Rabu, 08 Februari 2017

Karakter Pemimpin dalam Islam

[Al-Islam edisi 842, 6 Jumada al-Ula 1438 H – 3 Februari 2017 M]

Karakter Pemimpin dalam Islam
Kepemimpinan dalam Islam memegang peranan penting. Bahkan Imam al-Ghazali menyebut, Islam dan kepemimpinan yang mewujud dalam bentuk kekuasaan seperti dua saudara kembar. Islam menjadi pondasi kehidupan, sedangkan kepemimpinan, dengan kekuasaan yang ada di dalamnya, ibarat penjaga (pengawal)-nya. Tanpa kekuasaan, Islam akan lenyap. Begitulah peranan penting kekuasaan dengan kepemimpinannya dalam Islam.

Tujuh Syarat Pemimpin
Secara spesifik, pemimpin negara atau penguasa dalam Islam harus memiliki tujuh kriteria yang wajib terpenuhi: Muslim, laki-laki, balig, berakal, adil, merdeka dan mampu. Ketujuh kriteria ini merupakan syarat mutlak bagi penguasa. Pasalnya, ketujuh kriteria ini telah ditetapkan oleh dalil syariah sebagai kriteria yang wajib dimiliki seorang pemimpin. Jika salah satu dari ketujuh kriteria ini tidak ada, maka kepemimpinan secara syar’i dinyatakan tidak sah.
Islam menetapkan kriteria Muslim karena al-Quran dengan tegas telah melarang kaum Muslim untuk memberikan jalan kepada orang kafir untuk menguasai mereka (QS an-Nisa’ [4]: 141). Meski QS an-Nisa’ [4] ayat 141 ini berupa kalimat berita, penafian oleh Allah SWT secara permanen (nafyu at-ta’bîd) di dalamnya sekaligus menjadi indikasi adanya larangan tegas. Selain itu, agar kalimat berita tersebut benar adanya, penafian permanen yang diberitakan di dalamnya harus diwujudkan. Dengan begitu bisa dipahami, bahwa ayat ini dengan tegas melarang orang kafir untuk memimpin kaum Muslim.
Pemimpin negara juga wajib laki-laki, haram perempuan menjadi penguasa. Nabi saw. pun menafikan secara permanen keberuntungan suatu kaum jika mereka dipimpin oleh perempuan. Rasul saw. bersabda, “Lan yufliha qawm[un] wallaw amrahum imra`at[an] (Tidak akan pernah beruntung suatu kaum yang menyerahkan urusan pemerintahan mereka kepada perempuan.” (HR al-Bukhari dari Abi Bakrah). Penafian permanen ini juga bermakna sama, yakni larangan tegas menjadikan kaum perempuan sebagai penguasa.
Adapun terkait kriteria balig dan berakal, dengan tegas Nabi saw. menyatakan bahwa keduanya merupakan syarat taklif. Syarat taklif ini merupakan syarat sah dan tidaknya tasharruf (tindakan hukum), baik secara lisan (qawli) maupun verbal (fi’li). Jika tindakan hukumnya tidak sah, maka dia lebih tidak layak lagi untuk menjadi pemimpin yang mengurusi urusan orang banyak karena dia tidak memiliki hak untuk melakukan tindakan hukum (tasharruf).
Begitu juga dengan kriteria adil. Keadilan dipersyaratkan atas saksi, sebagaimana disebutkan dalam QS ath-Thalaq ayat 2. Dalam hal ini, pemimpin negara lebih agung, lebih berat dan lebih dari sekadar saksi. Tentu syarat adil ini lebih layak disematkan kepada penguasa.
Merdeka dan mampu juga merupakan kriteria yang mutlak harus dipenuhi seorang pemimpin negara. Orang yang menjadi budak tidak bisa melakukan tindakan hukum secara independen. Jika orang itu tidak bisa bertindak independen, bagaimana mungkin dia diserahi untuk melakukan tindakan mengurusi urusan masyarakat. Tindakan dan kehendaknya akan tergadai kepada pihak yang mengendalikan dirinya. Kurang lebih hal yang sama juga terjadi pada orang yang dipenjara, atau disandera atau dikendalikan oleh pihak lain; baik oleh negara asing, kroni, cukong maupun parpol pendukungnya. Orang seperti itu pada hakikatnya tidak merdeka secara penuh sebab tindakan hukumnya tidak independen. Pemimpin atau penguasa seperti ini hanya menjadi “boneka” atau agen pihak yang menyandera dirinya. Pemimpin yang tersandera seperti itu mencerminkan pemimpin yang lemah. Padahal kekuatan kepemimpinan merupakan kriteria yang sangat penting. Ketika Abu Dzar meminta amanah kepemimpinan, Nabi saw. menolak sambil memberi nasihat:
«يَا أَبَا ذَرّ إِنَّك ضَعِيف، وَإِنَّهَا أَمَانَة، وَإِنَّهَا يَوْم الْقِيَامَة خِزْي وَنَدَامَة إِلَّا مَنْ أَخَذَهَا بِحَقِّهَا وَأَدَّى الَّذِي عَلَيْهِ فِيهَا»
Abu Dzar, sungguh engkau lemah, sementara jabatan/kekuasaan itu adalah amanah serta bisa menjadi kerugian dan penyesalan pada Hari Kiamat; kecuali bagi orang yang mengambil amanah kekuasaan itu dengan benar dan menunaikan kewajibannya di dalamnya.” (HR Muslim).
Karakter Ideal
Selain ketujuh kriteria/karakter itu yang wajib itu, syariah juga menunjukkan sejumlah karakter ideal seorang pemimpin. Imam al-Mawardi di dalam al-Ahkâm as-Sulthâniyah menyebutkan enam karakter yang harus ada pada diri pemimpin yaitu: berperilaku adil, memiliki ilmu untuk mengambil keputusan, indera yang sehat (khususnya alat dengar, melihat dan alat bicara), sehat secara fisik dan tidak cacat, peduli terhadap berbagai masalah, dan terakhir tegas dan percaya diri.
Pemimpin itu juga bukanlah sosok pemburu jabatan, bukan orang yang gila jabatan dan menghalalkan segala cara untuk meraih jabatan. Di dalam pesan Nabi saw. kepada Abu Dzar di atas disebutkan, “illâ man akhadzahâ bi haqqihâ… (kecuali orang yang mengambil amanah kekuasaan itu dengan benar…).” Orang yang menyuap sejumlah pihak agar ia dipilih, menebarkan hoax, menjelek-jelekkan orang lain, melakukan intimidasi, menggunakan aparatur, iming-iming dalam berbagai bentuk dan segala cara lainnya, agar bisa menjadi penguasa justru menunjukkan dirinya tidak layak menjadi pemimpin. Pemimpin seperti ini sangat mungkin menipu dan mengkhianati rakyatnya. Padahal Nabi saw. telah mencela pemimpin yang menipu dan mengkhianati rakyatnya:
« لِكُلِّ غَادِرٍ لِوَاءٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يُرْفَعُ لَهُ بِقَدْرِ غَدْرِهِ أَلاَ وَلاَ غَادِرَ أَعْظَمُ غَدْرًا مِنْ أَمِيرِ عَامَّةٍ »
Setiap pengkhianat diberi panji pada Hari Kiamat yang diangkat sesuai kadar pengkhianatannya. Ketahuilah, tidak ada pengkhianat yang lebih besar pengkhianatannya daripada pemimpin masyarakat (penguasa) (HR Muslim, Ahmad, Abu ‘Awanah dan Abu Ya’la).

Al-Qadhi Iyadh menyebutkan bahwa ini adalah larangan bagi penguasa untuk berkhianat kepada rakyatnya.
Seseorang yang diangkat menjadi pemimpin negara adalah untuk ri’ayah syu`un ar-ra’iyyah (mengurusi urusan rakyat). Ini bagian dari filosofi pengangkatan seorang pemimpin atau penguasa. Karena itu sekadar melalaikan urusan rakyat—meski tidak berkhianat—sudah serius keburukannya. Nabi saw. memperingatkan:
« مَا مِنْ أَمِيرٍ يَلِى أَمْرَ الْمُسْلِمِينَ ثُمَّ لاَ يَجْهَدُ لَهُمْ وَيَنْصَحُ إِلاَّ لَمْ يَدْخُلْ مَعَهُمُ الْجَنَّةَ »
Tidaklah seorang pemimpin mengurusi urusan kaum Muslim, lalu dia tidak bersungguh-sungguh mengurus urusan mereka dan tidak menasihati mereka, kecuali dia tidak bisa masuk surga bersama mereka (HR Muslim).
Pemimpin yang sikap dan komentarnya terlihat menggampangkan urusan rakyat, tidak peduli terhadap nasib rakyat, tidak berempati terhadap rakyat, bahkan menyalahkan rakyat, termasuk pemimpin yang masuk dalam ancaman tersebut. Apalagi jika pemimpin dengan sengaja tanpa rasa bersalah membuat kebijakan-kebijakan yang menyusahkan rakyat, tentu ancamannya lebih besar lagi. Pemimpin seperti ini bahkan didoakan dengan doa yang buruk oleh Nabi saw.:
«اللَّهُمَّ مَنْ وَلِىَ مِنْ أَمْرِ أُمَّتِى شَيْئًا فَشَقَّ عَلَيْهِمْ فَاشْقُقْ عَلَيْهِ»
Ya Allah, siapa saja yag megurusi urusan umatku lalu menyusahkan mereka, maka susahkan dia (HR Muslim dan Ahmad).
Pemimpin yang baik itu sejatinya senantiasa melakukan perbaikan dan membuat semua urusan dan kemaslahatan rakyat menjadi lebih baik, bukan malah merusak rakyatnya. Di antara aktivitas merusak rakyat itu adalah mencari-cari kesalahan rakyat. Padahal Nabi saw. telah memperingatkan:
«إِنَّ الأَمِيرَ إِذَا ابْتَغَى الرِّيبَةَ فِى النَّاسِ أَفْسَدَهُمْ»
Seorang pemimpin, jika mencurigai masyarakat, niscaya merusak mereka (HR Abu Dawud, al-Hakim).
Menurut Mula Ali al-Qari dalam Mirqâh al-Mafâtîh, ungkapan di atas bermakna: pemimpin yang melemparkan tuduhan kepada orang-orang dengan mencari-cari aib mereka dan memata-matai mereka dan menuduh mereka dengan mengorek-ngorek keadaan mereka, niscaya dia merusak mereka.
Tugas Pemimpin
Penting diingat bahwa penguasa dalam Islam diangkat untuk dua tugas utama: menerapkan syariah dan mengurus urusan rakyat. Tugas yang pertama tentu tidak akan dilakukan oleh seorang yang sekular-liberal, mengidap islamophobia, apalagi kafir. Tugas ini hanya mungkin ditunaikan oleh orang Mukmin dan bertakwa. Mukmin yang bertakwa sekaligus akan menjamin tugas yang kedua terealisasi.
Pemimpin yang memenuhi seluruh kriteria dan karakter di atas pasti akan dicintai rakyatnya. Itulah sebaik-baik pemimpin, sebagaimana sabda Nabi saw.:
«خِيَارُ أَئِمَّتِكُمُ الَّذِينَ تُحِبُّونَهُمْ وَيُحِبُّونَكُمْ وَتُصَلُّونَ عَلَيْهِمْ وَيُصَلُّونَ عَلَيْكُمْ وَشِرَارُ أَئِمَّتِكُمُ الَّذِينَ تُبْغِضُونَهُمْ وَيُبْغِضُونَكُمْ وَتَلْعَنُونَهُمْ وَيَلْعَنُونَكُمْ»
Pemimpin kalian yang terbaik adalah yang kalian cintai dan dia mencintai kalian, juga yang kalian doakan dan dia mendoakan kalian. Pemimpin kalian yang terburuk adalah yang kalian benci dan dia membenci kalian, juga yang kalian laknat dan dia melaknat kalian (HR Muslim). []

Komentar al-Islam
MUI: KH Ma’ruf Amin Diperlakukan Kurang Manusiawi di Sidang Kasus Ahok (Republika.co.id, 31/1/2017).
  1. Ulama adalah pewaris para nabi. Siapa saja yang merendahkan ulama sama saja dengan merendahkan para nabi.
  2. KH Ma’ruf Amin bukan saja pimpinan MUI dan NU, tetapi sekaligus salah seorang pemimpin umat di negeri ini. Karena itu tentu umat sepantasnya tersinggung dan marah saat ulamanya dinistakan.
  3. Penistaan ulama hanya mungkin terjadi dalam sistem sekular-liberal. Karena itu sudah saatnya sistem ini dikubur dan diganti dengan sistem Islam dalam institusi Khilafah ‘ala Minhaj an-Nubuwwah.
Kirimkan Komentar yang membangun

Rabu, 25 Januari 2017

pengorbanan orang tua


Orang tua adalah orang yang melahirkan kita. Orang yang mengasuh kita semenjah bayi hingga kita dewasa. Orang yang mendidik kita, melindungi kita, dan sebagainya. Orang tua melakukan itu tanpa meminta apapun kepada anaknya. Ia melakukannya semata-mata karena rasa kasih sayang yang begitu besar kepada anaknya. Jadi bisa dibayang begitu besarnya pengorbanan orang tua kepada anaknya, Lalu seberapa besarkah pengorbanan orang tua kepada anaknya?. Cerita berikut mungkin bisa menjadikan bahan renungan betapa besarnya pengorbanan orang tua kepada anaknya:

Pada suatun malam, Siska bertengkar dengan ibunya, kemudian ia bergegas keluar dari rumah. Ketika dijalan, dia ingat bahwa dia tidak memiliki uang, bahkan untuk membeli pulsa HP saja tidak ada. 

Akhirnya, ia pergi ke toko mie. Karena mencium aroma masakan, Siska tiba-tiba merasa sangat lapar. Dia ingin makan semangkuk mie, tapi dia tidak punya uang!.

Penjual yang sedang berdiri bertanya: 

"Hei gadis kecil, kamu ingin makan mie?". 
"Tapi ... tapi aku tidak membawa uang", Siska malu-malu menjawab. 
"Gpp, aku akan memasak semangkuk mie buat kamu".

Beberapa menit kemudian penjual membawanya semangkuk mie yang masih panas. Baru beberapa suap Siska menangis. 
"Ada Apa?", Penjual bertanya. 
"Tidak ada. Saya hanya tersentuh oleh kebaikan Bapak!", Siska mengatakan sambil menyeka air matanya.
"Bahkan orang asing di jalan memberi saya semangkuk mie, dan ibu saya, setelah pertengkaran, menyuruh saya keluar dari rumah. Dia kejam!!". Lanjut Siska.

Penjual mendesah: 
"Nak, mengapa kau berpikir begitu? Coba pikir lagi". Saya hanya memberi kamu semangkuk mie dan kamu merasa seperti itu. Ibumu telah mengasuh sejak kau masih kecil, mengapa kau tidak berterima kasih dan mendurhakai ibumu?".

Siska benar-benar terkejut mendengar itu. 
"Mengapa aku tidak memikirkan itu? Semangkuk mie dari orang asing membuat saya merasa berhutang budi, dan ibu saya telah membesarkan saya sejak saya masih kecil dan saya tidak pernah berpikir sedikitpun".

Dalam perjalanan pulang, Siska berpikir apa yang harus dikatakannya kepada ibunya ketika ia tiba di rumah: "Bu, aku minta maaf. Aku tahu itu adalah kesalahan saya, mohon maafkan saya ... ".

Setelah menaiki tangga, Siska melihat ibunya khawatir dan lelah mencari ke mana-mana. Setelah melihat Siska, ibunya dengan lembut berkata: "Sis, masuk ke dalam. Kamu mungkin sangat lapar? Ibu memasak nasi dan menyiapkan makan ".

Tidak bisa mengendalikan lagi, Siska menangis di tangan ibunya. 


Dalam kehidupan, kita kadang-kadang mudah untuk menghargai tindakan kecil dari orang lain di sekitar kita, tetapi untuk keluarga, terutama orang tua, kita melihat pengorbanan mereka sebagai masalah.

Cinta orangtua dan perhatian adalah hadiah paling berharga yang telah diberikan sejak lahir.

Orang tua tidak mengharapkan kita untuk membayar selama memelihara kita, tapi pernahkah kita menghargai pengorbanan tanpa syarat dari orang tua kita?

simpangan rata-rata


Rumus Simpangan Baku, Simpangan rata-rata, Ragam, Variansi, Koefisen Keragaman, Contoh Soal, Data Tunggal Kelompok, Jawaban, Statistik, Matematika - Berikut ini adalah materi lengkap simpangan baku, simpangan rata-rata, ragam, variansi, dan koefisen keragaman :


Sekumpulan data kuantitatif yang tidak dikelompokkan dinyatakan oleh x1, x2, …, xn. Dari data tersebut dapat ditentukan simpangan rata-rata (SR) dengan menggunakan rumus :
Simpangan Rata-rata

Contoh Soal 1


Hitung simpangan rata-rata dari data kuantitatif berikut :

12, 3, 11, 3, 4, 7, 5, 11

Pembahasan 1

simpangan rata-rata dari data kuantitatif

Jadi, simpangan rata-ratanya adalah 3,25.

Coba Anda tentukan simpangan rata-rata tersebut dengan menggunakan kalkulator. Apakah hasilnya sama?

Untuk sekumpulan data yang dinyatakan oleh x1, x2, …, xn dan masing-masing nilai data tersebut mempunyai frekuensi f1 , f2 , …, fn diperoleh nilai simpangan rata-rata (SR) dengan menggunakan rumus:
simpangan rata-rata data kelompok

Contoh Soal 2


Hitunglah simpangan rata-rata nilai ulangan Fisika dari siswa Kelas XI SMA Merdeka seperti Tabel 1. 

Tabel 1. Nilai ulangan Fisika dari siswa Kelas XI SMA Merdeka

Interval Kelas
Frekuensi
40 – 44
3
45 – 49
4
50 – 54
6
55 – 59
8
60 – 64
10
65 – 69
11
70 – 74
15
75 – 79
6
80 – 84
4
85 – 89
2
90 – 94
2

Penyelesaian 2


Dari tabel tersebut, diperoleh  = 65,7 (dibulatkan).

Kelas
Interval
Nilai Tengah (xi)
fi
|x – x|
fi |x – x|
40 – 44
42
3
23,7
71,1
45 – 49
47
4
18,7
74,8
50 – 54
52
6
13,7
82,2
55 – 59
57
8
8,7
69,6
60 – 64
62
10
3,7
37
65 – 69
67
11
1,3
14,3
70 – 74
72
15
6,3
94,5
75 – 79
77
6
11,3
67,8
80 – 84
82
4
16,3
65,2
85 – 89
87
2
21,3
42,6
90 – 94
92
2
26,3
52,6


Σf= 71

Σfi |x – x| = 671,7

Jadi, simpangan rata-rata (SR) = 671,7 / 71 = 9,46.

Ingatlah :

Simpangan rataan hitung menunjukkan rataan hitung jauhnya datum dari rataan hitung.

Untuk menghitung simpangan baku dari data kuantitatif: 2, 5, 7, 4, 3, 11, 3 dengan kalkulator ilmiah (fx–3600Pv) adalah sebagai berikut

1)
Kalkulator “ON”
2)
MODE 3  Program SD
3)
Masukkan data

2 data


5 data








3 data

4)
Tekan tombol αn-1
α = 2,878491669 = 2,88

Coba Anda hitung simpangan baku untuk Contoh Soal 2. dengan kalkulator. Apakah hasilnya sama?


Diketahui sekumpulan data kuantitatif yang tidak dikelompokkan dan dinyatakan oleh x1, x2, …, xn. Dari data tersebut, dapat diperoleh nilai simpangan baku (S) yang ditentukan oleh rumus berikut.
simpangan baku

Contoh Soal 3


Dari 40 orang siswa diambil sampel 9 orang untuk diukur tinggi badannya, diperoleh data berikut:

165, 170, 169, 168, 156, 160, 175, 162, 169.

Hitunglah simpangan baku sampel dari data tersebut.

Kunci Jawaban 3

menghitung simpangan baku
Jadi, simpangan bakunya adalah 5,83.

Sekumpulan data kuantitatif yang dikelompokkan, dapat dinyatakan oleh x1, x2, …, xn dan masing-masing data mempunyai frekuensi f1, f2, …, fn. Simpangan baku (S) dari data tersebut diperoleh dengan menggunakan rumus :
simpangan baku data kelompok

Contoh Soal 4


Hitunglah simpangan baku dari nilai ulangan Fisika dari 71 siswa kelas XI SMA Merdeka sesuai Tabel 1.

Jawaban 4


Dari hasil perhitungan sebelumnya diperoleh µ = 65,7.

xi
fi
xi - µ
(xi - µ)2
Σfi (xi - µ)2
42
3
–23,7
561,69
1.685,07
47
4
–18,7
349,69
1.398,76
52
6
–13,7
187,69
1.126,14
57
8
– 8,7
75,69
605,52
62
10
–3,7
13,69
136,9
67
11
1,3
1,69
18,59
72
15
6,3
39,69
595,35
77
6
11,3
127,69
766,14
82
4
16,3
265,69
1.062,76
87
2
21,3
453,69
907,38
92
2
26,3
691,69
1.383,38

Σf= 60


Σfi (xi - µ)= 9.685,99

Jadi, simpangan bakunya σ :
simpangan baku sampel

3. Variansi (Ragam)


Untuk data yang tidak dikelompokkan ataupun data yang dikelompokkan, diperoleh nilai variansi (v) dengan
menggunakan rumus:
variansi ragam

Contoh Soal 5


Hitunglah variansi dari data Contoh 3.

Pembahasan :

Dari hasil perhitungan Contoh 3. diperoleh S = 5,83 maka :

v = S2 = (5,83)2 = 33,99.


Rumus koefisien keragaman (KK) dari sekumpulan data x1, x2, x3 …, xn. adalah :
Koefisien Keragaman
Dalam hal ini, 

S = simpangan baku
x = rataan

Contoh Soal 6


Pak Murtono seorang pengusaha. Bidang usaha yang ia jalani adalah penerbitan, tekstil, dan angkutan. Dalam 5 bulan terakhir, ia mencatat keuntungan bersih ketiga bidang usahanya. Hasilnya tampak pada Tabel 2.

Tabel 2. Keuntungan Bersih Usaha Pak Murtono Selama 5 Bulan Terakhir.

Bidang Usaha
Keuntungan Bersih (dalam puluhan juta rupiah)
Bulan ke-1
Bulan ke-2
Bulan ke-3
Bulan ke-4
Bulan ke-5
Penerbitan
60
116
100
132
72
Tekstil
144
132
108
192
204
Angkutan
80
260
280
72
116

Jika Pak Murtono berpendapat bahwa bidang usaha yang akan dipertahankan hanya dua bidang usaha dengan kriteria bidang usaha dengan keuntungan bersih yang stabil, tentukanlah bidang usaha yang sebaiknya tidak dilanjutkan.

Jawaban 6


Langkah ke-1 :

Menuliskan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan soal tersebut.

Diketahui : 

• keuntungan bersih selama 5 bulan terakhir yang disajikan pada Tabel 2.
• bidang usaha yang dipertahankan adalah yang memiliki keuntungan bersih yang stabil.

Ditanyakan: bidang usaha yang sebaiknya tidak dilanjutkan.

Langkah ke-2 :

Menentukan konsep yang akan digunakan dalam menyelesaikan soal. Pada soal ini, konsep yang digunakan adalah rataan, simpangan baku, dan koefisien keragaman.

Langkah ke-3 :

Menghitung rataan, simpangan baku, dan koefisien keragaman dari setiap bidang usaha. 
Menghitung rataan, simpangan baku, dan koefisien keragaman
 Bidang usaha penerbitan

KK = S/x = 29,93/ 96 = 0,31

 Bidang usaha tekstil
x =156
S = 40,69

KK = S/x = 40,69/156 = 0,26

 Bidang usaha angkutan
x = 161,6
S = 100.58

KK = S/x = 100,58/161,6 = 0,62

Jadi, sebaiknya Pak Murtono tidak melanjutkan usaha angkutan karena keuntungannya tidak stabil (nilai KK paling besar).

Anda sekarang sudah mengetahui Simpangan Baku dan Simpangan rata-rata. Terima kasih anda sudah berkunjung ke Perpustakaan Cyber.

Referensi :

Djumanta, W. 2008. Mahir Mengembangkan Kemampuan Matematika 2 : untuk Kelas XI Sekolah Menengah Atas / Madrasah Aliyah. Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta. p. 250.