan?”
Hal ini bahkan terdengar oleh pemilik taman tersebut, hingga ia meletakkan guntingnya dan menghampiri wanita dan anaknya itu, “Permisi, ini bukan taman umum, bagaimana Anda bisa berada di sini?” tanyanya masih dengan nada yang sopan.
Dengan sombong wanita tersebut menjawab, “Saya calon menager baru di perusahaan ini, mereka memanggil saya untuk wawancara.” Jawabnya dengan ketus.
Namun pada saat bersamaan seorang pria dengan penampilan rapi dan juga sikap yang sopan datang menghampiri kakek tersebut dan berkata dengan hormat,”Permisi, Pak Presdir. Saya hanya ingin mengingatkan saja, sebentar lagi rapatnya akan segera dimulai, Pak.”
Pemilik taman tersebut mengangguk dan dengan tagas mengatakan kepada staffnya tersebut bahwa wanita sombong di depannya tidak cocok untuk jabatan apapun juga di perusahaan mereka. Namun setelahnya beliau berkata dengan lembut kepada anak ibu tersebut bahwa hal yang paling penting di dalam hidup ini adalah menghormati orang lain, siapapun dia dan apapun pekerjaannya dan jangan pernah menilai sesuatu hanya dari luarnya saja.
Sementara ibu tersebut tertunduk malu di sana, tanpa berani mengangkat kembali kepalanya dan menunjukkan kesombongannya.
Kirimkan Komentar yang membangun

Takut itu wajar


Perang Mu’tah, adalah perang yang secara rasio tak akan membuat manusia optimis apalagi yakin dengan kemenangan yang dijanjikan. Bayangkan saya, jumlah pasukan Romawi yang berkumpul pada hari itu lebih dari 200.000 tentara, lengkap dengan baju perang yang gagah, panji-panji dari kain sutra, senjata-senjata yang perkasa, lalu dengan kuda-kuda yang juga siap dipacu.

Abu Hurairah bersaksi atas perang ini. ”Aku menyaksikan Perang Mu’tah. Ketika kami berdekatan dengan orang-orang musyrik. Kami melihat pemandangan yang tiada bandingnya. Jumlah pasukan dan senjatanya, kuda dan kain sutra, juga emas. Sehingga mataku terasa silau,” ujar Abu Hurairah.


kisah-kisah inspirasi terbaik

Sebelum melihatnya, pasukan para sahabat yang hanya berjumlah 3.000 orang-orang beriman, sudah mendengar kabar tentang besarnya pasukan lawan. Sampai-sampai mereka mengajukan berbagai pendapat, untuk memikirkan jalan keluar. Ada yang berpendapat agar pasukan Islam mengirimkan surat kepada Rasulullah saw, mengabarkan jumlah musuh yang dihadapi dan berharap kiriman bala bantuan lagi. Banyak sekali usulan yang mengemuka, sampai kemudian Abdullah ibnu Rawahah yang diangkap sebagai panglima pertama berkata di depan pasukan.

”Demi Allah, apa yang kalian takutkan? Sesungguhnya apa yang kalian takutkan adalah alasan kalian keluar dari pintu rumah, yakni gugur sebagai syahid di jalan Allah. Kita memerangi mereka bukan karena jumlahnya, bukan karena kekuatannya. Majulah ke medan perang, karena hanya ada dua kemungkinan yang sama baiknya, menang atau syahid!”

Pidato perang yang singkat, tapi sangat menggetarkan. Seperti yang kita tahu dalam sejarah, sebelum berangkat Rasulullah berpesan pada pasukan. Jika Zaid bin Haritsah terkena musibah, maka panglima akan diserahkan kepada Ja’far bin Abi Thalib. Dan jika Ja’far bin Abi Thalib juga terkena musibah, maka Abdullah ibnu Rawahah yang menggantikannya.



Mahasuci Allah dengan segala tanda-tanda-Nya. Perkataan Rasulullah benar terbukti, sebagai salah satu tanda-tanda kebesaran Allah. Zaid bin Haritsah syahid dalam peperangan ini. Kemudian panji-panji Rasulullah dipegang oleh Ja’far bin Abi Thalib. Panglima pasukan kaum Muslimin ini menunggangi kuda yang berambut pirang, bertempur dengan gagah. Di tengah-tengah peperangan ia bersenandung riang:

Duhai dekatnya surga

Harum dan dingin minumannya

Orang Romawi telah dekat dengan azabnya

Mereka kafir dan jauh nasabnya

Jika bertemu, aku harus membunuhnya

Dalam situasi perang, sungguh tak banyak pilihan. Menjadi yang terbunuh atau menjadi yang bertahan. Maka tentu saja senandung Ja’far ra berbunyi demikian. Tangan kanan Ja’far terputus karena tebasan pedang ketika mempertahankan panji pasukan. Kini tangan kirinya yang memegang. Tangan kirinya pun terbabat pula oleh tebasan. Sehingga panji-panji Islam dipegangnya dengan lengan atasnya yang tersisa hingga Ja’far ditakdirkan menemui syahidnya.

Ibnu Umar ra bersaksi, ”Aku sempat mengamati tubuh Ja’far yang terbujur pada hari itu. Aku menghitung ada 50 luka tikaman dan sabetan pedang yang semuanya ada dibagian depan dan tak satupun luka berada di bagian belakang.” Semoga Allah membalasnya dengan sayap yang kelak akan membuatnya terbang kemanapun dia suka.

Kini tiba giliran Abdullah ibnu Rawahah tampil ke depan untuk mengambil tanggung jawab, memimpin pasukan dan mengangkat panji-panji Islam. Ada kegundahan dalam hati dan pikirannya, karenanya Ibnu Rawahah memompa sendiri keberanian di dalam hatinya:

Aku bersumpah wahai jiwaku, turunlah!

Kamu harus turun atau kamu akan dipaksa

Bila manusia bersemangat dan bersuara

Mengapa aku melihatmu enggan terhadap surga

Dalam kalimat-kalimat syairnya di tengah laga, tergambar bahwa ada kegalauan dalam jiwa Abdullah ibnu Rawahah. Tentu saja hanya Allah yang Mengetahui. Apalagi dua sahabatnya, telah pergi mendahului. Melihat dua jasad mulia sahabatnya, Abdullah ibnu Rawahah kembali berkata:

Wahai jiwaku

Jika tidak terbunuh kamu juga pasti mati

Ini adalah takdir kan telah kau hadapi

Jika kamu bernasib seperti mereka berdua

Berarti kamu mendapat hidayah

Lalu kemudian, Abdullah ibnu Rawahah juga bertemu dengan syahidnya. Ini memang kisah tentang perang. Tapi sesungguhnya hikmah dan teladan yang ada di dalamnya, bermanfaat dalam semua peristiwa kehidupan. Dalam perang, tak ada sikap yang bisa disembunyikan. Pemberani, ketakutan, risau dan kegalauan, cerdik dan penuh akal, atau orang-orang yang selalu menghindar. Semua terlihat nyata. Tak ada yang bisa disembunyikan!

Takut, risau dan galau, sungguh adalah perasaan wajar yang muncul karena fitrah. Dalam sebuah periode kehidupan, kita seringkali merasakannya. Meski begitu, bukan pula alasan kita menghindar dari sesuatu yang harus kita taklukkan karena rasa takut, risau dan galau yang lebih menang. Kemudian kita mencari-cari alasan dengan menyebutnya dengan dalih strategi dan langkah pintar. Menunduk untuk menanduk, atau yang lainnya.

Gunung-gunung harus didaki, laut dan samudera harus diseberangi, lembah dan ngarai harus dijelajahi. Tantangan hidup harus ditaklukan bukan dihindari. Dan tujuan besar hidup kita sebagai seorang Muslim adalah menegakkan kebenaran dan menyebarkan kebaikan.

Berbuat kebaikan dan mencegah manusia dari kemunkaran, harus dilakukan, betapapun pahitnya balasan yang akan didapatkan. Ketakutan, risau dan galau akan selalu datang. Tapi berkali-kali pula kita harus mampu mengalahkan mereka dan berkata pada diri sendiri. Meniru ulang apa yang dikatakan sahabat Abdullah ibnu Rawahah dengan gagah pada hati dan akalnya, ”Apakah engkau enggan pada nikmat Allah yang Maha Tinggi?!” Wallahu a’lam bi shawab.

Kisah inspirasi ini ditulis oleh ustadz Herry Nurdi dalam situs beliau yang luar biasa di http://www.penerang.com
kisah dan foto diambil dari situs http://penerang.com/2010/10/12/takut-itu-wajar/ 

Kirimkan Komentar yang membangun

Usaha hingga berhasil


Ada pepatah yang mengatakan hidup adalah sebuah pilihan, oleh karena itu sering kita menjumpai bahwa setiap kita sering dipertemukan dengan dua pilihan IYA atau TIDAK, SALAH atau BENAR, MENANG atau KALAH, PUTUS ASA atau BERUSAHA dimana kita harus memilih salah satu dari dua pilihan tersebut.

putus asa atau berusahaPada cerita kali ini, kita akan membahas tentang kondisi dimana kita harus memilih untuk Putus Asa atau Berusaha. Berikut ini adalah ceritanya.
Hidup memang tidak selalu semudah yang diperkatakan oleh orang-orang, terutama oleh mereka yang telah sukses dan menuai banyak kemudahan di dalam kehidupan. Bagi yang sedang berupaya dan mencari kesuksesan itu sendiri, tentu semuanya akan jauh berbeda dan mungkin saja terasa jauh lebih sulit dari apa yang dibayangkan. Hal seperti inilah yang seringkali membuat sebagian orang menjadi mudah putus asa dan menyerah pada keadaan, lalu membiarkan mimpi-mimpi mereka terkubur semakin hari semakin dalam.
Putus asa dan menyerah pada keadaan adalah sebuah tindakan yang salah, di mana semua perjuangan selama waktu yang panjang sebelumnya, akan menjadi sia-sia belaka. Namun, selalu ada orang yang menjadikan ini sebagai pilihan, bahkan ketika mereka masih memiliki kemungkinan untuk meraih kesuksesan yang mungkin saja tinggal beberapa langkah saja di depan.
Belajar dari seeokor kuda yang terperosok
Kisah ini mungkin saja tidak asing lagi, bahkan beberapa orang menulisnya kembali sebagai sebuah gambaran atas tindakan positif yang bisa dilakukan untuk membuat situasi menjadi lebih baik lagi, bahkan di saat-saat tersulit sekalipun.
Di sebuah lokasi yang terletak di pinggiran kota, seekor kuda terperosok ke dalam sebuah lubang sempit yang dalam, tak kurang dari tinggi badannya yang terbilang jangkung itu. Pemiliknya mulai putus asa dan tidak tahu bagaimana mengeluarkan kuda tersebut dari dalam sana, bahkan meski dia dan para tetangga telah berupaya sepanjang siang yang terik hingga malam menjelang.
Lubang yang hanya menyisakan sedikit ruang untuk tubuhnya, membuat kuda tersebut tidak bisa menarik ancang-ancang untuk melompat keluar, terlalu sempit dan sulit untuk bergerak. Pemiliknya meneteskan air mata di sisinya, ketika memberinya minum melalui sebuah botol, untuk yang kesekian kalinya sepanjang hari ini. Kuda itu lega, sebab pemiliknya begitu menyayanginya, bahkan meski dia telah kelelahan untuk berupaya mengeluarkannya sepanjang hari ini.
Hari mulai gelap dan hujan turun perlahan. Kuda tersebut terdiam, seraya mengais-ngaiskan kakinya pada permukaan tanah yang mulai melunak. Dia tak bersuara, sebab tak ingin pemiliknya bersusah hati memikirkannya, sementara malam masih sangat panjang.
Hujan semakin deras dan kuda tersebut mulai kedinginan, namun dia tak juga bersuara. Kedua kaki depannya mulai digerakkan untuk mengais tanah di depannya yang kini basah tersiram air hujan. Sedikit demi sedikit, dimulai dari bagian depan kakinya yang sempit, kemudian mulai naik ke atas, hingga bagian bawah lubang itu semakin luas. Kakinya kini mulai bebas bergerak, ada ruang kosong dengan timbunan tanah basah di dalam lubang tersebut. Kuda itu mulai kelelahan, namun dia tak juga menyerah.
Hari lepas tengah malam dan kuda tersebut masih saja mengais tanah dengan semangat. Setengah bagian lehernya kini tampak ke permukaan, dasar lubang semakin meninggi oleh timbunan tanah. Untung saja hujan datang, rasa hausnya menjadi tidak terlalu berlebihan. Dia meraba sisi lubang yang kini semakin lebar, mengaiskan kembali kaki depannya ke tanah yang semakin melunak. Mengais kembali dan tidak berhenti, tak menyerah meski tubuhnya telah begitu lelah.
Fajar datang dan dengan sigap kuda tersebut meloncat keluar, menggoyang-goyangkan tubuhnya sambil berusaha menepikan tanah dan lumpur di sana. Kuda yang hebat dan tangguh, yang berupaya dengan kuat untuk melalui malam sulit dan sangat melelahkan. Bahkan meski pada pandangan semua orang di sekitarnya, keberhasilannya adalah sebuah kemustahilan.
Kisah inspiratif ini menceritakan sebuah kondisi dimana kita dihadapi oleh 2 pilihan putus asa atau berusaha? Pada cerita ini tokoh utamanya adalah seekor kuda yang berusaha berjuang tanpa menyerah untuk keluar dari lubang yang mengurungnya. Rasa dingin dan letih tidak membuat kuda ini putus asa sampai akhirnya sesuatu yang bisa dibilang tidak mungkin (keluar dari lubang) akhirnya bisa dilakukannya. Di cerita ini kita bisa belajar bahwa segala hal yang kita anggap mustahil itu bisa terjadi, yang terpenting adalah kita tidak boleh menyerah dengan situasi yang terlihat mustahil untuk dilakukan, selama ada kemungkinan untuk berhasil walaupun jika di ibaratkan atau dituang kan dalam persentase adalah 1 % berhasil dan 99% adalah gagal. Jangan menyerah sebelum mencoba. Lakukanlah selama ada kemungkinan berhasil walaupun hanya 1%, lakukanlah, cobalah jangan menyerah sebelum memulai. Kalau kita menyerah sebelum memulai maka itu sama saja kita gagal. Semoga cerita ini bermanfaat untuk kita semua.
Kirimkan Komentar yang membangun

Jadilah Pemenang

Mempunyai mental pejuang di dalam diri sendiri adalah sebuah hal yang banyak dimiliki oleh orang-orang. Namun, seberapa banyak orang yang memiliki mental pejuang hingga titik akhir, di mana mereka akan melakukan apapun untuk mencapai tujuannya, bahkan meski itu menjadi sebuah tindakan yang tidak lazim pada pandangan orang awam.
Sebagian besar dari kita hanya akan begitu bersemangat di awal-awal saja, ini berlaku untuk semua hal yang kita kerjakan di dalam kehidupan kita. Kita hanya akan berjuang sebatas yang kita mau, bukan sejauh yang kita mampu, dan inilah yang membedakan seorang pejuang sesungguhnya dengan pejuang yang hanya bersemangat sesaat saja. Lalu, bagaimana kita bisa menjadi seorang pemenang?

Perjuangan sebatas rencana semata

Seringkali kita memiliki banyak rencana di dalam hidup kita, bahkan mungkin saja banyak sekali jumlahnya. Ini tentu bukan sebuah hal yang buruk, sebab hidup ini akan selalu membutuhkan rencana. Namun apa jadinya jika rencana tersebut tidak pernah direalisasikan, atau bahkan hanya dijalankan di awal-awal saja dan selanjutnya menjadi sebuah pekerjaan tertunda yang abadi.
Percaya atau tidak, sebagian besar dari kita akan melakukan hal tersebut, di mana kita begitu bersemangat dan berjuang keras hanya di awal sebuah rencana dan tidak pernah melanjutkannya ke sebuah pekerjaan yang sempurna. Mungkin saja kita akan mengalami kegagalan ketika melakukannya, namun jika tidak pernah dilakukan, bagaimana kita akan tahu kalau kita mungkin juga akan berhasil di dalam hal tersebut?
Hidup tentu selalu penuh resiko, namun membuang peluang untuk berhasil dan menyerah di tengah jalan adalah sebuah kesalahan. Berikanlah semua yang kita mampu, sehingga saat gagal sekalipun kita merasa senang dan bahagia sebab telah melakukan yang terbaik untuk hal tersebut. Ini bukan tentang apa yang akan kita dapatkan, namun bagaimana kita akan berjuang untuk mendapatkan apa yang kita inginkan di dalam kehidupan. Salah satu cara ketika ingin memulai dan tak ingin rencana tersebut berhenti ditengah jalan adalah dengan menetapkan dalam hati jadilah pemenang dan terus bayangkan bahwa diri Anda adalah pemenang, ketika kita sudah mulai lelah atau bosan di tengah jalan selalu ingat kembali apa yang sudah kita tetapkan dalam hati yaitu jadilah pemenang. Mari sedikit kita lihat sebuah cerita inspirasi dari kegigihan Etenesh Diro berikut ini.

Belajar dari kegigihan Etenesh Diro

Atlit lari berusia 25 tahun ini, baru saja menunjukkan betapa sebuah perjuangan bisa saja dilakukan dengan maksimal, meski itu di dalam sebuah kondisi yang sangat tidak mendukung sekalipun. Semangatnya yang luar biasa untuk berjuang hingga titik akhir, menjadi hal yang patut diapresiasi dengan sangat baik. Bukan kemenangan, namun semangat juang yang dimilikinyalah yang membuatnya menjadi seorang pemenang.
Atlit berdarah Etiopia ini mewakili negaranya dalam cabang olah raga lari di Olimpiade Rio 2016. Ia mengikuti babak penyisihan pada hari Sabtu, 13 Agustus 2016 lalu, untuk ketegori lari halang rintang 3000 meter. Pada awal perlombaan semua berjalan dengan lancar, hingga di pertengahan lomba ia mengalami masalah dengan sepatunya yang tersangkut pada peserta lain di dekatnya. Tidak mudah menyerah, atlit ini berhenti sesaat dan melepas kaos kaki dan sepatu kanannya tersebut, kemudian dia melanjutkan kembali perlombaan itu dengan hanya menggunakan sepatu kirinya saja. Bukan sebuah hal yang mudah tentunya, mengingat 3000 meter adalah jarak tempuh yang cukup jauh.
Usaha Etenesh membuahkan hasil, dalam babak penyisihan tersebut ia berhasil finish pada urutan ke 7. Posisi ini membuatnya ikut serta ke dalam babak final. Di final ia hanya berhasil finish di urutan ke 15 dan gagal menjadi juara. Namun, perjuangan Etenesh menuju ke sana adalah sebuah hal yang patut dipuji, meskipun ia tidak berhasil menjadi juara dalam perlombaan tersebut. Ia berusaha dengan keras untuk berjuang hingga titik akhir, walau dalam kondisi tersulit dan bahkan tidak mungkin bagi pandangan sebagian orang.
Cerita diatas mengajarkan kita untuk terus berjuang walaupun di tengah perlombaan terjadi masalah, dia terus berusaha sampai menuju garis finish. Itulah kenapa penting untuk menetapkan dalam diri kita jadilah pemenang. Dengan menetapkan kata tersebut kita akan terus termotivasi untuk terus berjuang sampai akhir.
Kirimkan Komentar yang membangun

Inspirasi Masa Depan

Ini bukan sebuah cerita belaka, namun sebagain dari kita memang mengalami hal seperti ini di dalam kehidupan ini. Kita seolah tidak memiliki gairah yang besar untuk sebuah keberhasilan, dan seakan-akan hanya menjadi seorang penggembira saja di berbagai kesempatan baik yang kita temukan di dalam kehidupan kita.
Di saat sebagian orang berpacu untuk meraih dan mengejar mimpi-mimpi mereka akan masa depan yang cerah, beberapa yang lainnya justru hanya berada di titik yang sama untuk beberapa waktu yang cukup panjang. Mereka tetap hidup dan menjalani hidup sebagaimana yang lainnya, namun mereka tidak pernah beranjak dan selalu berada pada titik yang sama, meskipun mereka memiliki kesempatan yang luas untuk melakukannya. Lalu, apa yang sebenarnya sedang kita lakukan?

Tidak menerima kenyataan dengan hati lapang

Ada banyak orang yang mengalami kegagalan, bahkan meski pada akhirnya mereka berhasil dalam sebuah bidang, namun mungkin saja mereka telah mengalami berbagai kegagalan sebelum meraih keberhasilan tersebut di dalam genggaman. Hal ini bisa dialami siapa saja, bahkan oleh kita juga. Namun yang kemudian menjadi pembeda adalah bagaimana kita menyikapi dan menerima kegagalan tersebut sebagai sebuah hal yang positif untuk kehidupan kita saat ini, atau bahkan untuk kehidupan kita di masa yang akan datang.
Meski menyadari kegagalan yang telah terjadi, sebagian dari kita memilih untuk tetap berada di sana dan tidak beranjak ke mana-mana. Membiarkan diri selalu terpuruk dan seolah berupaya untuk mengingkari kegagalan yang telah terjadi, itulah hal yang sering kita lakukan. Bersikap seolah semuanya baik-baik saja, dan menyamankan diri pada kegagalan-kegagalan yang sama. Kita tidak pernah benar-benar bangkit dan memberi kesempatan diri kita sendiri untuk menjadi lebih baik lagi. Ini tentu sebuah tindakan yang salah, bahkan sangat fatal.
Belajarlah untuk menerima kenyataan dan kegagalan yang mungkin saja pernah kita alami di masa lalu. Jangan selalu menyalahkan diri atas hal tersebut, sebab ini akan selalu membuat kita marah dan tidak pernah tenang dalam menjalani kehidupan. Cobalah untuk memaafkan diri sendiri dan berdamai dengan semua masa lalu yang telah terjadi, bahkan berbagai hal terburuk sekalipun yang pernah kita alami.

Tataplah masa depan dengan berani dan rasa percaya diri yang tinggi

Jangan menghukum diri sendiri atas berbagai masalah yang pernah terjadi, sebab hal ini akan membuat kita selalu hidup di bawah bayang-bayang masa lalu yang kelam. Hidup hanya sekali maka tataplah masa depan, karena sangat mubazir jika dilewatkan dengan meratapi masa lalu, bukan?
Nikmati saja apa yanga ada sekarang dan milikilah sebuah harapan untuk masa yang akan datang. Beranjak dan meninggalkan masa lalu adalah sebuah pilihan yang tepat, jika kita memiliki keinginan untuk berubah dan menjadi seseorang yang lebih baik lagi di masa yang akan datang.
Mulailah untuk memberikan diri sendiri sebuah kesempatan yang lain, agar kita bisa memulai sebuah lembaran baru  di dalam hidup kita. Rasa percaya diri yang kita miliki akan sangat membantu untuk bisa bangkit dan memperbaiki berbagai hal buruk dan juga kegagalan yang kita alami di masa silam. Hiduplah di masa sekarang dan bukan di masa lalu yang gagal dan selalu penuh dengan berbagai hambatan. Bahkan meski di masa lalu kita teramat sangat gagal, namun akan tetap selalu ada kesempatan di masa sekarang dan masa yang akan datang.

Kirimkan Komentar yang membangun

Kamis, 16 Maret 2017

Da'wah : Mencela Para Sahabat Rasul


"Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha  kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-selamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar". (Q.S. At-Taubah : 100)

Yang dimaksud dengan sahabat menurut para ulama hadits, yaitu setiap muslim yang pernah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam Imam Bukhari, dalam kitab Shahihnya sebagaimana dijelaskan oleh Syaikh Muhammad Ajaj al-Khatib "Siapa pun orang Islam yang pernah bersahabat dengan Nabi atau melihat beliau, ia termasuk di antara sahabat beliau".

Menurut Imam Ahmad, yang dimaksud "Di antara sahabat Rasulullah" adalah ahlul-badr (orang yang ikut dalam Perang Badr). Kata Imam Ahmad, "Manusia paling utama setelah generasi mereka (ahlul-badr) adalah yang hidup pada zaman ketika Rasulullah diutus. Yakni, setiap orang yang pernah bersahabat dengan beliau, baik selama satu tahun, satu bulan, satu tahun atau pun sesaat. Atau, mereka (umat Islam) yang pernah melihat beliau. Itulah orang-orang yang termasuk sahabat beliau. Masing-masing mempunyai nilai persahabatan dengan beliau berdasarkan kadar berlangsungnya persahabatan dan yang paling tinggi dari kadar itu ialah yang menyertai beliau, mendengar (hadits) dari beliau, dan melihat beliau". Ulama yang lain berpendapat, "Sebutan sahabat harus memenuhi unsur meriwayatkan satu atau dua hadits di samping pernah melihat Rasul".

Sebaik-baik Generasi
Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam menyebutkan bahwa sebaik-baiknya generasi adalah generasi para sahabat, "Sebaik-baiknya manusia adalah generasiku (para sahabat) kemudian generasi berikutnya (tabi'in) kemudian generasi berikutnya (tabi'in-tabi'in). (H.R. Bukhari dan Muslim).

Syaikh Mahmud al-Misri menyebutkan bahwa para sahabat Rasul adalah sebaik-baiknya mahluk ciptaan Allah setelah para Nabi dan sebaik-baiknya umat adalah generasi yang pernah ada di muka bumi. Mereka adalah manusia yang paling baik hatinya, paling dalam ilmunya, paling jauh dari kepura-puraan, paling lurus bimbingannya dan paling baik keadaannya.

Abdullah bin Umar rahimahullah menyebutkan, mereka para sahabat adalah insan terpilih yang mendampingi Nabi-Nya dan menegakkan agama-Nya. Mencintai mereka merupakan bagian dari agama, iman dan membenci mereka merupakan kekufuran, kemunafikan dan kejahatan. "Tanda keimanan itu adalah mencintai orang Anshar dan tanda orang munafik itu adalah membenci orang Anshar". (H.R. Bukhari dari Anas bin Malik rahimahullah). 

Begitu istimewanya kedudukan mereka di sisi Allah, sehingga Allah  memuji mereka di banyak ayat Al-Qur'an, di antaranya, Q.S. at-Taubah : 100, al-Fath : 18 dan 29, juga dalam surat al-Hasyr ayat 8-9 dan ayat lainnya. Al-Qur'an dengan tegas menjelaskan kedudukan sahabat yang terdahulu masuk Islam, baik dari kalangan Muhajirin, maupun Anshar. Sebagaimana Allah `azza wa jalla berfirman, "Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridah kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar". (Q.S. At-Taubah : 100).

Al-Waqidi pernah mendengar para ulama hadits berkata, "Setiap orang yang pernah melihar Rasul dan ia telah mencapai usia remaja (pubertas) bisa berpikir tentang agama serta menerimanya maka ia, menurut kami, merupakan sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, meskipun hanya sesaat.".

Imam Ibnu Hajar berkata, "Yang paling benar di antara pendapat-pendapat itu adalah bahwa sahabat yaitu orang yang bertemu dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Dalam keadaan beriman dan meninggal dalam memeluk agama Islam. Maka termasuk dalam ungkapan orang yang bertemu dengan Nabi adalah orang yang pernah lama atau sebentar duduk bersama beliau, orang yang meriwayatkan atau tidak meriwayatkan hadits  dari beliau, orang yang pernah atau tidak pernah berperang  bersama beliau, orang yang pernah melihat beliau sekali saja dan tidak pernah duduk bersama beliau, dan orang yang tidak bisa melihat beliau karena suatu halangan seperti kebutaan. Inilah pendapat mayoritas ulama (jumhur).

Imam Ahmad bin Hambal berpandangan bahwa orang yang melihat dan bersama Nabi walaupun tidak jauh lebih utama daripada orang yang tidak melihat dan bersamanya. Dalam hal ini Imam Ahmad menegaskan, kemudian manusia yang terbaik setelah para sahabat Rasulullah adalah abad di mana Rasulullah diutus sebagai Nabi kepada mereka, setiap yang menemani beliau selama setahun, sebulan, sehari, sejam atau ia hanya melihat beliau, maka ia termasuk dalam kategori sahabat beliau. Ia mempunyai derajat sahabat sesuai kadar waktu yang ia lalui dalam menemani beliau, dan tingkat pendahulunya menempel pada dirinya, dimana ia mendengar darinya hadits-hadits beliau dan melihatnya.

Menurutnya lagi, orang yang paling sedikit waktunya menemani Rasulullah masih jauh lebih mulia dibandingkan dengan orang-orang yang tidak sempat melihat beliau, walaupun mereka menghadap Allah dengan segala amal perbuatannya, maka orang-orang yang telah menemani Rasulullah, melihatnya, dan mendengar dari beliau sabda-sabdanya (yaitu orang yang melihatnya dengan mata kepalanya dan beriman kepadanya walaupun hanya satu jam) lebih utama karena pertemanan tersebut dari para Tabi'in walaupun mereka telah melakukan seluruh amal kebaikan.

Mencela Para Sahabat
Bila kite telusuri begitu banyak kalangan yang mudah mencaci dan mencela para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Padahal ini sesuatu yang diharamkan. Yang biasa mencela dan mencaci sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah Rafidhah, Khawarij, dan firqah lainnya. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: "Barang siapa yang mencela khilafah (kepemimpinan) salah seorang diantara para  imam tersebut ia lebih buruk daripada keledai". Mengutip pandangan ulama sebagaimana dijelaskan oleh Bachtiar Nasir, dalam buku Anda Bertanya Kami Menjawab, Para ulama telah sepakat tentang larangan mencaci maki sahabat Nabi. Berikut ini ijma' dan pendapat para ulama dalam masalah ini:

Pertama, para ulama sepakat bahwa barang siapa yang menghina sahabat, dalam hal yang tidak mengandung celaan dari sisi keimanan dan keadilan (al-'adl) sahabat, ia tidak dihukumi kafir. Seperti orang yang mengatakan bahwa di antara sahabat ada yang berilmu sedikit, penakut, bakhil, pecinta dunia, dan tidak tahu menahu soal politik, mereka ini tidak dihukumi kafir, tetapi ia harus dihukum dengan ta'zir (denda).

Kedua, para ulama bersepakat bahwa barang siapa menghina sahabat Nabi yang mengandung celaan dari sisi keadilan dan agama, mereka dihukumi sebagai kafir. Contohnya, orang yang menuduh mereka kafir dan munafik atau mengatakan bahwa mereka murtad setelah Islam kecuali sebagian kecil saja, atau bahwa kebanyak-banyakan mereka fasik, maka orang ini jelas telah kafir karena telah mendustakan Al-Qur'an.

Ketiga, ulama juga bersepakat bahwa barangsiapa yang menghalalkan  penghinaan terhadap para sahabat Nabi, ia telah kafir. Begitu juga, jika pada saat menghina sahabat, ia juga mengakui bahwa Ali rahimahulullah adalah Tuhan atau Nabi dan Jibril ... telah salah dalam menyampaikan wahyu, ia telah kafir tanpa diragukan lagi, bahkan orang yang tidak mengkafirkannya juga dianggap kafir.

Keempat, para ulama berbeda pendapat ketika seseorang menghina sahabat Nabi dengan melaknat atau menjelekkan mereka secara umum. Namun tidak jelas apakah hinaan itu karena kekesalan atau karena keyakinannya. Sebagian ulama mengatakan bahwa ia telah kafir, sedangkan mayoritas ulama mengatakan bahwa ia tidak kafir. Meskipun dikatakan tidak kafir, tetapi para ulama yang berpendapat demikian tetap mewajibkan untuk menghukumnya.

Demikianlah sekilas penjelasan tentang keutamaan para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, semoga kita dapat mengikuti jejak dan teladan mereka serta menghindar dari mencela dan menjelekkan sebab itu akan menghantarkan kita kepada kekufuran. Wallahu A'lam.

(Sumber: Dewan Da'wah Islamiyah Indonesia, Edisi No.23 Thn.XLII, 18 Sya'ban 1436 H/ 5 Juni 2015 M Oleh Abdul Kadir Badjuber, M.Pd)

Kirimkan Komentar yang membangun

Tapak Tilas Ibnu Batuta di Xianjiang

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wisata ke Xinjiang bisa menjadi tapak tilas jejak Ibnu Batuta atas penjelajahan mereka di Jalur Sutera. Sejak makin membuka diri pada 1970-an, Provinsi Xinjiang secara umum kini hidup dari pariwisata.

Pada 2010 saja, 30 juta wisatawan tercatat mengunjungi Xinjiang dan menghasilkan 4,6 juta miliar dolar AS bagi ekonomi Xinjiang. Pemerintah setempat bertekad menambah jumlah kunjungan wisatawan ke sana dengan menampilkan identitas minoritas sebagai daya tarik wisata. Urumqi, Pasar Kashgar, dan Menara Emin kini jadi salah satu objek wisata.

Salah satu atraksi wisata bagi Muslim di Xinjiang adalah wisata ziarah dengan mengunjungi sejumlah mazar (makam) atau bangunan bersejarah. Wisatawan bisa mengunjungi makam para Khan atau makam para ilmuwan, seperti Mahmud al-Kashghari dam Yusuf Khass Hajib.

Di sisi lain, kehadiran wisatawan bisa menjadi hal tidak menyenangkan bagi warga Xinjiang. Kekhawatiran tfhsdst kriminalitas dan hal negatif meningkat seiring bertambahnya jumlah wisatawan. Karena itu, penting pula bagi para pendatang untuk punya sensitivitas dan penghormatan atas sosiokultur setempat.

Xinjiang berada di urutan ke-15  penyumbang PDB Cina. Namun, daerah ini masih butuh dukungan untuk memperbaiki ekonomi mereka. Turpan sendiri sempat merasakan makmurnya pendapatan dari industri perkebunan anggur saat terjadi perubahan dalam ekonomi Cina. Namun, kebijakan tetap dibutuhkan agar kaum minoritas di Xinjiang tak makin terpinggirkan.

Pendampingan dan pembekalan warga lokal akan layanan wisata tampaknya jadi hal penting. Sebab, meski makin ramai wisatawan yang berkunjung ke Xinjiang, terutama ke Turpan, warga lokal tak banyak merasakan dampak ekonominya. Keuntungan terbesar justru didapatkan para agen perjalanan. Kirimkan Komentar yang membangun

Sistem pendidikan hari ini

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) menilai sistem pendidikan di Indonesia yang bergaya sekuler telah menciptakan sumber daya manusia (SDM) yang cenderung anti dengan syariah Islam. Ini disampaikan Muslimah HTI ketika bertandang ke kantor redaksi Republika, Kamis (9/3), sore.
Juru Bicara Muslimah HTI, Iffah Ainur Rochmah mengatakan, sekularisasi pendidikan di dunia, khsusunya di Indonesia sebenarnya menjadi ganjalan dalam menerapkan pendidikan karakter bagi peserta didik. Hal inilah, menurutnya yang terjadi di Indonesia.
Fokus perhatian Muslimah HTI terhadap pendidikan ini berkaitan dengan acara Konferensi Perempuan Internasional, bertema 'Khilafah dan Pendidikan: Menghidupkan kembali masa Keemasan'. Acara ini akan digelar Jumat hingga Sabtu (10-11/3).   
Pengurus Muslimah HTI bagian Asia Tenggara, Fika Komara menambahkan, pendidikan bergaya sekuler ini menjadi permasalahan penting di dunia Islam. Sebab, gaya pendidikan sekuler ini telah merambah berbagai negara berpenduduk Muslim, bahkan negara Arab sekalipun. 
"Sekularisme pendidikan telah membentuk karakter SDM Muslim cenderung anti-Islam. Ini telah terbukti dan bahkan banyak mereka yang lulusan luar negeri di negara negara barat dan kembali ke Indonesia, anti dengan nilai Islam," kata dia.
Nisreen, aktivis pendidikan dari wilayah Teluk yang akan hadir di acara konferensi dan ikut bertandang ke Republika membenarkan kondisi tersebut. Ia mengungkapkan kondisi pendidikan di negara-negara Arab saat ini sudah hampir sepenuhnya mengarah ke model sisten sekuler.
Menurut Nisreen, yang terjadi di banyak negara Arab kini, kurikulum pendidikan berusaha memisahkan nilai Islam dan budaya Arab dengan materi kurikulum barat. Di antaranya, kata dia, upaya pendidikan tahfiz diganti dengan ekstra kulikuler menari, kemudian mencampur murid laki-laki dan perempuan yang selama ini dipisah dalam pendidikan Islam.
Semua itu adalah upaya yang dilakukan dari sistem pendidikan yang sekuler yang mulai berkembang di negara-negara Arab saat ini. Yakni memisahkan nilai agama dengan sistem pendidikan dan kurikulum pembelajaran di sekolah.
Kirimkan Komentar yang membangun