Minggu, 05 Juli 2015

8 Adab Membaca Al-Qur’an

Hasil gambar untuk adab membaca al quran



Membaca Al-Qur’an tentu memiliki adab. Karena yang dibaca adalah kalamullah(firman Allah), bukan koran, bukan perkataan makhluk. Di bulan Ramadhan apalagi, adab ini mesti diperhatikan. Karena intensitas berinteraksi dengan Al-Qur’an sangat tinggi di bulan Ramadhan. Dikarenakan para ulama biasa menyembut Ramadhan dengan bulan Al-Qur’an.

Beberapa adab penting yang perlu diperhatikan dalam membaca Al-Qur’an:

1- Hendaklah yang membaca Al-Qur’an berniat ikhlas, mengharapkan ridha Allah, bukan berniat ingin cari dunia atau cari pujian.
2- Disunnahkan membaca Al-Qur’an dalam keadaan mulut yang bersih. Bau mulut tersebut bisa dibersihkan dengan siwak atau bahan semisalnya.
3- Disunnahkan membaca Al-Qur’an dalam keadaan suci. Namun jika membacanya dalam keadaan berhadats dibolehkan berdasarkan kesepatakan para ulama.
Catatan: Ini berkaitan dengan masalah membaca, namun untuk menyentuh Al-Qur’an dipersyaratkan harus suci. Dalil yang mendukung hal ini adalah:
عَنْ أَبِى بَكْرِ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ عَمْرِو بْنِ حَزْمٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- كَتَبَ إِلَى أَهْلِ الْيَمَنِ كِتَابًا فَكَانَ فِيهِ لاَ يَمَسُّ الْقُرْآنَ إِلاَّ طَاهِرٌ
Dari Abu Bakr bin Muhammad bin ‘Amr bin Hazm dari ayahnya dari kakeknya, sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menulis surat untuk penduduk Yaman yang isinya, “Tidak boleh menyentuh Al-Qur’an melainkan orang yang suci”. (HR. Daruquthni no. 449. Hadits ini dinilai shahih oleh Syaikh Al-Albani dalam Al-Irwa’ no. 122).
4- Mengambil tempat yang bersih untuk membaca Al-Qur’an. Oleh karena itu, para ulama sangat anjurkan membaca Al-Qur’an di masjid. Di samping masjid adalah tempat yang bersih dan dimuliakan, juga ketika itu dapat meraih fadhilah i’tikaf.
Imam Nawawi rahimahullah menyatakan, “Hendaklah setiap orang yang duduk di masjid berniat i’tikaf baik untuk waktu yang lama atau hanya sesaat. Bahkan sudah sepatutnya sejak masuk masjid tersebut sudah berniat untuk i’tikaf. Adab seperti ini sudah sepatutnya diperhatikan dan disebarkan, apalagi pada anak-anak dan orang awam (yang belum paham). Karena mengamalkan seperti itu sudah semakin langka.” (At-Tibyan, hlm. 83).
5- Menghadap kiblat ketika membaca Al-Qur’an. Duduk ketika itu dalam keadaan sakinah dan penuh ketenangan.
6- Memulai membaca Al-Qur’an dengan membaca ta’awudz. Bacaan ta’awudz menurut jumhur (mayoritas ulama) adalah “a’udzu billahi minasy syaithonir rajiim”. Membaca ta’awudz ini dihukumi sunnah, bukan wajib.
Perintah untuk membaca ta’awudz di sini disebutkan dalam ayat,
فَإِذَا قَرَأْتَ الْقُرْآَنَ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ
Apabila kamu membaca Al Quran hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk.” (QS. An-Nahl: 98)
7- Membaca “bismillahir rahmanir rahim” di setiap awal surat selain surat Bara’ah (surat At-Taubah).
Catatan: Memulai pertengahan surat cukup dengan ta’awudz tanpa bismillahir rahmanir rahim.
8- Hendaknya ketika membaca Al-Qur’an dalam keadaan khusyu’ dan berusaha untuk mentadabbur (merenungkan) setiap ayat yang dibaca.
Perintah untuk mentadabburi Al-Qur’an disebutkan dalam ayat,
أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآَنَ أَمْ عَلَى قُلُوبٍ أَقْفَالُهَا
Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran ataukah hati mereka terkunci?” (QS. Muhammad: 24)
كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِيَدَّبَّرُوا آَيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو الْأَلْبَابِ
Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran.” (QS. Shaad: 29)
Imam Nawawi rahimahullah menyatakan, “Hadits yang membicarakan tentang perintah untuk tadabbur banyak sekali. Perkataan ulama salaf pun amat banyak tentang anjuran tersebut. Ada cerita bahwa sekelompok ulama teladan (ulama salaf) yang hanya membaca satu ayat yang terus diulang-ulang dan direnungkan di waktu malam hingga datang Shubuh. Bahkan ada yang membaca Al-Qur’an karena saking mentadabburinya hingga pingsan. Lebih dari itu, ada di antara ulama yang sampai meninggal dunia ketika mentadabburi Al-Qur’an.” (At-Tibyan, hlm. 86)
Diceritakan oleh Imam Nawawi, dari Bahz bin Hakim, bahwasanya Zararah bin Aufa, seorang ulama terkemuka di kalangan tabi’in, ia pernah menjadi imam untuk mereka ketika shalat Shubuh. Zararah membaca surat hingga sampai pada ayat,
فَإِذَا نُقِرَ فِي النَّاقُورِ (8) فَذَلِكَ يَوْمَئِذٍ يَوْمٌ عَسِيرٌ (9)
Apabila ditiup sangkakala, maka waktu itu adalah waktu (datangnya) hari yang sulit.” (QS. Al-Mudattsir: 8-9). Ketika itu Zararah tersungkur lantas meninggal dunia. Bahz menyatakan bahwa ia menjadi di antara orang yang memikul jenazahnya. (At-Tibyan, hlm. 87)
Ingat nasihat Ibrahim Al-Khawwash bahwa tombo ati (obat hati) ada lima:
  • Membaca Al-Qur’an disertai tadabbur (perenungan)
  • Perut kosong (rajin puasa)
  • Rajin qiyamul lail (shalat malam)
  • Merendahkan diri di waktu sahur
  • Duduk dengan orang-orang shalih.
Adab membaca Al-Qur’an diringkas dari penjelasan Imam Nawawi dalam At-Tibyan, hlm. 80-87. Semoga manfaat. Wallahu waliyyut taufiq.

Nuzul Qur'an

Hasil gambar untuk nuzulul qur'an adalah 

 Hasil gambar untuk nuzulul qur'an adalah
Pengertian dan Hikmah Nuzulul Qur’an
Pengertian dan Hikmah Nuzulul Qur’an – Nuzulul Qur’an merupakan sebuah mukjizat Allah SWT karena peristiwa ini merupakan proses turunnya Al-Qur’an kepada Rasul Muhammad SAW untuk memberi petujuk kepada manusia. Turunya al-Qur’an merupakan peristiwa besar yang sekaligus menyatakan kedudukannya bagi penghuni langit dan penghuni bumi. Karenanya kita harus mengetahui Pengertian dan Hikmah Nuzulul Qur’an secara menyeluruh. Artinya di sini Pengertian dan Hikmah Nuzulul Qur’an kita kita harus mampu mengimplementasikan Al-Qur’an dalam diri kita masing-masing. hikmah nuzulul quran
Tujuan Khusus Dari Nuzulul Qur’an dan pengertian nuzulul Qur’an
Memberikan Petunjuk kepada semua makhluk ke jalan yang lurus, sebagai adanya targhib dan tarhib, untuk dapat melaksanakan syari’at Allah SWT. Sebagai Jawaban terhadap pertanyaan dan juga penjelasan bagi mereka, seperti turunya Al-Anfal 1, dan an-Nisa’ : 127
A. Proses Turunnya Al-Qur’an
Allah SWT menurunkan Al-Qur’an kepada Rasul Muhammad SAW untuk memberi petujuk kepada manusia. Turunya al-Qur’an merupakan peristiwa besar yang sekaligus menyatakan kedudukannya bagi penghuni langit dan penghuni bumi. Maka turunya Al-Qur’an dengan dua tahapan, yaitu :
Pertama : Al-Qur’an turun pada malam lailatul qadar pada malam kemulyaan, merupakan pemberitahuan Allah SWT kepada alam tingkat tinggi yang terdiri dari malaikat-malakat akan kemulyaan umat Nabi Muhamad SAW.
Kedua : Turunya Al-Qur’an secara bertahap ( munajaman ), dengan tujuan menguatkan hati Rasul SAW dan menghibur serta mengikuti peristiwa dan kejadian-kejadian sampai Allah SWT menyempurnakan agama ini dan mencukupi nikmat-nikmat-Nya.
Perbedaan turunnya Al-Qur’an secara sekaligus dan berangsur-angsur disebabkan karena merujuk kepada dua kata anzala dan nazala dalam ayat surat al-Isra’ : 105.
وَبِالْحَقِّ أَنزَلْنَاهُ وَبِالْحَقِّ نَزَلَ وَمَآأَرْسَلْنَاكَ إِلاَّ مُبَشِّرًا وَنَذِيرًا * - الإسراء : 105 -
Dan Raghib al-Asfahani mengatakan : perbedaan dua kata tersebut, kata inzal dan tanzil, Yaitubahwa kata tanzil ( التنزيل ) dimaksudkan berkenaan turunya Al-Qur’an secara berangsur-angsur ( مفرّقا ),atau ( منجما )Sedangkan kata inzal ditujukan berkenaan turunya al-qur’an secara sekaligus ( جملة ).
Dasar turunnya Al-Qur’an sekaligus
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِينَ * - الدخان : 3 –
“Sesumgguhmya Kami menurunkan ( Al-Qur’an ) pada malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kamilah yang memberi peringatan “.( QS. Al-Dhukhan : 3 )
Firman Allah SWTSurat Al-Baqarah : 185
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْءَانُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ * - البقرة : 185 -
“ Bulan Ramadhan bulan yang didalmnya diturunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda antara yang hak dan yang bathil “ ( QS. Al-Basqarah : 185 ).
Firman Allah SWT surat Al-Qadr : 1
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ * – القدر : 1 -
“ Sesungguhnya Kami telah menurunkan Al-Qur’an pada malam kemulyaan “ ( QS. Al-Qadr : 1 )
Hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas ra, bahwa ia berkata :
أنزل القرأنُ جملةً واحدة ً إلى السمَاءِ الدنيا وكانَ بمواقعِ النجومِ وكان اللهُ يُنزله ُ على رسوله صلى الله عليه وسلمّ بعضه فى إثر بعضٍ .
“Allah menurunkan Al-Qur’an sekaligus ke langit dunia, tempat turunnya secara berangsur-angsur.Lalu Dia menurunkannya kepada Rasul-Nya SAW bagian demi bagian . “ ( HR. Al Hakim dan al-Baihaqi )
Dalam riwayat Ibnu Abbas ra yang lain, beliau berkata :
أنزلَ القرأنُ فى ليلةِ القدرِ فى شَهرى رمضان إلى السماء الدنيا جملةً واحدةً ثم أنزل نجوماً .
“Al-qur’an diturunkan pada malam lailatul Qadar pada bulan Ramadhan ke langit dunia sekaligus, lalu ia menurunkan secara berangsur-angsur “. ( HR. Al-Tabrani ).
Dasar Turun nya Al-Qur’an berangsur-angsur
Firman Allah SWT surat al-Isra’ : 106
وَقُرْءَانًا فَرَقْنَاهُ لِتَقْرَأَهُ عَلَى النَّاسِ عَلَى مُكْثٍ وَنَزَّلْنَاهُ تَنْزِيلًا * – الإسراء : 106_
“Dan Al-Qur’an telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur, agar kamu membacanya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian-demi bagian . “ ( QS. Al-Isra’ : 106 ).
Dan Firman Allah SWT surat Al-Furqan : 32
وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْلَا نُزِّلَ عَلَيْهِ الْقُرْءَانُ جُمْلَةً وَاحِدَةً كَذَلِكَ لِنُثَبِّتَ بِهِ فُؤَادَكَ وَرَتَّلْنَاهُ تَرْتِيلًا * – الفرقان : 32 –
“Berkatalah orang-orang kafir : “ mengapa Al-Qur’an tidak dirunkan kepadanya sekali turun saja ? Demikian supaya Kami perkuat hatimu dengannya, dan Kami membacakannya kelompk demi kelompok “. ( QS. Al-Furqon : 32 ).
Hikmah Turunnya Al-Qur’an dengan berangsur-angsur
Hikmah Turunnya Al-Qur’an dengan beransur-angsur.
Pertama : Menguatkan dan meneguhkan hati Raulullah SAW, dalam rangka menyampaikan dakwahnya dalam menghadapi celaan orang-orang musyrik. Sebagaimana Al-Qur’an Surat : Al-Furqan : 32
وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْلاَ نُزِّلَ عَلَيْهِ الْقُرْءَانُ جُمْلَةً وَاحِدَةً كَذَلِكَ لِنُثَبِّتَ بِهِ فُؤَادَكَ وَرَتَّلْنَاهُ تَرْتِيلاً * – الفرقان : 32 -
Artinya : “Berkatalah orang-orang kafir:”Mengapa al-Qur’an itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?”; demikianlah supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami membacakannya secara tartil (teratur dan benar). (QS.Al-Furqan / 25:32)
Kedua : Mempermudah hafalan dan pemahaman, karena Al-Qur’an diturunkan ditengah-tengah umat yang ummi dan yang tidak pandai membaca dan menulis. Sebagaiman Allah SWT menegaskan dalam Al-Qur’an suratAl-Qamar : 17.
وَلَقَدْ يَسَّرْنَا الْقُرْءَانَ لِلذِّكْرِ فَهَلْ مِن مُّدَّكِرٍ * - القمر : 22 -
Ketiga : Sebagai pendidikan terhadap umat islam, dengan turunnya Al-Qur’an dengan cara bertahap, pelajaran dengan sabar dan hati-hati dalam menghadapi segala cobaan, dan bertahap dalam memahami hukum islam.
Keempat : Denga cara ini, turunya ayat sesuai dengan peristiwa yang terjadi akan lebih berkesan dihati, karena segala persoalan dapat ditanyakan langsung kepada Nabi SAW, seperti yang terjadi, dan Al-Qur’an langsung menjawabnya, dalam persoalan istri su’ad bin Rabi’ yang datang kepada Rasulullah.
Diriwayatkan oleh Jabir bin Abdullah, berkata : “ telah datang seorang istri dari Su’ad bin Rabi’ kepada Rasul SAW dan bersamanya dua orang anak perempuan, dan berkata : “ Ya Rasul ! kedua anak perempuan ini adalah putri dari Su’ad yang terbunuh dalam perang Uhud, dan pamannya tidak memberikan hak keduanya. Maka bersabda Rasulullah SAW dalam persoalan tersebut dengan turunnya ayat, QS. Al-Nisa’ : 11.
يوصِيكُمُ اللهُ فِي أَوْلاَدِكُمْ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ اْلأُنثَيَيْنِ فَإِن كُنَّ نِسَآءً فَوْقَ اثْنَتَيْنِ فَلَهُنَّ ثُلُثَا مَاتَرَكَ وَإِن كَانَتْ وَاحِدَةً فَلَهَا النِّصْفُ وَلأَبَوَيْهِ لِكُلِّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا السُّدُسُ مِمَّا تَرَكَ إِن كَانَ لَهُ وَلَدُُ فَإِن لَّمْ يَكُن لَّهُ وَلَدُُ وَوَرِثَهُ أَبَوَاهُ فَلأُمِّهِ الثُّلُثُ فَإِنْ كَانَ لَهُ إِخْوَةٌ فَلأُمَّهِ السُّدُسُ مِن بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِى بِهَآأَوْدَيْنٍ ءَابَآؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ لاَتَدْرُونَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ لَكُمْ نَفْعًا فَرِيضَةً مِّنَ اللهِ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا * - النساء : 11 -
Kelima : Bukti yang pasti ( mu’jizat ) bahwa Al-Qur’an adalah dari sisi Allah SWT Yang Maha bijaksana dan Maha Terpuji. Ketika terjadi pengingkaran terhadap Al-Qur’an itu, maka Allah untuk mendatangkan yang serupa dengannya, maka sekali lagi Allah menegasakan tidak akan bisa sebagaimana Allah SWT berfirman : QS. Al-Isra’ : 88, QS. Hud : 13, QS. Al-Baqarah : 23.
Bukti Kemukjizatan
قُل لَّئِنِ اجْتَمَعَتِ اْلإِنسُ وَالْجِنُّ عَلَى أَن يَأْتُوا بِمِثْلِ هَذَا الْقُرْءَانِ لاَيَأْتُونَ بِمِثْلِهِ وَلَوْكَانَ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ ظَهِيرًا ) الإسراء : 88 )
أَمْ يَقُوْلُوْنَ اْفتَرَاهُ قُلْ فَأْتُوْا بِعَشْرِ سُوَرٍ مِثْلِهِ مُفْتَرَيَاتٍ وَادْعُوْا مَنِ اسْتَطَعْتُمْ مِنْ دُوْنِ اللهِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِيْنَ ) هود : 13 )
وَإِن كُنتُمْ فِي رَيْبٍ مِمَّا نَزَّلْنَا عَلَى عَبْدِنَا فَأْتُوا بِسُورَةٍ مِن مِّثْلِهِ وَادْعُوا شُهَدَآءَكُم مِّن دُونِ اللَّهِ إِن كُنتُمْ صَادِقِينَ ( البقرة : 23 )
Ayat yang pertama dan terakhir diturunkan.
Pertama : Berkata As-Suyutti, tentang yang pertama turunnya Al-Qur’an sesuai dengan pendapat yang shahih, yaitu firman Allah SWT surat al-Alaq: 1-5.
Kedua : Yang Terakhir Kali Ayat turun dari Al-Qur’an.
Perselisihan yang terjadi dikalangan para ulama tentang ayat yang terakhir turun adalah berdasarkan dalil yangmarfu’, sehingga menyebabkan terjadinya banyak perselisihan pendapat. Dan pendapat yang rajih ( kuat ) tentang yang terakhir turun dalam Al-Qur’an adalahsurat Al-Baqarah : 281.[i]
وَاتَّقُوا يَوْمًا تُرْجَعُونَ فِيهِ إِلَى اللَّهِ ثُمَّ تُوَفَّى كُلُّ نَفْسٍ مَا كَسَبَتْ وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ * - البقرة : 281 -
Cara turunnya wahyu ( al-Qur’an )
Pertama : Datang kepada Rasul SAW Malaikat seperti dencingan suara lonceng yang amat kuat, dari musnad imam Ahmad, dari Abdullah bin Umar, aku bertanya kepada Rasul, Apakah anda ya Rasul menyadari tetang turunnya wahyu ?, Rasul Menjawab : aku mendengar suara dencingan lonceng, kemudian aku diam, tiba-tiba aku tidak sadarkan diri, ternyata turunnya wahyu. Dan cara ini adalah cara yang terberat, dan dikatakan demikian diantara turunnya ayat berkenaan tetang janji dan ancaman.
Kedua : Malaikat datang kepada Rasul bagaikan seorang laki-laki, dan menyampaikan wahyu, demikian sebagaimana hadits shahih. Dan cara yang demikian adalah cara yang lebih ringan dari cara yang pertama. Karena cara ini, Malaikat sebagaimana layaknya saudara saudara yang lain, dan berbicara baik secara sadar seperti pada saat isra dan mi’raj, dan dalam keadaan tidur seperti hadits Muaz bin Jabal.
Salakan 18 Ramadhan 1436 H. 

Jumat, 03 Juli 2015

Menjadikan Al-Quran Petunjuk Hidup


Ramadhan sering disebut dengan syahrul-Qur’ân karena pada bulan inilah al-Quran diturunkan. Karena itu setiap tahun, pada bulan Ramadhan, umat Islam mengadakan Peringatan Nuzul al-Quran. Dalam momentum Peringatan Nuzulul Quran pula, tampaknya tetap penting dan relevan untuk melakukan perenungan di seputar al-Quran. Apalagi saat ini, saat kondisi kehidupan umat ini sedang didera oleh aneka problem di berbagai sendi kehidupan mereka, dan mereka tengah mencari jalan keluar dari aneka problem itu; tentu perenungan itu makin tampak mendesak dan penting.
Al-Quran Sebagai Petunjuk
Allah SWT telah menjelaskan untuk apa al-Quran diturunkan:
﴿شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِّنَ الْهُدَىٰ وَالْفُرْقَانِ﴾
Bulan Ramadhan adalah bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia serta sebagai penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (TQS al-Baqarah [2]: 185).
Imam ath-Thabari di dalam Jâmi’ al-Bayân fi Ta’wîl al-Qur’ân menjelaskan: “Hudâ li an-nâs” bermakna: sebagai petunjuk untuk manusia ke jalan yang benar dan manhaj yang lurus. “Wa bayyinâti” bermakna: yang menjelaskan “petunjuk”, yakni berupa penjelasan yang menunjukkan hudud Allah SWT, kefardhuan-kefardhuan-Nya serta halal dan haram-Nya. Adapun firman Allah “wa al-furqân” bermakna: pemisah antara kebenaran dan kebatilan.
Syaikh Atha’ bin Khalil Abu ar-Rasytah di dalam Taysîr fî Ushûl at-Tafsîr juga menjelaskan: “Hudâ li an-nâs” bermakna: menunjuki mereka pada kebenaran dan jalan yang lurus. “Wa bayyinâti min al-hudâ” bermakna: sebagai bukti-bukti yang qath’i dan mukjizat bahwa al-Quran merupakan petunjuk yang telah diturunkan oleh Allah SWT. Adapun “wa al-furqân” bermakna: yang membedakan antara kebenaran dan kebatilan, antara yang baik dan yang buruk dan antara amal-amal salih dan amal amal buruk.
Sebagai petunjuk bagi manusia untuk menjalani kehidupan, al-Quran memberikan penjelasan atas segala sesuatu. Allah SWT menegaskan:
﴿ وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِّكُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً وَبُشْرَىٰ لِلْمُسْلِمِينَ ﴾
Kami telah menurunkan kepada kamu al-Kitab (al-Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu, juga sebagai petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi kaum Muslim (TQS an-Nahl [16]: 89).
Imam al-Baghawi di dalam tafsir Ma’âlim at-Tanzîl menjelaskan, “Al-Quran merupakan penjelasan atas segala sesuatu yang diperlukan berupa perintah dan larangan, halal dan haram serta hudud dan hukum-hukum.”
Dengan mengutip Ibn Mas’ud ra., Imam Ibnu Katsir di dalam Tafsîr al-Qur’ân al-‘Azhim juga menjelaskan, “Sesungguhnya al-Quran meliputi segala pengetahuan yang bermanfaat berupa berita tentang apa saja yang telah lalu: pengetahuan tentang apa saja yang akan datang: juga hukum tentang semua yang halal dan yang haram serta apa yang diperlukan oleh manusia dalam perkara dunia, agama, kehiduan dan akhirat mereka.”
Al-Quran secara hakiki merupakan petunjuk bagi manusia. Namun, al-Quran tidak serta-merta secara riil berperan menjadi petunjuk kecuali jika memang diperhatikan dan dijadikan sebagai panduan, pedoman dan petunjuk. Itulah saat peringatan-peringatannya diindahkan, pelajaran-pelajarannya diperhatikan, perintah-perintahnya dijalankan, larangan-larangannya dijauhi dan ditinggalkan, ketentuan-ketentuannya diikuti, hukum-hukumnya serta halal dan haramnya diterapkan dan dijadikan hukum untuk mengatur kehidupan. Al-Quran yang secara hakiki menjadi penjelasan atas segala sesuatu sekaligus menjadi solusi problem kehidupan akan secara riil menjadi penjelasan dan solusi jika penjelasanya diambil dan solusi-solusinya dijalankan. Dengan kata lain, al-Quran akan benar-benar menjadi petunjuk, penjelasan dan solusi jika kita menjalani hidup dengan al-Quran dan mengelola kehidupan sesuai dengan al-Quran.
Merealisasikan al-Quran Sebagai Petunjuk
Saat Allah SWT menjelaskan al-Quran sebagai petunjuk bagi kaum bertakwa dan bagi umat manusia, di situ terkandung perintah agar kita menjadikan al-Quran secara riil sebagai petunjuk. Allah SWT pun sudah mengutus Rasulullah Muhammad saw. untuk menyampaikan al-Quran kepada kita, menjelaskannya segamblang-gamblangnya serta memaparkan bagaimana menjalankan al-Quran itu di tengah kehidupan dan bahkan memberikan contoh praktis pelaksanaannya.
Dengan itu semua, kita yang mengimani Allah SWT yang menurunkan al-Quran, mengimani Rasulullah Muhammad saw. yang membawa dan menjelaskan al-Quran serta mengimani al-Quran itu sendiri, tidak selayaknya enggan menjadikan al-Quran sebagai petunjuk di dalam kehidupan kita. Jangan sampai kita termasuk orang-orang yang terancam dengan pengaduan Rasul saw. kepada Allah SWT, sebagaimana dinyatakan di dalam al-Quran:
﴿ وَقَالَ الرَّسُوْلُ يَا رَبِّ إِنَّ قَوْمِي اتَّخَذُوْا هَذَا الْقُرْآنَ مَهْجُوْرًا ﴾
Berkatalah Rasul, “Tuhanku, sesungguhnya kaumku telah menjadikan al-Quran itu sebagai sesuatu yang diabaikan.” (TQS al-Furqan [25]: 30).

Syaikh Abdurrahman as-Sa’di di dalam tafsir Taysîr ar-Rahmân fî Tafsîr Kalâm al-Mannân menjelaskan: “Tuhanku, sesungguhnya kaumku”, yakni yang kepada merekalah Engkau utus aku untuk menunjuki mereka dan menyampaikan al-Quran kepada mereka, “telah menjadikan al-Quran itu sebagai sesuatu yang diabaikan”, yakni: mereka berpaling, abai dan meninggalkan al-Quran. Padahal wajib bagi mereka terikat dengan hukum-hukumnya, patuh pada hukum-hukumnya dan berjalan di belakangnya.
Imam Ibnu Katsir menjelaskan berbagai bentuk tindakan dan sikap hajr al-Qur’ân (mengaiabikan al-Quran). Di antaranya adalah meninggalkan ilmunya dan tidak menghapalnya; menolak untuk mengimani dan membenarkan al-Quran; enggan menyimak dan mendengarkannya, bahkan membuat kegaduhan dan pembicaraan lain sehingga tidak mendengar al-Quran saat dibacakan; tidak men-tadabburi dan tidak memahami al-Quran; enggan mengamalkan dan mematuhi perintah dan larangannya; serta berpaling dari al-Quran lalu berpaling pada selainnya baik berupa syair, ucapan, nyanyian, permainan, ucapan, atau thariqah yang diambil dari selain al-Quran
Dalam upaya menjadikan al-Quran sebagai petunjuk, kita dilarang keras membeda-bedakan isi al-Quran. Kita dilarang keras mengimani sebagian dan menolak sebagian ayat-ayatnya. Kita dilarang keras memilih-milih dan memilah-milah kandungan al-Quran sehingga sebagian diambil, dipedomani dan diterapkan; sementara sebagian lainnya diabaikan dan tidak diterapkan dengan berbagai dalih dan alasan.
Kandungan dan hukum-hukum di dalam al-Quran itu ada yang ditujukan untuk individu dan bisa dijalankan secara individual, ada yang ditujukan untuk kelompok atau jamaah dan harus dilakukan secara kelompok atau jamaah, juga ada yang hanya bisa dilaksanakan oleh pemimpin yang memegang kekuasaan negara.
Firman Allah SWT “Kutiba ‘alaykum ash-shiyâm (Telah diwajibkan atas kalian berpuasa)” jelas bisa dilaksanakan secara individual meski pelaksanaan syiar puasa secara sempurna tidak bisa hanya individual melainkan harus melalui negara, seperti penentuan awal dan akhir Ramadhan.
Firman Allah SWT “Kutiba ‘alaykum al-qitâl (Telah diwajibkan atas kalian berperang)” bisa dijalankan oleh individu maupun kelompok. Namun, pelaksanaan perang itu pun hanya sempurna jika dilakukan melalui kekuasaan negara seperti pembentukan angkatan perang, pembangunan persenjataan, pendirian akademi militer, dsb.
Adapun firman Allah SWT “Kutiba ‘alaykum al-qishâsh fî al-qatla (Telah diwajibkan atas kalian hukumqishah dalam kasus pembunuhan)” tidak boleh diterapkan oleh individu ataupun kelompok, tetapi harus dijalankan melalui pemimpin (khalifah) yang memegang kekuasaan negara.
Ketiga contoh hukum al-Quran tersebut adalah sama, tidak ada perbedaan di antaranya, bahkan diungkapkan dengan redaksi yang mirip. Begitulah semua hukum al-Quran. Semuanya punya posisi yang sama. Dengan kata lain, semua hukum Islam berkedudukan sama. Sama-sama wajib dilaksanakan.
Wahai Kaum Muslim:
Dengan demikian tampak jelas dan gamblang bahwa upaya menjadikan al-Quran sebagai petunjuk tidak akan sempurna hanya oleh individu dan kelompok atau jamaah saja, tetapi harus melibatkan peran negara. Caranya adalah dengan menerapkan hukum-hukum al-Quran atau syariah Islam secara formal melalui kekuasaan negara. Untuk itu negara dan sistem kenegaraannya haruslah berlandaskan pada akidah Islam. Negara itu haruslah Khilafah Rasyidah ‘ala minhaj an-nubuwwah, sebagaimana telah dinyatakan di dalam hadis Rasulullah saw. Karena itu menerapkan syariah Islam secara menyeluruh di bawah sistem Khilafah Rasyidah ‘ala minhaj an-nubuwah adalah prasyarat untuk bisa menjadikan al-Quran sebagai petunjuk secara hakiki, sempurna dan riil di tengah kehidupan. Itulah yang mesti diperjuangkan oleh kita semua, umat Islam, agar upaya menjadikan al-Quran sebagai petunjuk tidak sekedar klaim; agar keimanan kita pada al-Quran sempurna; juga agar kita menjadi kaum yang layak untuk dimuliakan dengan al-Quran. Rasul saw. bersabda:
«إنَّ اللهَ يَرْفَعُ بِهَذَا الْكِتَابِ أَقْوَاماً وَيَضَعُ بِهِ آخَرِيْنَ»
Sesungguhnya Allah meninggikan dengan al-Quran ini banyak kaum dan merendahkan banyak kaum lainnya (HR Muslim).
WalLâh a’lam bi ash-shawâb[]

menjadi pemimpin


7 SYARAT JADI PEMIMPIN YANG BAIK

Di sini, kami hadirkan kembali kepada Anda semua. Beberapa artikel, seputar Kepemimpinan yang seperti apa kita harapkan/inginkan dan capai. Dan,  bagaimana pula proses timbal-baliknya dari Kepemimpinan itu sendiri.
1. Problem Solver
Seorang pemimpin dituntut mampu membuat keputusan penting dan mencari jalan keluar dari permasalahan. Mulailah bertindak tegas, dan hapuslah cara plin-plan. Jangan pula memupuk kebiasaan melarikan diri dari tanggung jawab. Sebagai ‘nakhoda’, Anda-lah yang berkewajiban mengemudikan ‘kapal’ ke arah yang baik dan benar.
2. Bersikap Positif
Setiap orang tidak luput dari kesalahan, bila hal ini menimpa anak buah anda jangan langsung mencecarnya dengan segudang omelan. Selidiki latar belakang permasalahan sehingga anda bisa bersikap proporsional. Jika anda melakukan kesalahan, tidak perlu ragu mengakuinya dan meminta maaf kepada orang-orang terkait, dan jangan lupa melakukan perbaikan untuk kesalahan tersebut.
3. Komunikasi
Karyawan sebaik apa pun akan kehilangan arah bila dibiarkan ‘jalan dalam gelap’. Sebagai pemimpin Anda perlu menerangkan sejelas mungkin tentang tujuan bersama yang hendak diraih dan strategi mencapainya. Bekali pula anak buah dengan penilaian terhadap hasil kerjanya selama ini, sehingga mereka bisa belajar cara melakukan tugas dengan benar. Peliharalah komunikasi 2 arah dengan bawahan dan mintalah feedback dari mereka setiap kali Anda meluncurkan kebijakan baru.
4. Menjadi Inspirasi
Seorang pemimpin harus bisa menerapkan standar dan jadi contoh bagi anak buahnya. Jadilah inspirasi bagi bawahan. Up-date benak Anda dengan informasi terkini, tidak pelit membagi pengalaman, dan patuhi peraturan yang Anda buat sendiri.
5. Tumbuhkan Motivasi
Berikan penghargaan terhadap prestasi sekecil apa pun yang dilakukan anak buah. Bahkan karyawan yang paling telat sekalipun akan berusaha memperbaiki diri apabila Anda memujinya ketika ia datang tepat waktu (apalagi jika pujian itu diberikan tanpa terkesan menyindir). Secara berkala, ajukan pula pertanyaan dan tantangan yang mampu merangsang kreativitas berpikir anak buah. Misalnya, meminta ide mereka untuk proyek kecil.
6. Hubungan Baik
Jalin hubungan profesional dan interpersonal yang harmonis dengan anak buah. Ingat, dibalik statusnya sebagai bawahan, karyawan memiliki pribadi yang unik dan masalah tertentu. Luangkan waktu untuk mengenal karyawan secara personal sehingga anda melakukan coaching tepat sasaran.
7. Turun Gunung
Anda tidak boleh merasa bebas dari kewajiban dan melakukan ‘dirty job’ atau pekerjaan anak buah. Seorang pemimpin akan dihargai anak buahnya apabila ia bersedia turun ke lapangan tak asal main perintah. Semakin hebat lagi hormat anak buah bila pekerjaan itu bisa diselesaikan dengan lancar. Itu menunjukkan kualitas Anda pada anak buah.
Dan, tentunya masih banyak lagi selain daripada 7 syarat tersebut. Namun, 7 syarat tersebut adalah bagian mendasar untuk menjadi pribadi seorang Pemimpin yang baik.





Senin, 29 Juni 2015

siyam


Lailatul siyam..........
Setiap tahun Jibril as turun ke bumi untuk memimpin para malaikat guna menyapa dan mendokan orang-orang  mukmin yang berlomba-lomba memburu berkah malam lailatul qodar. Jumlah para malaikat yang ikut rombongan bersama Jibril as begitu banyak, bahkan jumlah itu bisa memadati alam semesta hingga waktu fajar. Rosulullah SAW bersabda:” Malaikat yang turun pada saat itu ke bumi lebih banyak dari jumlah batu kerikil (HR Ahmda, Ibn Huzaiman).
Tidak berlebih-lebihan jika Nabi SAW mewanti-wanti agar supaya meningkatkan kualitas dan kuantitas ibadahnya pada sepuluh terahir bulan suci Ramadhan. Beliau SAW benar-benar menyiapkan dirinya secara totalitas untuk menyambut sepuluh terahir bulan suci Ramadhan.
Tidak lupa, beliau menghidupkan malam-malam istimewa itu dengan, membumikan Al-Quran, bedoa serta bermunajat kepada Allah SWT. Tentu saja, Nabi SAW juga membangunkan dan mengajak tahajud istiri-istrinya untuk menyambut malam penuh berkah (lailatul qodar).  Tidak lupa, Nabi SAW mengajarkan doa singkat kepada Aisyah ra:” Allahuma Innaka Afuwun Tuhibbu Al-Afwa Fa’fu Anna’.
Sebuah hadis shahih seputar anjuran menghidupkan malam lailatul qodar dengan sholat malam. Rosulullah SAWbersabda:”barang siapa melaksanakan sholat malam (qiyam ramadhan), atas dasar iman dan semata-mata karena Allah SWT, maka Allah SWT akan mengampuni dosa-dosa yang pernah dilakukan (HR Muslim).
Ibadah qiyam ramadhan cukup banyak, seperti; sholat tahajud, tarawihwitir. Jika dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, atas niatan karena Allah SWT, maka dosa-dosa yang pernah dilakukan akan mendapatkan ampunan. Dosa-dosa yang tidak mendapatkan ampunan antara lain; menyekutukan Allah SWT, durhaka kepada orangtua, mendem(mabukria), tidak saling menyapa (satru).
Tidak saling menyapa (satru) itu termasuk dosa-dosa besar. Jangan sampai sesama muslim karena berbeda pilihan politiknya, berbeda pendapat dalam urusan khilafiyah, sepert; masalah tahlilan, istighosahan, tawasulan, kemudian tidak menyapa, bahkan menuduh sesame muslim mengada-ngada yang tersesat (bidah dhalalah) dan ahirnya menjustifikasi masuk neraka. Jika sampai demikian, walaupun jidatnya hitam (banyak tahajud), tetapi hatinya penuh dengan iri, dengki, hasud, maka Allah SWT tidak akan memaafkan.
Ada yang menarik pada malam-malam sepuluh terahir. Sebagian orang Jawa, memiliki keyakinan bahwa sepuluh hari terahir itu waktu sangat istimewa, oleh karena itulah mereka menyambutnya dengan saling memberi (ater-ater) makanan kepada tetangga dan kerabatnya. Ater-ater ini adalah tradisi Jawa, sekaligus bentuk silaturahmi yang bertujuan membangun ukhwah islamiyah sesame muslim yang menjalankan ibadah pusa.
Bukankah Nabi SAW mengajarkan kepada umatnya untuk saling memberi dan menebarkan salam. Sebuah pesan istimewa yang disampaikan Rosulullah SAW kepada sahabat Abu Hurairah ra:”berikanlah makan (berbagi), tebarkan salam (ciptakan kedamaikan), membangun silaturahmi, dan sholatlah ditenggah malam ketika manusia sedang terlelap, maka engkau akan masuk surga dengan selamat’’.
Empat pesan itu bisa dimaksimalkan di bulan suci Ramadhan, khususnya ketika memasuki 10 terahir bulanRamadhan. Banyaknya berbagi materi, keluarkan zakat tepat waktu, jangan sampai menunda. Karena Nabi SAWberpesan:’’jagalah harta kalian dengan berzakat’’. Orang yang rajin sedekah, zakatnya tepat waktu, maka Allah SWT akan melimpahkan rejekinya, dan mengandakan rejekinya.
Selanjutnya, wajib bagi umat islam dimana saja berada membangun ukhwah islamiyah dengan cara saling menyapa (tebarkan salam). Bukan hanya menebarkan salam, tetapi lebih pada itu, yaitu mampu menciptakan kedamaian dan ketentraman sesama umat beragama. Silaturahmi bagian dari ajaran kitab suci Al-Quran, yang senantias dilaksanakan oleh Rosulullah SAW.  Secara khusus, islam mensinyalir bahwa silaturahmi itu membawa berkah dan menambah rejeki, serta menambah usia semakin berkah.

Selanjutnya, sholat malam yang harus dijaga dengan sebaik-baiknya. Pada bulan puasaNabi SAW menganjurkansholat malam. Dengan sholat malam kualitas hidup lebih bermakna, serta menjadi wajah berseri-seri dan kulit menjadi lebih muda, serta ruhani dan mental semakin kuat. Nabi SAW tidak pernah meninggakan sholat malam, tetapi beliau tetap tidak mewajibkan kepada umatnya. Lailatul Qodar moment paling sempurna untuk melaksanakan sholat malam, sebab satu kebaikan nilainya lebih baik dari seribu bulan.
http://wisatahaji.com/ketika-lailatul-qodar-tiba

rerenungan pagi

Kutuangkan dalam goresan blog ini sebuah fikiran yang membuatku selalu berusaha untukmembuat diriku berada dalam sebuah kreativitas yang memungkinkab diriku selalu berubah dan berkembang untuk mengikuti zaman dimana semua aktivitas seseorang tidak lagi dibatasi oleh waktu dan tempat.  Semuanya dapat terlihat di dunia lain yang namany dunia maya dunia tanpa batas..... Tergantung apa yang kita inginkan dari dunia itu, hal positif atau negatif..... Yang tentunya kita akan selalu memperbaiki diri kita ke arah yang lebih baik...... Dimana keimanan yang menjadi patron kita untuk berbuat sesuatu.  Apatah lagi ketika sudah selayaknyala kita untuk memanfaatkan waktu kita ini yang tinggal sedikitkita berada di bulan yang penuh mubarakah ini, bulan ampunan dan rahmah.  Maka

Selasa, 23 Juni 2015

Diklat PKG

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, diklat penilaian kinerja guru yang dilaksanakan oleh LPMP Sulawesi Tengah, yang dilaksanakan di Kabupaten Banggai Kepulauan bertempat di SMKN 1 Tinangkung, dari tanggal 23 sd 26 juni 2015.  selesai melaksankan tugas pertama dan dipersentasekan.

Minggu, 07 Juni 2015

posting pagi

Hilangkan kepenatan dengan melukukan semua kebaikan di pagi yang cerah ini, penuh rahmat dan berkah dari Allah azza wajallah,  kita harus selalu bersyukur kepadaNya. Dalam hal dan keadaan apapun kita.   Kita adalah hambahNya.  Kita tidak boleh menyobongkan diri (dalam hail ini; memandang reme orang lain, menolak kebenaran dan menganggap diri lebih).  Ingatlah akan kematian, usia kita tidak ada yang tau, maka dari itu kita siapkan diri untuk menghadapNya.   Selagi masih ada waktu untuk taat dan beribadah kepada Allah SWT.  Gunakan waktu yang telah diberikan oleh sang khaliq kepada kita, untuk hal-hal yang positif memberikan nilai tambah buat kita,  kata Rasulullah gunakan yang lima sebelum datangnya yang lima yakni gunakan sempat sebelum sempit, gunakan masa muda sebelum masa tua,  kaya sebelum miskin, sehat sebelum sakit, hidup sebelum mati.  Pasti kita akan menjadi umat yang terbaik, punya hidup lebih hidup.

menjalani perjalanan hidup menujuh kebahagiaan hidup kita di dunia akan menentukan hidup kita di akhirat. Artinya kita tidak bisa sembarangan menentukan makna hidup berdasarkan konsep yang tidak jelas asalnya. Jika kita salah memaknai hidup ini, kemudian kita hidup berdasarkan makna yang salah, maka sudah bisa ditebak kearah mana kita akan hidup. Bagaimana nanti kita di akhirat?
Mencari makna hidup adalah hal yang serius, bukan main-main. Tidak ada pemikiran parsial yang membedakan urusan dunia dan urusan akhirat. Hidup dunia justru menjadi penentu bagaimana hidup kita di akhirat.
Mungkin dengan metode-metode mutakhir, kita akan menemukan berbagai metode menemukan makna hidup atau tujuan hidup. Kemudian, hal ini memberdayakan hidup kita, menjadi lebih sukses di dunia. Namun, kesuksesan dunia tidak ada artinya jika di akhirat menjadi manusia yang gagal.
Dengan demikian, mencari makna hidup adalah titik kritis yang tidak boleh salah. Ini akan menentukan hidup Anda baik di dunia dan di akhirat. Ulama besar, Muhammad Al Ghazali, pernah berkata bahwa pemahaman hidup yang dangkal adalah sebuah tindak ‘kriminal’ yang keji.
Puncaknya dalam perkembangan spiritual di semua Jalan Spiritual adalah menyatu dengan Tuhan. ‘Menyatu' dengan Tuhan berarti mengalami Kesadaran Tuhan di dalam diri kita dan di sekitar kita serta tidak mengidentifikasi diri dengan ke lima indera, pikiran dan intelek. Penyatuan ini terjadi pada tingkat pencapaian spiritual 100%. Kebanyakan orang di dunia saat ini berada pada tingkat spiritual 20-25% dan segan dalam melakukan suatu praktik spiritual untuk mengembangkan spiritualnya. Mereka juga mengidentifikasikan diri mereka dengan ke 5 indera, pikiran dan intelek. Hal ini tercermin dalam kehidupan kita dimana fokus utama kita terletak pada penampilan kita atau bersikap sombong tentang kepintaran atau kesuksesan kita.
Dengan melakukan praktik spiritual, ketika kita tumbuh ke tingkat pencapaian spiritual 80%, kita terbebas dari siklus kehidupan dan kematian. Setelah tingkat pencapaian spiritual ini, kita dapat melunasi apapun yang tersisa dari akun-akun memberi-dan-menerima kita, dari alam-alam non-fisik/ halus Mahārlok ke atas. Namun terkadang, orang-orang di atas tingkat pencapaian spiritual 80% bisa saja memilih untuk dilahirkan di Bumi untuk membimbing umat manusia dalam Spiritualitas.

Jumat, 05 Juni 2015

masalah keimanan seseorang

Sistem hari ini membuat orang jadi tidak bertambah imannya. Disebabkan karena sitem kapitalisme liberal. Yang pertama karena hanya pemilik modal yang bisa berkuasa, yang kedua karena pemisahan agama dari sendi sendi kehidupan manusia, dianggap agama hanya bisa berlaku untuk individu, berlaku ditempat ibadah pada hal Alla Swt sudah menjelaskan wamakhslaktul jinna wal insy illa liya'budun.  Lalu kita pahami ayat ini dengan makna apa?

Kamis, 04 Juni 2015

Visitasi Akreditasi 3 Jurusan

SMKN 1 Tinangkung, tanggal 5 juni 2015 tim akreditasi Kabupaten melakukan Visitasi yang dijadwalkan selama 2 Hari...... Tanggal 5 - 6 Juni 2015.